Follow Us :

TAX REGULATIONS

Peraturan Dirjen Pajak
No. PER - 49/PJ./2009

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN

 

PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 49/PJ./2009

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007
tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, perlu
menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara
Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;

Mengingat :

  1. Undang-Undang
    Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
    Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
    Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
    16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4999);
  2. Peraturan
    Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
    Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6
    Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
    Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
    dengan Undang-Undang Nomor
    28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
    Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    4797);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007
    tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN
PENYELESAIAN KEBERATAN

BAB I
PROSEDUR PENGAJUAN

Pasal 1

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal
Pajak atas suatu :

  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, kecuali Surat Ketetapan
    Pajak Kurang Bayar berdasarkan Pasal 13A Undang-Undang Nomor 6
    Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
    Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
    dengan Undang-Undang
    Nomor 16 Tahun 2009 yang selanjutnya disebut
    Undang-Undang KUP;
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
  5. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga
    berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pasal 2

(1) Pengajuan
keberatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. mengemukakan
    jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
    dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak
    dengan
    disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
  3. 1 (satu)
    surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak,
    untuk 1 (satu) pemotong pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan
    pajak;
  4. melunasi
    pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah
    disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
  5. diajukan
    dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan
    pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh
    pihak
    ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
    waktu
    tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan
    Wajib
    Pajak (force majeur);dan
  6. ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam
    hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak,
    surat
    keberatan tersebut harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.
(2) Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya berlaku untuk
pengajuan keberatan atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang
berkaitan dengan Surat Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan seterusnya.
Pasal 3

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan dengan menggunakan formulir
surat keberatan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 4

(1) Dalam
hal surat keberatan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, keberataan Wajib Pajak tidak
dipertimbangkan
sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat
Keputusan
Keberatan.
(2) Direktur
Jenderal Pajak harus memberitahukan secara tertulis kepada
Wajib Pajak bahwa surat keberatannya tidak memenuhi
persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.

 

Pasal 5

(1) Sebelum
mengajukan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta keterangan
secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak
atau
penghitungan rugi.
(2) Direktur
Jenderal Pajak harus memberi keterangan secara tertulis yang
diminta oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam
jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
surat permintaan Wajib
Pajak diterima.
(3) Jangka
waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menunda jangka waktu
pengajuan
keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e.
Pasal 6

(1) Surat
keberatan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak
dikukuhkan atau ke
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan dalam
wilayah
Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan:

  1. secara langsung;
  2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat;atau
  3. dengan cara lain.
(2) Penyampaian
surat keberatan dengan cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:

  1. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
    dengan bukti pengiriman surat;atau
  2. e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau
    Application Service Provider (ASP).
(3) Atas
penyampaian surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diberikan tanda bukti penerimaan surat dan Penyampaian surat
keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan
bukti penerimaan elektronik.
(4) Bukti
pengiriman surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dan ayat (2) huruf a atau tanda bukti penerimaan surat serta
bukti penerimaan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan bukti penerimaan surat keberatan.
Pasal 7

Tanggal bukti penerimaan surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 yaitu :

  1. tanggal terima yang tercantum pada bukti penerimaan surat,
    dalam hal surat keberatan disampaikan secara langsung;
  2. tanggal stempel pos yang tercantum pada bukti pengiriman
    surat, dalam hal surat keberatan disampaikan melalui pos;
  3. tanggal pengiriman yang tercantum pada bukti pengiriman
    surat, dalam hal surat keberatan disampaikan melalui
    perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir;atau
  4. tanggal yang tercantum pada bukti penerimaan elektronik,
    dalam hal surat keberatan disampaikan dengan e-Filing melalui
    Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
BAB II
PROSES PENYELESAIAN KEBERATAN

Pasal 8

(1) Untuk
keperluan penyelesaian keberatan, Direktur Jenderal Pajak secara
tertulis dapat :

  1. meminjam
    buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau
    softcopy dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan
    dalam
    Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;dan/atau
  2. meminta
    Wajib Pajak untuk memberikan keterangan dengan menggunakan
    formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan
    Direktur
    Jenderal Pajak ini.
(2) Dalam
hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas suatu pemotongan atau
pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf
e, peminjaman dan/atau permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus meliputi asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak dan
surat
pernyataan bahwa pemotongan atau pemungutan pajak tersebut
belum atau
tidak akan dikreditkan.
(3) Wajib
Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) hari kerja
sejak
tanggal diterimanya surat peminjaman dan/atau permintaan.
(4) Apabila
sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Wajib Pajak belum meminjamkan sebagian atau seluruh buku,
catatan, data
dan informasi dan/atau belum memberikan keterangan yang
diminta,
dilakukan peminjaman dan/atau permintaan kedua paling lama 5 (lima)
hari kerja sejak batas waktu tersebut berakhir.
(5) Wajib
Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan kedua
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja
sejak tanggal diterimanya surat peminjaman dan/atau permintaan
kedua.
(6) Dalam
hal masih diperlukan, Wajib Pajak harus meminjamkan bukti tambahan
dan/atau memberikan penjelasan, dalam jangka waktu sebagaimana
disebut dalam surat peminjaman dan/atau permintaan.
(7) Dalam
hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruhnya peminjaman
dan/atau permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (4), atau ayat (6), keberatan diproses berdasarkan data
yang diperoleh dalam proses penyelesaian keberatan.
Pasal 9

(1) Pembukuan,
catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan
pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian
keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau
keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh
Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
(2) Dalam
hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain
yang belum diminta pada saat proses pemeriksaan tetapi
diperlukan dan diminta oleh Direktur Jenderal Pajak serta
diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses keberatan, pembukuan,
catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diserahkan
oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian
keberatan, sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yang
disengketakan.
(3) Dalam
hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain
yang belum diminta pada saat proses pemeriksaan dan keberatan
tetapi diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses
keberatan, pembukuan, catatan, data, informasi, atau
keterangan lain yang diserahkan oleh Wajib Pajak
tersebut dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan,
sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yang disengketakan.
Pasal 10

(1) Sebelum
menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak harus
meminta Wajib Pajak untuk hadir guna memberikan keterangan
atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan Wajib Pajak
dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini.
(2) Surat
Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilampiri dengan Daftar Hasil Penelitian Keberatan dengan menggunakan
formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
(3) Pemberian
keterangan dan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan
dalam Berita Acara dengan menggunakan formulir sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.
(4) Apabila
Wajib Pajak tidak memanfaatkan kesempatan untuk hadir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1):

  1. dibuat
    Berita Acara ketidakhadiran Wajib Pajak dengan menggunakan formulir
    sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII Peraturan Direktur
    Jenderal
    Pajak ini;dan
  2. proses keberatan tetap dapat diselesaikan.
Pasal 11

(1) Wajib
Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan sepanjang Surat Pemberitahuan
Untuk Hadir belum disampaikan kepada Wajib Pajak.
(2) Yang
dimaksud dengan disampaikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan
Untuk Hadir oleh Wajib Pajak.
(3) Wajib
Pajak yang mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan
permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang
tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b
Undang-Undang KUP.
Pasal 12

Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dalam rangka proses
penyelesaian keberatan, kuasa Wajib Pajak tersebut harus menyerahkan
Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang
KUP.

Pasal 13

(1) Direktur
Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan
Wajib Pajak paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal bukti penerimaan surat keberatan.
(2) Keputusan
atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah
besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
(3) Apabila
jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah terlampaui tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak
memberikan suatu keputusan, Surat Keputusan Keberatan harus diterbitkan
dengan mengabulkan seluruh keberatan yang diajukan Wajib Pajak.
(4) Keputusan
atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
diberikan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan dengan
menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 14

(1) Wajib
Pajak yang mengajukan banding dapat meminta keterangan secara tertulis
kepada Direktur Jenderal Pajak mengenai alasan yang menjadi
dasar untuk mengabulkan sebagian atau menolak permohonan Wajib
Pajak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(2) Atas
permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis
dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal diterimanya surat permintaan Wajib Pajak.
(3) Jangka
waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak menunda jangka waktu pengajuan
banding.
BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 15

Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ.04/2007
tentang Prosedur Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pembetulan
Ketetapan Pajak, Keberatan, Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi, dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang
tidak Benar Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah  dinyatakan tidak berlaku
sepanjang mengenai prosedur pengajuan dan penyelesaian keberatan.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 7 September 2009
DIREKTUR JENDERAL

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 0600044911

error: Content is protected