Follow Us :

TAX REGULATIONS

Peraturan Dirjen Pajak
No. PER - 15/PJ/2009

TEMPAT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIKUKUHKAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR ATAU KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA

 

PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 15/PJ/2009

TENTANG

TEMPAT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG BAGI
PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIKUKUHKAN PADA
KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR
ATAU KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang
    Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
    Barang dan Jasa
    dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
    beberapa
    kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 18 Tahun 2000 dan dalam
    rangka memberikan kemudahan kepada Pengusaha Kena Pajak yang dikukuhkan
    pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan
    Pajak Madya dalam melaksanakan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai Barang
    dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu mengatur
    ketentuan mengenai tempat Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
    Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang bagi Pengusaha Kena Pajak
    yang dikukuhkan pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar atau
    Kantor Pelayanan Pajak Madya;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a di atas, perlu
    menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tempat Pajak
    Pertambahan Nilai Terutang Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Dikukuhkan
    pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan
    Pajak Madya;

Mengingat :

  1. Undang-Undang
    Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
    Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
    28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
    Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
  2. Undang-Undang
    Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
    Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3264 ) sebagaimana telah beberapa kali diubah
    terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3986 ); 
  3. Peraturan
    Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan
    Undang-Undang
    Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
    dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18
    Tahun 2000
    sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
    2002;
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006
    tentang
    Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak
    sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
    67/PMK.01/2008;
  5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-128/PJ./2003
    tentang
    Penetapan Satu Tempat atau Lebih Sebagai Tempat Terutang Pajak
    Pertambahan Nilai bagi Wajib Pajak Selain yang Terdaftar di Kantor
    Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar;
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2008
    tentang
    Tempat Pendaftaran Bagi Wajib Pajak Tertentu dan atau Tempat Pelaporan
    Usaha Bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu;
  7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2008
    tentang
    Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan
    Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak
    dan/atau Pengusaha Kena Pajak;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
TENTANG TEMPAT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG BAGI PENGUSAHA
KENA PAJAK YANG DIKUKUHKAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK
BESAR ATAU KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA.

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

  1. Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya
    disebut KPP adalah
    instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan
    bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
  2. Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, yang selanjutnya
    disebut KPP Wajib Pajak Besar, adalah:
    1. Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu;
    2. Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua; atau
    3. Kantor Pelayanan Pajak Badan Usaha Milik Negara;
  3. Kantor Pelayanan Pajak Madya, yang selanjutnya disebut KPP
    Madya, adalah:
    1. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Satu;
    2. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua;
    3. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga;
    4. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat;
    5. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Lima;
    6. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam:
    7. Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Satu;
    8. Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Dua;
    9. Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa;
    10. Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan;
    11. Kantor Pelayanan Pajak Madya Batam;
    12. Kantor Pelayanan Pajak Madya Pekanbaru;
    13. Kantor Pelayanan Pajak Madya Palembang;
    14. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat;
    15. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Barat;
    16. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan;
    17. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Timur;
    18. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Utara;
    19. Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang
    20. Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung;
    21. Kantor Pelayanan Pajak Madya Bekasi;
    22. Kanlor Pelayanan Pajak Madya Semarang;
    23. Kantor Pelayanan Pajak Madya Surabaya;
    24. Kantor Pelayanan Pajak Madya Sidoarjo;
    25. Kantor Pelayanan Pajak Madya Malang;
    26. Kantar Pelayanan Pajak Madya Balikpapan;
    27. Kantor Pelayanan Pajak Madya Makassar; atau
    28. Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar.
  4. Kantor Pelayanan Pajak Baru, yang selanjutnya
    disebut KPP Baru, adalah KPP Wajib Pajak Besar atau KPP Madya.
  5. Kantor Pelayanan Pajak Lama yang selanjutnya
    disebut KPP Lama adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
    Pajak terdaftar dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, sebelum
    dipindahkan ke KPP Baru.
  6. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Pertambahan Nilai
    Barang dan Jasa atau Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
    Penjualan atas Barang Mewah.
  7. Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang berdasarkan Keputusan
    Direktur Jenderal Pajak dipindahkan tempat terdaftar dan tempat
    pelaporan kegiatan usahanya di KPP Baru.
  8. Pengusaha Kena Pajak adalah Wajib Pajak yang melakukan
    penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenakan
    pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
    perubahannya.
  9. Wajib Pajak Berstatus Pusat adalah Wajib Pajak yang
    terdaftar di KPP Baru dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dengan kode
    3 (tiga) digit terakhirnya adalah 000.
  10. Wajib Pajak Berstatus Cabang adalah Wajib Pajak yang
    terdaftar di KPP Baru dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dengan kode
    3 (tiga) digit terakhirnya selain 000.
  11. Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang adalah tempat
    kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dimana Pengusaha Kena Pajak
    melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak
    dan/atau ekspor Barang Kena Pajak.
  12. Saat Mulai Terdaftar, yang selanjutnya disebut SMT, adalah
    tanggal saat Wajib Pajak terdaftar dan dikukuhkan sebagai Pengusaha
    Kena Pajak di KPP Baru sesuai penetapan dalam Keputusan Direktur
    Jenderal Pajak.
Pasal 2

(1) Wajib
Pajak Berstatus Pusat wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di
KPP Baru sejak SMT.
(2) Wajib
Pajak Berstatus Cabang yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak,
penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak wajib
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Baru sejak SMT,
sepanjang Wajib Pajak Berstatus Cabang tersebut belum dilakukan
pemusatan di tempat lain.
(3) Kepala
KPP Baru menerbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lama
3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SMT dengan tanggal SMT sebagai
tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(4) Surat
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak harus disampaikan kepada Wajib Pajak
dan ditembuskan ke KPP Lama paling lama pada hari kerja berikutnya
setelah ditertibkan.
(5) Kepala
KPP Lama menerbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
setelah diterimanya tembusan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang
diterbitkan oleh Kepala KPP Baru paling lama pada hari kerja berikutnya.
Pasal 3

(1) Dalam
hal Wajib Pajak Berstatus Pusat mempunyai satu atau lebih tempat
kegiatan usaha, termasuk cabang-cabangnya, Tempat Pajak Pertambahan
Nilai Terutang untuk seluruh tempat kegiatan usaha tersebut dipusatkan
hanya di KPP Baru terhitung sejak SMT.
(2) Dalam
hal Wajib Pajak Berstatus Cabang mempunyai lebih dari satu Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang selain yang telah dipusatkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan memilih untuk dilakukan pemusatan Tempat
Pajak Pertambahan Nilai Terutang di KPP Baru, ketentuan penetapan
keputusan pemusatan diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-128/PJ/2003.
Pasal 4

(1) Pemusatan
Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) dilakukan dengan penerbitan keputusan pemusatan Tempat
Pajak Pertambahan Nilai Terutang oleh Kepala KPP Baru paling lama 3
(tiga) hari kerja sejak SMT dengan tanggal SMT sebagai tanggal
berlakunya pemusatan.
(2) Keputusan
pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke
seluruh KPP yang wilayahnya kerjanya meliputi masing-masing Tempat
Pajak Pertambahan Nilai Terutang paling lama pada hari kerja berikutnya
setelah ditertibkan.
(3) Penerbitan
keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan  Nilai Terutang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa didahului dengan pemeriksaan
terhadap tempat-tempat kegiatan usaha yang akan dipusatkan.
(4) Bentuk
keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I
Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 5

(1) Dalam
hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) belum siap
untuk dilakukan pemusatan pada saat tanggal SMT, maka Wajib Pajak dapat
menyampaikan pemberitahuan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan
Nilai Terutang kepada Kepala KPP Baru paling lama sampai dengan tanggal
31 Desember tahun yang sama dengan tanggal SMT.
(2) Pemberitahuan
penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan
harus:

a. memuat
nama, alamat, dan NPWP dari seluruh tempat kegiatan usaha/Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang.
b. memuat
tanggal berakhirnya penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang, dan
c. disampaikan
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal diterbitkannya
keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
(3) Berdasarkan
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP Baru
menerbitkan keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan
Nilai Terutang paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya
permohonan.
(4) Keputusan
penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dan
ditembuskan ke seluruh KPP yang wilayah kerjanya meliputi masing-masing
Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang paling lama pada hari kerja
berikutnya setelah diterbitkan.
(5) Bentuk
keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(6) Keputusan
penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berlaku sejak SMT sampai dengan tanggal
berakhirnya penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang
dan paling lama tanggal 31 Desember tahun yang sama dengan tanggal SMT.
(7) Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui dan Kepala
KPP Baru tidak menerbitkan keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang, maka pemberitahuan Wajib Pajak dianggap
diterima dan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang berlaku sejak SMT sampai dengan tanggal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b.
Pasal 6

(1) Dalam
hal jangka waktu penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) belum berakhir dan
Wajib Pajak menginginkan untuk dilakukan pemusatan Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang, maka Wajib Pajak dapat menyampaikan
pemberitahuan kepada Kepala KPP Baru.
(2) Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan harus :

  1. memuat tanggal dimulainya pemusatan Tempat Pajak
    Pertambahan Nilai Terutang yang diinginkan di KPP Baru, dan
  2. disampaikan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
    sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
    ayat (6).
(3) Berdasarkan
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP Baru
menerbitkan keputusan perubahan atas keputusan penundaan pemusatan
Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, paling lama 3 (tiga) hari
kerja sejak diterimanya pemberitahuan.
(4) Keputusan
perubahan atas keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan
Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan
kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke seluruh KPP dengan wilayah kerja
yang meliputi masing-masing Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang
paling lama pada hari kerja berikutnya setelah diterbitkan.
(5) Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui dan Kepala
KPP Baru tidak menerbitkan keputusan perubahan atas keputusan penundaan
pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, maka pemberitahuan
Wajib Pajak dianggap diterima dan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan
Nilai Terutang berlaku sejak tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a.
(6) Bentuk
keputusan perubahan atas keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.
Pasal 7

(1) Bagi
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang telah
memperoleh surat keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang sebelum SMT, maka surat keputusan pemusatan tersebut
dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal surat keputusan pemusatan Tempat
Pajak Pertambahan Nilai Terutang di KPP Baru.
(2) Bagi
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) yang memperoleh
surat keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang
sebelum SMT, maka surat keputusan pemusatan tersebut tetap berlaku
sampai dengan berakhirnya masa berlaku surat keputusan pemusatan
tersebut.
Pasal 8

(1) Keputusan
pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang bagi Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang diterbitkan oleh
Kepala KPP Baru sejak tanggal 7 April 2008 sampai dengan berlakunya
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dinyatakan tetap berlaku;
(2) Keputusan
pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang bagi Wajib Pajak
Berstatus Cabang yang diterbitkan oleh Kepala KPP Baru sejak tanggal 7
April 2008 sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
dinyatakan tidak berlaku.
(3) Dalam
hal Wajib Pajak Berstatus Pusat telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak di KPP Baru sejak tanggal 7 April 2008 namun sampai dengan
diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini belum
dilakukan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang untuk
seluruh tempat kegiatan usahanya, maka pemusatan dimaksud dilaksanakan
paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 9

Ketentuan-ketentuan lain yang mengatur tentang Tempat Pajak Pertambahan
Nilai Terutang bagi Pengusaha Kena Pajak yang dikukuhkan pada KPP Wajib
Pajak Besar atau KPP Madya sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 10

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Februari 2009
DIREKTUR JENDERAL

ttd.

DARMIN NASUTION
NIP 130605098

error: Content is protected