Follow Us :

TAX REGULATIONS

Peraturan Menteri Keuangan
No. 187/PMK.03/2008

TATACARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

 

PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 187/PMK.03/2008

TENTANG

TATACARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENATAUSAHAAN
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang    : 
 

bahwa dalam rangka
melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah
Nomor 51 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata cara
Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
Mengingat :
  1. Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
    terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    3986);
  2. Peraturan
    Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas
    Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4481);
  3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG TATACARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN
PENATAUSAHAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA
KONSTRUKSI.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan
:

  1. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut
    Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17
    Tahun 2000.
  2. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan
    pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi,
    dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.
  3. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian
    rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan
    yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan
    tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan
    suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
  4. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
    pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
    perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam
    bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
  5. Pelaksunaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
    pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
    pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya
    untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau
    bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi
    terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan
    perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and
    construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan
    (design and build).
  6. Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
    pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
    pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan
    pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai
    dan diserahterimakan.
  7. Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk
    bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
  8. Penyedia Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk
    bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa
    konstruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan
    pengawas konstruksi maupun sub-subnya.
  9. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum
    dalam satu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan.
Pasal 2

Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final.

Pasal 3

Tarif Pajak Penghasilan
yang bersifat final sebagaimana dimaksdu dalam Pasal 2 adalah
sebagai berikut:

  1. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan
    oleh Penyedia Jasa dengan kualifikasi usaha kecil;
  2. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang
    dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
  3. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang
    dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud
    dalam huruf a dan huruf b;
  4. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau
    Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki
    kualifikasi usaha; dan
  5. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau
    Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak
    memiliki kualifikasi usaha.
Pasal 4

(1) Pajak
Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2:

  1. dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran,
    dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau
  2. disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal
    Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak.
(2) Besarnya,
Pajak Penghasilan yang dipotong, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak
Pertambahan
Nilai, dikalikan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3.
(3) Besarnya, Pajak
Penghasilan yang disetor sendiri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b adalah jumlah penerimaan pembayaran, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan taril Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(4) Jumlah
pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau jumlah penerimaan
pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan bagian dari
Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.
Pasal 5

(1) Pajak
Penghasilan yang dipotong oleh Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf a disetor ke kas negara melalui Kantor Pos atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak.
(2) Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b disetor
sendiri oleh Penyedia Jasa ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal 15 (lima
belas) bulan berikutnya setelaha penerimaan pembayaran dalam hal
Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak.
(3) Dalam
hal
tanggal jatuh tempo penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari
libur nasional, maka saat penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
(4) Pembayaran
Pajak Penghasilan atau Penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang
disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
(5) Pemotong
Pajak Penghasilan memberikan tanda bukti pemotongan kepada Penyedia
Jasa yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan.
Pasal 6

(1) Pengguna
Jasa atau Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh)
hari setelah bulan dilakukan pemotongan pajak atau penerimaan
pembayaran.
(2) Dalam
hal tanggal jatuh tempo penyampian Surat Pemberitahuan Masa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu
atau hari libur nasional, maka saat penyampaian Surat Pemberitahuan
Masa dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pasal 7

(1) Dalam
hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak termasuk Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang PPh.
(2) Dasar
pengenaan pajak Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang PPh adalah
Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan pembukuan yang sudah
dikoreksi fiskal dikurangi dengan Pajak Penghasilan termasuk Pajak
Penghasilan yang bersifat final.
Pasal 8

(1) Terhadap
kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Januari 2008 diatur :

  1. untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak
    sampai
    dengan tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan
    berdasarkan Peraturan
    Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
    Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
  2. untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak
    setelah tanggal
    31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan
    Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas
    Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.
(2) Tata
cara pengenaan Pajak Penghasilan untuk pembayaran kontrak atau bagian
dari kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.
(3) Tata
cara
pemotongan, penyetoran, pelaporan, dan penatausahaan atas pengenaan
Pajak Penghasilan untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Pajak
Penghasilan yang telah dipotong atau disetor berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 140 Tahun 2000
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
dapat dipindahbukukan menjadi pembayaran Pajak Penghasilan yang
bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, sepanjang memenuhi ketentuan
sebagai berikut :

  1. Pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan tersebut
    dilakukan terhadap penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi berdasarkan
    kontrak yang ditandatangani sejak tanggal 1 Januari 2008; dan
  2. Pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak
    sebagaimana
    tersebut pada huruf a dilakukan paling lama sampai dengan akhir bulan
    ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini.
(5) Dalam
hal terdapat kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat
final setelah dilakukan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan tersebut wajib disetor
oleh Penyedia Jasa paling lama tanggal 15 Desember 2008.
Pasal 9

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 10

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1
Januari
2008.                   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Menteri Keuangan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.                   

Ditetapkan di Jakarta   
pada tanggal 20 November 2008   
MENTERI KEUANGAN,   

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI  

error: Content is protected