Follow Us :

TAX REGULATIONS

Peraturan Dirjen Pajak
No. PER - 61/PJ/2009

TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

 

PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 61/PJ/2009

TENTANG

TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

  1. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7
    Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
    36 Tahun 2008 diatur bahwa pemerintah berwenang untuk
    melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka
    penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;
  2. bahwa berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
    antara Pemerintah Indonesia dengan negara lain, antara lain diatur
    mengenai hak pemajakan pemerintah Indonesia atas
    penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau diperoleh Wajib
    Pajak luar negeri dengan ketentuan yang berlaku;
  3. bahwa diperlukan adanya pedoman untuk memberi kepastian
    hukum dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;

Mengingat :

  1. Undang-Undang
    Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
    Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
    16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
    Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
    terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    4893);
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENERAPAN
PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA.

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan :

  1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya
    disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan
    pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan
    pencegahan pengelakan pajak.
  2. Wajib Pajak luar negeri selanjutnya disebut WPLN adalah
    Subjek Pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
    Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali terakhir
    dengan Undang-Undang
    Nomor 36 Tahun 2008, baik orang pribadi maupun badan, yang
    menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia
    atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
    Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
  3. Pemotong/Pemungut Pajak adalah badan pemerintah, subjek
    pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
    perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang diwajibkan untuk
    melakukan pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan yang
    diterima atau diperoleh WPLN sesuai ketentuan yang berlaku.
  4. Surat Keterangan Domisili yang selanjutnya disebut SKD
    adalah formulir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang
    telah diisi dengan lengkap dan telah ditandatangani oleh WPLN, serta
    telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di negara mitra P3B.
  5. Surat Pemberitahuan Masa yang selanjutnya disebut SPT Masa
    adalah Surat Pemberitahuan yang digunakan oleh Pemotong/Pemungut Pajak
    untuk melaporkan penyetoran atas pemotongan atau pemungutan pajak yang
    telah dilakukan untuk suatu masa tertentu sesuai dengan ketentuan yang
    berlaku.
Pasal 2

Pemotong/Pemungut Pajak wajib memotong atau memungut pajak yang
terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008.

Pasal 3

(1) Pemotong/Pemungut
Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam P3B, dalam hal :

  1. Penerima penghasilan bukan SUbjek Pajak dalam negeri
    Indonesia,
  2. Persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan
    yang diatur dalam P3B telah dipenuhi; dan
  3. Tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN
    sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tentang pencegahan penyalahgunaan
    P3B.
(2) Dalam
hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi,
Pemotong/Pemungut Pajak wajib memotong atau memungut pajak yang
terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008.
Pasal 4

(1) Dokumen
SKD yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah formulir sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II (Form – DGT 1) atau Lampiran III (Form –
DGT 2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) Dokumen
SKD yang ditetapkan dalam Lampiran III (Form – DGT 2) Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini digunakan dalam hal :

  1. WPLN menerima atau memperoleh penghasilan melalui
    Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham
    atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di
    Indonesia, selain bunga dan dividen; atau
  2. WPLN bank.
(3) Persyaratan
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b
adalah SKD yang disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak :

  1. menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam
    Lampiran II atau Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  2. telah diisi oleh WPLN dengan lengkap;
  3. telah ditandatangani oleh WPLN;
  4. telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di
    negara mitra P3B, dan
  5. disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan
    penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak.
(4) Kustodian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah pihak yang memberikan
jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta
jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain,
menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening
yang menjadi nasabahnya.
(5) Lembaga
yang namanya disebutkan secara tegas dalam P3B atau yang telah
disepakati oleh pejabat yang berwenang di Indonesia dan di negara mitra
P3B tidak perlu menyampaikan SKD.
Pasal 5

(1) SKD
yang menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II
(Form – DGT 1) yang disampaikan kepada Pemotong/Pemungut Pajak setelah
berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak
terutangnya pajak, tidak dapat dipertimbangkan sebagai dasar penerapan
ketentuan yang diatur dalam P3B.
(2) Formulir
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III (Form – DGT 2) yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) digunakan
sebagai dasar penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B sejak tanggal
SKD tersebut disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang dari negara
mitra P3B dan berlaku selama 12 (dua belas) bulan.
Pasal 6

WPLN dapat menyampaikan permohonan pengembalian kelebihan pajak yang
tidak seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
hal manfaat P3B tidak diberikan akibat persyaratan administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b tidak terpenuhi,
tetapi WPLN menganggap pemotongan atau pemungutan pajak tidak sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.

Pasal 7

Tata cara penerapan P3B oleh Pemotong/Pemungut Pajak ditetapkan dalam
Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 8

(1) Bukti
pemotongan/pemungutan pajak wajib dibuat oleh Pemotong/Pemungut Pajak
sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku.
(2) Dalam
hal terdapat penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN tetapi tidak
terdapat pajak yang dipotong atau dipungut di Indonesia berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam P3B, Pemotong/Pemungut Pajak tetap
diwajibkan untuk membuat bukti pemotongan/pemungutan pajak.
Pajak 9

(1) Pemotong/Pemungut
Pajak wajib menyampaikan fotokopi SKD yang diterima dari WPLN sebagai
lampiran SPT Masa.
(2) Kepala
Kantor Pelayanan Pajak harus melakukan penelitian kebenaran pelaporan
atas jumlah pajak yang dipotong dan melakukan perekaman SKD dan bukti
pemotongan/pemungutan yang dilaporkan oleh Pemotong/Pemungut Pajak.
(3) Kepala
Kantor Pelayanan Pajak harus melakukan penelitian mengenai ada atau
tidaknya bentuk usaha tetap dari WPLN yang berada di Indonesia sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.
(4) Dalam
hal terdapat indikasi bahwa WPLN menjalankan kegiatan atau usaha di
Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan belum terdaftar sebagai Wajib Pajak, Kantor Pelayanan
Pajak memberitahukan Kantor Pelayanan Pajak tempat bentuk usaha tetap
seharusnya terdaftar untuk dikirimi Surat Himbauan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pasal 10

Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka :

  1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996
    tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak
    Berganda (P3B);
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.101/1996
    tanggal 28 Mei 1996 tentang Masa Transisi Penerapan SE-03/PJ.101/1996;

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 11

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1
Januari 2010.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 November 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911

error: Content is protected