Â
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 130/PMK.03/2009
TENTANG
TATA CARA PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
DI BIDANG PERPAJAKAN UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah
Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara
Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Untuk
Kepentingan Penerimaan Negara;
Â
Mengingat :
- Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16Â Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4999); - Peraturan
Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797); - Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
Â
Â
Â
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHENTIAN PENYIDIKAN
TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA.
Â
Â
Â
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang
selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2009. - Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang
selanjutnya
disebut penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta
menemukan tersangkanya, sepanjang belum dilimpahkan ke pengadilan. - Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus
sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Â
Â
Â
(1) | Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. |
(2) | Penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali dan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan. |
Â
Pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak
dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dihitung
sebesar:
- jumlah kerugian pada pendapatan negara yang tercantum dalam
berkas perkara dalam hal penghentian penyidikan dilakukan setelah
berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum; atau - jumlah kerugian pada pendapatan negara yang dihitung oleh
penyidik atau ahli yang dituangkan dalam laporan kemajuan dalam hal
penghentian penyidikan dilakukan pada saat penyidikan masih berjalan.
Â
Â
(1) | Untuk memperoleh penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Keuangan dengan memberikan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Permohonan berikut tembusannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan pernyataan yang berisi pengakuan bersalah dan kesanggupan melunasi dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
  Â
Â
(1) | Setelah menerima permohonan dari Wajib Pajak, Menteri Keuangan meminta kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penelitian dan memberikan pendapat sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. |
(2) | Dalam rangka menindaklanjuti permintaan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak meminta kepada Wajib Pajak untuk menyerahkan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account sebesar pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali dari pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). |
(3) | Berdasarkan permintaan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan hasil penelitian kepada Menteri Keuangan yang paling sedikit memuat:
|
Â
Â
(1) | Dengan memperhatikan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangannya dapat menyetujui atau menolak permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. |
(2) | Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui permohonan Wajib Pajak, Menteri Keuangan mengajukan surat permintaan kepada Jaksa Agung untuk menghentikan penyidikan. |
(3) | Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan alasan untuk menghentikan penyidikan yang meliputi:
|
(4) | Dalam hal Menteri Keuangan menolak permohonan Wajib Pajak, Menteri Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak. |
Â
Â
Â
(1) | Dalam hal Jaksa Agung menyetujui permintaan Menteri Keuangan untuk menghentikan penyidikan, Menteri Keuangan segera menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memerintahkan Wajib Pajak agar mencairkan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dengan menggunakan surat setoran pajak. |
(2) | Setelah menerima surat setoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan segera menyampaikan pemberitahuan mengenai pelunasan tersebut kepada Jaksa Agung sebagai syarat penghentian penyidikan. |
(3) | Berdasarkan pemberitahuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Jaksa Agung menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) |
(4) | Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Penyidik melalui Menteri Keuangan. |
(5) | Setelah menerima Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penyidik menghentikan kegiatan penyidikan dan memberitahukan kepada tersangka atau keluarganya, dan kepada Penuntut Umum melalui Kepolisian selaku Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil. |
Â
Petunjuk pelaksanaan pembuatan jaminan dalam bentuk escrow account dan
pelunasan pajak berikut sanksi administrasi berupa denda diatur dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Â
Â
Â
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Â
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Â
Â
Â
pada tanggal 18 Agustus 2009
MENTERI KEUANGAN,
ttd.Â
SRI MULYANI INDRAWATI
Â
Â
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Agustus 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
Â
Â
INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 258