Follow Us :

TAX REGULATIONS

Peraturan Menteri Keuangan
No. 16/PMK.03/2010

TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN JAMINAN HARI TUA YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS

 

PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16/PMK.03/2010

TENTANG

TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA

UANG PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA,
DAN JAMINAN HARI TUA YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 
Menimbang:

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah
Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21
atas
Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari
Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang
Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua Yang
Dibayarkan Sekaligus;

Mengingat:

  1. Undang-Undang
    Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
    Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
    49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262),
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
    Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2009
    Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
    36 Tahun 2008
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  3. Peraturan
    Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak
    Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang
    Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang
    Dibayarkan Sekaligus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
    Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5082);
  4. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
MEMUTUSKAN:

     
Menetapkan:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG
MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN JAMINAN HARI TUA YANG
DIBAYARKAN SEKALIGUS.
      

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :

  1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7
    Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
    beberapa kali
    diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 36 Tahun 2008 tentang
    Perubahan Keempat atas Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
    Penghasilan.
  2. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan
    sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam
    bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
    dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak
    Penghasilan.
  3. Pegawai adalah orang pribadi dalam negeri yang menerima
    penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari
    tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.
  4. Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh
    pemberi
    kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai,
    dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa
    kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan
    masa kerja dan uang penggantian hak.
  5. Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat
    pensiun yang
    dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus
    sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun
    oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang
    pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
  6. Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan
    sekaligus
    oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang
    telah mencapai usia pensiun.
  7. Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan
    sekaligus
    oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja kepada orang
    pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau
    keadaan lain yang ditentukan.
  8. Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja adalah badan yang
    ditunjuk
    oleh pemberi kerja untuk mengelola Uang Pesangon yang selanjutnya
    membayarkan Uang Pesangon tersebut kepada Pegawai dari pemberi kerja
    pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja.
  9. Pemotong Pajak adalah pemberi kerja, Pengelola Dana
    Pesangon
    Tenaga Kerja, Dana Pensiun Pemberi Kerja, atau Dana Pensiun Lembaga
    Keuangan, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan
    lain yang membayar Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari
    Tua, dan Jaminan Hari Tua.

      

Pasal 2

(1) Atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari
Tua yang dibayarkan sekaligus, dikenai pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 yang bersifat final.
(2) Penghasilan berupa Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan
Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh
pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
kalender.
(3) Penghasilan berupa Uang
Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Pembayaran
sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh persen) dari manfaat
pensiun yang dibayarkan secara sekaligus pada saat Pegawai sebagai
peserta pensiun atau meninggal dunia;
b. Pembayaran
manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah
tertentu yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang
dibayarkan secara sekaligus;
c. pengalihan
Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana
Pensiun membeli anuitas seumur hidup.
(4) Pajak Penghasilan Pasal 21
yang bersifat final sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), terutang pada saat dilakukan pembayaran Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang
dibayarkan sekaligus.

     

Pasal 3

(1) Tarif Pajak Penghasilan Pasal
21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut:
a. sebesar
0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah);
b. sebesar
5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah);
c. sebesar
15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah);
d. sebesar 25% (dua
puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(2) Tarif Pajak Penghasilan
Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterapkan atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang dibayarkan dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

      

Pasal 4

(1) Tarif Pajak Penghasilan Pasal
21 atas penghasilan berupa Uang
Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan
sebagai berikut:
a. sebesar
0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah);
b. sebesar
5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
(2) Tarif Pajak Penghasilan Pasal
21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberlakukan atas jumlah kumulatif Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari
Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) tahun kalender.
Pasal 5

(1) Dalam hal terdapat bagian
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan
tahun-tahun berikutnya, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan
dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak
Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau
dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang
bersangkutan.
(2) Pajak Penghasilan Pasal 21
yang dipotong sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai
pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.
(3) Dalam hal Pegawai tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, tarif
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan
terhadap Pegawai yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

     

Pasal 6

(1) Dalam hal pemberi kerja
mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus
kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap telah
menerima hak atas Uang Pesangon.
(2) Atas pengalihan Uang Pesangon
kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Kerja melalui pembayaran secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(3) Pajak Penghasilan Pasal 21
yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipotong oleh
pemberi kerja.
(4) Pada saat Pengelola Dana
Pesangon Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) membayar Uang Pesangon kepada Pegawai, tidak dilakukan
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.

      

Pasal 7

(1) Dalam hal pemberi kerja
mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap
atau berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai
dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon.
(2) Atas pengalihan Uang Pesangon
kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Kerja melalui pembayaran secara bertahap atau berkala sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(3) Pada saat Pengelola Dana
Pesangon Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) membayar Uang Pesangon kepada Pegawai, dilakukan
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final oleh
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja.

      

Pasal 8

       

(1) Dalam hal terjadi pengalihan
Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan
asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup,
Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat
Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus.
(2) Atas pengalihan Uang Manfaat
Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa
dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(3) Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga
Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup.
(4) Pada saat perusahaan asuransi
jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) membayar Uang Manfaat Pensiun kepada Pegawai, tidak dilakukan
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.

      

Pasal 9

  

(1) Pemotong Pajak wajib
menghitung, memotong, menyetorkan, dan
melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua untuk
setiap Masa Pajak.
(2) Pajak Penghasilan Pasal 21
yang dipotong oleh Pemotong Pajak untuk
setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
(3) Pemotong Pajak wajib
melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak
Penghasilan Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui
penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar, paling lama 20
(dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
(4) Dalam hal tanggal jatuh tempo
penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan batas akhir pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
(5) Pemotong Pajak wajib
memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan
pajak kepada Pegawai yang berhak menerima Uang Pesangon, Uang Manfaat
Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua.
(6) Kewajiban menghitung,
memotong, menyetorkan, dan melaporkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kewajiban memberikan bukti
pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tetap dilakukan terhadap
Pegawai yang dikenai tarif pemotongan sebesar 0% (nol persen).
(7) Apabila dalam 1 (satu) Masa
Pajak, kepada satu Pegawai dilakukan
lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan, bukti pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6)
dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) Masa Pajak.

    

Pasal 10

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, pengenaan Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun atau Uang
Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua, berlaku
ketentuan sebagai berikut:

  1. Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun atau Uang Manfaat
    Pensiun,
    Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang diperoleh Pegawai
    sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini dan pembayarannya
    dilakukan sejak tanggal 16 November 2009, berlaku ketentuan Peraturan
    Pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 tentang Pemotongan Pajak
    Penghasilan
    Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun,
    dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua;
  2. Tata Cara pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana
    tersebut
    pada angka 1, berlaku Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.03/2001
    tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa
    Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau
    Jaminan Hari Tua;
  3. Saat diperolehnya penghasilan berupa uang pesangon, uang
    tebusan
    pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan
    hari tua sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah pada saat Pegawai
    berhenti bekerja.
Pasal 11

       
Tata cara penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan
berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau
Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dengan menggunakan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1) dan Pasal
5 ayat (1), sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
      

Pasal 12

       
Pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 112/KMK.03/2001
Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun,
dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
      

Pasal 13

       
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 16 November
2009.
       
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
          

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Januari 2010
MENTERI KEUANGAN,
          
 
ttd.
          
 
SRI MULYANI INDRAWATI

          
 
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Januari 2010  
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
        
 
ttd.
        
 
PATRIALIS AKBAR
        
 

BERITA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 33
error: Content is protected