Follow Us :

TAX REGULATIONS

Peraturan Menteri Keuangan
No. 16/PMK.03/2011

TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

 

PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16/PMK.03/2011
 
TENTANG

TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa guna meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan
    memberikan kepastian hukum dalam rangka penghitungan dan pengembalian
    kelebihan pembayaran pajak yang meliputi Pajak Penghasilan, Pajak
    Pertambahan Nilai. Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Bumi
    dan Bangunan, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan yang
    mengatur mengenai tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan
    pembayaran pajak;
  2. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12
    Tahun
    1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah
    dengan
    Undang-Undang
    Nomor 12 Tahun 1994 mengatur bahwa terhadap ketentuan
    yang tidak diatur dalam Undang-Undang
    Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak
    Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
    12 Tahun 1994, berlaku ketentuan dalam Undang-­Undang
    Nomor 6 Tahun
    1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
    sebagaimana telah
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
    16 Tahun 2009;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
    huruf a
    dan huruf b, dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (4)
    Undang-Undang
    Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
    Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
    Undang-Undang
    Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri
    Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan
    Pembayaran Pajak;

Mengingat :

  1. Undang-Undang
    Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
    Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
    49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
    16 Tahun
    2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62,
    Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
    36 Tahun 2008
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  3. Undang-Undang
    Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
    Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah
    terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 5069);
  4. Undang-Undang
    Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah
    dengan Undang-Undang
    Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3569);
  5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
    Negara
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  7. Peraturan
    Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara
    Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang
    Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
    Perpajakan
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2007
    Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
  8. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006
    tentang Modul
    Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
    dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang
    selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang KUP adalah Undang-­Undang
    Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
    Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
    16 Tahun 2009.
  2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya
    disingkat
    Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang
    Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
    Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 42 Tahun 2009.
  3. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya
    disingkat
    dengan Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12
    Tahun 1985
    tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
    Undang-Undang
    Nomor 12 Tahun 1994.
  4. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk
    sanksi
    administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum
    dalam
    surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan
    peraturan perundang-undangan perpajakan.
  5. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat dengan
    KPP
    adalah kantor pelayanan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak tempat
    Wajib Pajak terdaftar, tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, dan/atau
    tempat objek pajak terdaftar.
  6. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya
    disingkat
    dengan KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan
    yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor
    Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang menjadi mitra kerja
    KPP.
  7. Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan
    Bangunan yang
    selanjutnya disingkat dengan SKKP PBB adalah surat keputusan yang
    menyatakan jumlah kelebihan pembayaran PBB.
  8. Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
    yang
    selanjutnya disingkat dengan SKPKPP adalah surat keputusan sebagai
    dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.
  9. Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang selanjutnya
    disingkat dengan SPMKP adalah surat perintah dari Kepala KPP kepada
    KPPN untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana yang ditujukan
    kepada Bank Operasional mitra kerja KPPN, sebagai dasar kompensasi
    Utang Pajak dan/atau dasar pembayaran kembali kelebihan pembayaran
    pajak kepada Wajib Pajak.
  10. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat
    dengan
    SP2D adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPPN selaku kuasa
    Bendahara Umum Negara di daerah untuk melaksanakan pengeluaran atas
    beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMKP.
  11. Kompensasi Utang Pajak adalah pembayaran Utang Pajak yang
    dananya
    berasal dari kelebihan pembayaran pajak yang telah disetor ke rekening
    kas, negara melalui penerbitan SPMKP dengan SP2D.
  12. Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat dengan PPh
    adalah
    pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
    tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali
    terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
  13. Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas
    Barang
    Mewah yang selanjutnya disingkat dengan PPN dan/atau PPnBM adalah
    pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8
    Tahun 1983
    tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
    atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
    dengan Undang-Undang
    Nomor 42 Tahun 2009.
  14. Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan
    PBB
    adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12
    Tahun
    1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah
    dengan
    Undang-Undang
    Nomor 12 Tahun 1994.
BAB II
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Pasal 2

(1) Kelebihan
pembayaran PPh, PPN, dan/atau PPnBM dapat dikembalikan dalam hal
terdapat :

  1. Pajak
    yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak
    Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang
    KUP;
  2. Pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana
    tercantum
    dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalarn
    Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP;
  3. Pajak yang lebih dibayar
    sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang­Undang KUP;
  4. Pajak yang
    lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengembalian
    Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C
    Undang-Undang KUP;
  5. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum
    dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP;
  6. Pajak yang
    telah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa ke luar
    Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17E Undang-Undang KUP dan Pasal 16E
    Undang-Undang PPN;
  7. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum
    dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN;
  8. Pajak
    yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan atau
    Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung;
  9. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat
    Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang
    KUP;
  10. Pajak
    yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan
    Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
    Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat
    (1) huruf a
    Undang-Undang KUP;
  11. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan
    Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan
    Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
    ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP; atau
  12. Pajak yang lebih dibayar
    karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak atau
    Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP.
(2) Ketentuan
mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan
kembali PPN barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan tersendiri.
Pasal 3

Kelebihan pembayaran PBB dapat dikembalikan dalam hal terdapat:

  1. PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan SKKP PBB;
  2. PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan
    Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali oleh
    Mahkamah Agung;
  3. PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan
    Pemberian Pengurangan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
    Undang-Undang PBB;
  4. PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan
    Pengurangan Denda Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
    Undang-­Undang PBB;
  5. PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan
    Pembetulan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP;
  6. PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan
    Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
    Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a
    Undang-Undang KUP;
  7. PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan
    Pengurangan Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan
    Surat Ketetapan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1)
    huruf b Undang-Undang KUP; atau
  8. PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan
    Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan
    Surat Tagihan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1)
    huruf c Undang-­Undang KUP.

 

Pasal 4

Ketentuan mengenai permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

BAB III
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Pasal 5

(1) Kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal
3, harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang Pajak yang
diadministrasikan di KPP domisili dan/atau KPP lokasi, sebagaimana
tercantum dalam:

a. Surat
Tagihan Pajak;
b. Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya;
c. Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan, dan Surat Keputusan Keberatan yang tidak diajukan banding,
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, untuk Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya;
d. Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan atas jumlah yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir
hasil pemeriksaan, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak 2008 dan sesudahnya, dalam hal:

1) tidak
diajukan keberatan;
2) diajukan
keberatan tetapi Surat Keputusan Keberatan mengabulkan
sebagian, menolak, atau menambah jumlah pajak terutang dan atas Surat
Keputusan Keberatan tersebut tidak diajukan banding; atau
3) diajukan
keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut diajukan
banding tetapi Putusan Banding mengabulkan sebagian, menambah jumlah
pajak terutang, atau menolak;
e. Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB,
atau Surat Tagihan Pajak PBB;
f. Surat
Keputusan Keberatan untuk PBB yang menyebabkan jumlah pajak yang
masih harus dibayar bertambah tetapi tidak diajukan banding;
g. Putusan
Banding atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak
yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau
h. Surat
Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar bertambah.
(2) Dalam
hal setelah dilakukan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) masih terdapat sisa kelebihan pembayaran pajak, atas permohonan
Wajib Pajak, sisa kelebihan pembayaran pajak tersebut dapat
diperhitungkan dengan pajak yang akan terutang atau dengan Utang Pajak
atas nama Wajib Pajak lain.
Pasal 6

(1) Penghitungan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dituangkan dalam
Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
(2) Bentuk
format Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri
Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri Keuangan ini.
(3) Bagi
Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan dengan mata uang Dollar
Amerika Serikat, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam mata
uang Dollar Amerika Serikat diberikan dalam mata uang rupiah, yang
dihitung menggunakan nilai tukar atau kurs yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan yang berlaku pada saat:

  1. diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf
    c;
  2. diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian
    Pendahuluan Kelebihan Pajak
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d dan huruf e;
  3. diterbitkannya
    Surat Keputusan Keberatan atau diucapkannya Putusan Banding atau
    Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
    huruf h; atau
  4. diterbitkannya surat keputusan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 2 ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k, dan huruf 1.
Pasal 7

(1) Perhitungan
kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ditindaklanjuti dengan kompensasi Utang Pajak,
dan dalam hal tidak ada Utang Pajak, seluruh kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan kepada Wajib Pajak bersangkutan.
(2) Kompensasi
Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui potongan SPMKP dan/atau transfer pembayaran, dan dianggap sah
apabila:

  1. Kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP telah
    mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor
    Penerimaan Potongan (NPP);
  2. Kompensasi Utang Pajak melalui transfer
    pembayaran telah mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN),
    dan Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP).
(3) Kompensasi
Utang Pajak melalui potongan SPMKP sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a dilakukan dalam hal kelebihan pembayaran PPh, PPN,
atau PPnBM, dikompensasikan ke Utang Pajak PPh, PPN, atau PPnBM.
(4) Kompensasi
Utang Pajak melalui transfer pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b dilakukan dalam hal:

  1. kelebihan pembayaran PPh, PPN, atau PPnBM,
    dikompensasikan ke Utang Pajak PBB;
  2. kelebihan pembayaran PBB dikompensasikan ke Utang
    Pajak PPh, PPN, PPnBM, atau PBB.
Pasal 8

(1) Kepala
KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPKPP untuk
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan/atau kompensasi Utang
Pajak.
(2) Bentuk
format SKPKPP adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(3) SKPKPP
dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan sebagai berikut :

  1. lembar ke-l untuk Wajib Pajak;
  2. lembar ke-2 untuk KPPN; dan
  3. lembar ke-3 untuk arsip KPP.
(4) Atas
dasar SKPKPP, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMKP.
(5) Bentuk
format SPMKP adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III
Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(6) SPMKP
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dalam rangkap 4 (empat)
dengan peruntukan sebagai berikut:

  1. lembar ke-l dan lembar ke-2 untuk KPPN;
  2. lembar ke-3 untuk Wajib Pajak; dan 
  3. lembar ke-4 untuk arsip KPP.
(7) SPMKP
dibebankan pada akun pendapatan pajak tahun anggaran berjalan,
yaitu pada akun yang sama dengan akun pada saat diakuinya pendapatan
pajak semula.
(8) SPMKP
beserta SKPKPP disampaikan secara langsung ke KPPN.
(9) Dalam
hal kompensasi Utang Pajak dilakukan melalui potongan SPMKP,
SPMKP beserta SKPKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus dilampiri
dengan surat setoran.
(10) Dalam
hal kompensasi Utang Pajak hanya dilakukan melalui transfer
pembayaran, SPMKP beserta SKPKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
tidak perlu dilampiri dengan surat setoran.
(11) Dalam
hal kompensasi Utang Pajak dilakukan melalui potongan SPMKP dan
transfer pembayaran, SPMKP beserta SKPKPP sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) hanya dilampiri dengan surat setoran untuk kompensasi Utang
Pajak yang akan dilakukan melalui potongan SPMKP.
Pasal 9

(1) Berdasarkan
SPMKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4),
Kepala KPPN atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SP2D dengan
ketentuan:

  1. dalam hal seluruh kelebihan pembayaran pajak
    dikompensasikan ke Utang
    Pajak melalui potongan SPMKP, KPPN menerbitkan SP2D Nihil;
  2. dalam hal kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan
    ke Utang Pajak
    melalui transfer pembayaran, KPPN menerbitkan SP2D dilampiri dengan
    daftar rekening tujuan;
  3. dalam hal kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan
    ke Utang Pajak
    melalui potongan SPMKP dan transfer pembayaran, KPPN terlebih dahulu
    memperhitungkan potongan SPMKP dimaksud dan menerbitkan SP2D dilampiri
    dengan daftar rekening tujuan;
  4. dalam hal masih terdapat sisa kelebihan pembayaran
    pajak yang harus
    dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah dikompensasikan dengan Utang
    Pajak melalui potongan SPMKP atau transfer pembayaran sebagaimana
    dimaksud pada huruf b atau huruf c, KPPN menerbitkan SP2D dilampiri
    dengan daftar rekening tujuan termasuk rekening Wajib Pajak;
  5. dalam hal seluruh kelebihan pembayaran pajak
    dikembalikan kepada Wajib
    Pajak, KPPN menerbitkan SP2D sesuai dengan rekening Wajib Pajak
    bersangkutan.
(2) SP2D
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan
peruntukan sebagai berikut:

  1. lembar ke-1 untuk Bank Operasional I atau Bank
    Operasional III;
  2. lembar ke-2 untuk KPP penerbit SPMKP; dan
  3. lembar ke-3 untuk KPPN.
(3) KPPN
mengesahkan setiap surat setoran yang dilampirkan dalam SPMKP
atas kompensasi melalui potongan SPMKP dengan membubuhkan cap, nama dan
tanda tangan pada kolom penyetor.
(4) Dalam
hal kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Utang Pajak
melalui potongan SPMKP, KPPN menerbitkan Bukti Penerimaan Negara (BPN)
dengan teraan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor
Penerimaan Potongan (NPP) sesuai dengan tanggal SP2D.
(5) Dalam
hal kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Utang Pajak
melalui transfer pembayaran, KPP menyampaikan informasi akan adanya
transfer penerimaan negara dan menyampaikan surat setoran berupa Surat
Setoran Pajak, Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan, dan/atau Surat
Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, ke:

  1. Bank/Pos Persepsi tujuan untuk Surat Setoran Pajak;
  2. Bank/Pos Persepsi tujuan yang sekaligus merangkap
    sebagai Bank
    Operasional III PBB untuk Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan atau
    Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
(6) Bank/Pos
Persepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menerbitkan
Bukti Penerimaan Negara (BPN), Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor
Transaksi Pos (NTP), dan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) atas
dasar transfer sesuai SP2D dari KPPN dan Surat Setoran Pajak, Surat
Setoran Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Setoran Pajak Pajak Bumi
dan Bangunan, yang diterima dari KPP.
(7) KPPN
menyampaikan ke KPP penerbit SPMKP lembar ke-2 SPMKP dan
lembar ke-2 SP2D, dan dalam hal terdapat kelebihan pembayaran pajak
yang dikompensasikan ke Utang Pajak melalui potongan SPMKP disertai
dengan surat setoran yang telah disahkan.
Pasal 10

Lembar Bukti Penerimaan Negara (BPN) untuk Wajib Pajak yang
diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi dan/atau lembar Surat Setoran
Pajak, Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Setoran Pajak
Pajak Bumi dan Bangunan, untuk Wajib Pajak yang telah diterbitkan Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB) atau
Nomor Transaksi Pos (NTP) oleh Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (6) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui KPP
setempat.

Pasal 11

Kepala KPP selaku pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani
SKPKPP dan SPMKP menyampaikan spesimen tanda tangan kepada Kepala KPPN
setiap awal tahun anggaran atau apabila terjadi perubahan pejabat yang
bersangkutan.

BAB IV
JANGKA WAKTU PENGEMBALIAN

Pasal 12

(1) Kelebihan
pembayaran PPh, PPN, dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) setelah diperhitungkan dengan Utang. Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dikembalikan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan terhitung sejak:

  1. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
    sehubungan diterbitkannya
    Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
    ayat (1) huruf a diterima;
  2. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b atau huruf e diterbitkan;
  3. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
    Pajak sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf g
    diterbitkan;
  4. Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 2 ayat (1) huruf h diterbitkan;
  5. Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali
    sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 2 ayat (1) huruf h diterima kantor Direktorat Jenderal
    Pajak yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan
    Peninjauan Kembali;
  6. Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 2 ayat (1) huruf i diterbitkan;
  7. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau
    Surat Keputusan
    Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
    (1) huruf j diterbitkan;
  8. Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak
    atau Surat Keputusan
    Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
    ayat (1) huruf k diterbitkan; atau
  9. Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak atau
    Surat Keputusan
    Pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 2 ayat
    (1) huruf l diterbitkan.
(2) Kelebihan
pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 setelah
diperhitungkan dengan Utang Pajak, dikembalikan dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak:
  
 .

  1. SKKP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a
    diterbitkan;
  2. Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 3 huruf b diterbitkan;
  3. Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali
    sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 3 huruf b diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
    berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali;
  4. Surat Keputusan Pemberian Pengurangan PBB sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 3 huruf c diterbitkan;
  5. Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d diterbitkan:
  6. Surat Keputusan Pembetulan PBB sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 3 huruf e diterbitkan;
  7. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau
    Surat Keputusan
    Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
    huruf f diterbitkan;
  8. Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak
    atau Surat Keputusan
    Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
    huruf g diterbitkan; atau
  9. Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB
    atau Surat
    Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 3 huruf h diterbitkan.
(3) KPP
wajib menyampaikan SPMKP beserta SKPKPP dan/atau Surat Setoran
Pajak, Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Setoran Pajak
Pajak Bumi dan Bangunan, ke KPPN dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. paling lama 2 (dua) hari kerja sebelum jangka
    waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    terlampaui; atau
  2. paling lama 2 (dua) hari kerja sebelum jangka waktu 1
    (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui.
(4) SP2D
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diterbitkan oleh
KPPN sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 14

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, kelebihan pembayaran
PPh, PPN dan/atau PPnBM yang telah diperhitungkan dengan utang PBB dan
belum diselesaikan sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan
ini, diselesaikan dengan cara kompensasi berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangah ini.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Perbendaharaan sesuai
bidang tugas dan kewenangannya masing-masing, baik secara bersama-sama
maupun secara sendiri-sendiri mengatur lebih lanjut ketentuan yang
diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 16

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku:

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2005
    tentang Tata Cara
    Pembayaran Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan;
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.03/2007
    tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 17

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh)
hari sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Januari 2011
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Januari 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ttd.   

PATRIALIS AKBAR
    

BERITA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 35
error: Content is protected