Follow Us :

TAX REGULATIONS

Peraturan Menteri Keuangan
No. 181/PMK.011/2009

TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

 

PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 181/PMK.011/2009

TENTANG

TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
        
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka menuju sistem tarif cukai hasil tembakau
    yang sederhana, perlu kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang
    berkesinambungan;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
    huruf a, dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (5) Undang-Undang Nomor
    11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
    39 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
    tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;

Mengingat :

  1. Undang-Undang
    Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
    39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
    Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
  2. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

  1. Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
  2. Pengusaha Pabrik adalah orang yang mengusahakan pabrik.
  3. Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau
    rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk
    dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang
    digunakan dalam pembuatannya.
  4. Sigaret Kretek Mesin yang selanjutnya disingkat SKM adalah
    sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau
    bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang
    dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter,
    pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan
    pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
  5. Sigaret Putih Mesin yang selanjutnya disebut SPM adalah
    sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih,
    kelembak, atau kemenyan yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan,
    pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran,
    sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian
    menggunakan mesin.
  6. Sigaret Kretek Tangan yang selanjutnya disingkat SKT adalah
    sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau
    bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang
    dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam
    kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai,
    tanpa menggunakan mesin.
  7. Sigaret Kretek Tangan Filter yang selanjutnya disingkat
    SKTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih,
    atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya
    yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan
    filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan
    pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  8. Sigaret Putih Tangan yang selanjutnya disingkat SPT adalah
    sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih,
    kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari
    pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai
    dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  9. Sigaret Putih Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SPTF
    adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih,
    kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari
    pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk
    penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan
    mesin.
  10. Sigaret Kelembak Menyan yang selanjutnya disebut KLM adalah
    sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau
    kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
  11. Cerutu yang selanjutnya disebut CRT adalah hasil tembakau
    yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak,
    dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau untuk dipakai,
    tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan
    dalam pembuatannya.
  12. Rokok Daun atau Klobot yang selanjutnya disebut KLB adalah
    hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot),
    atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa
    mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam
    pembuatannya.
  13. Tembakau Iris yang selanjutnya disebut TIS adalah hasil
    tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai,
    tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan
    dalam pembuatannya.
  14. Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya yang selanjutnya
    disingkat HPTL adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau
    selain yang disebut dalam angka 4 sampai dengan angka 13 yang dibuat
    secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen,
    tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan
    dalam pembuatannya.
  15. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya
    disebut Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor
    Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat
    Jenderal Bea dan Cukai.
  16. Importir Barang Kena Cukai berupa hasil tembakau yang
    selanjutnya disebut Importir adalah orang pribadi atau badan hukum yang
    memasukkan Barang Kena Cukai berupa hasil tembakau ke dalam daerah
    pabean.
  17. Batasan harga jual eceran per batang atau gram adalah
    rentang harga jual eceran per batang atau gram atas masing-masing jenis
    hasil tembakau produksi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau dan
    Importir yang ditetapkan Menteri.
  18. Harga Transaksi Pasar adalah besaran harga transaksi
    penjualan yang terjadi pada tingkat konsumen akhir.
  19. Produksi Pabrik adalah produksi dari masing-masing jenis
    hasil tembakau yang dihitung berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai.
  20. Batasan Jumlah Produksi Pabrik adalah batasan produksi dari
    masing-masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan dokumen
    pemesanan pita cukai, dalam satu tahun takwim sebelum Tahun Anggaran
    berjalan.
  21. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  22. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  23. Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal
    Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan
    tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Cukai.
BAB II
PENGGOLONGAN PENGUSAHA PABRIK

Pasal 2

(1) Pengusaha
Pabrik hasil tembakau dikelompokkan dalam golongan pengusaha
berdasarkan masing-masing jenis dan jumlah produksi hasil tembakau,
sesuai Batasan Jumlah Produksi Pabrik sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Penyesuaian
kenaikan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau wajib
dilakukan oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau pada saat Produksi
Pabrik dalam tahun takwim yang sedang berjalan telah melampaui Batasan
Jumlah Produksi Pabrik yang berlaku bagi golongan Pengusaha Pabrik
hasil tembakau yang bersangkutan.
(3) Dalam
hal hasil produksi dalam satu tahun takwim kurang dari Batasan
Jumlah Produksi Pabrik yang berlaku bagi golongan Pengusaha Pabrik
hasil tembakau, Pengusaha Pabrik hasil tembakau dapat mengajukan
permohonan untuk penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau
kepada Kepala Kantor.
(4) Permohonan
untuk penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan paling lambat bulan Januari
tahun takwim berikutnya sebelum dokumen pemesanan pita cukai pertama
kali diajukan. 
(5) Atas
permohonan untuk penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil
tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Kantor menetapkan
keputusan menerima atau menolak permohonan yang bersangkutan dalam
jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak permohonan
diterima secara lengkap.
(6) Dalam
hal permohonan untuk penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil
tembakau sebagaiman dimaksud pada ayat (3) dikabulkan, Kepala Kantor
menerbitkan keputusan penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil
tembakau.
(7) Dalam
hal permohonan untuk penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil
tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor
memberikan surat dengan menyebutkan alasan penolakan.
(8) Penurunan
Golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) hanya diberikan untuk satu tingkat lebih rendah dari
golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebelumnya. 

  
  

BAB III
TARIF CUKAI

Pasal 3

(1) Tarif
cukai hasil tembakau ditetapkan dengan menggunakan jumlah dalam
rupiah untuk setiap satuan barang atau gram hasil tembakau.
(2) Penetapan
tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan :

  1. golongan pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
    ayat (1); dan
  2. Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram yang
    ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 4

(1) Penetapan
Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram dan tarif
cukai perbatang atau gram setiap jenis hasil tembakau dari
masing-masing golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan
ini.
(2) Untuk
dapat digolongkan dalam penetapan tarif cukai per batang atau
gram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap jenis hasil
tembakau ditentukan berdasarkan jenis, jumlah produksi, dan:

  1. harga
    jual eceran yang tercantum dalam penetapan tarif cukai yang masih
    berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.011/2008
    tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau; 
  2. harga jual eceran yang diberitahukan oleh Pengusaha
    Pabrik hasil tembakau untuk hasil tembakau merek baru; atau
  3. harga jual eceran yang mengalami kenaikan.
Pasal 5

Harga jual eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) harus
dalam kelipatan Rp 25,00 (dua puluh lima rupiah).

Pasal 6

Harga jual eceran merek baru dari Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau
Importir tidak boleh lebih rendah dari harga jual eceran yang masih
berlaku atas merek hasil tembakau yang dimilikinya dalam satuan batang
atau gram untuk jenis hasil tembakau yang sama.

Pasal 7

Tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
masing-masing Pengusaha pabrik hasil tembakau atau Importir ditetapkan
oleh Kepala Kantor dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan
tarif cukai hasil tembakau.

Pasal 8

(1) Penetapan
tarif cukai hasil tembakau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7, dinyatakan tidak berlaku, apabila selama lebih
dari 6
(enam) bulan berturut-turut Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau
Importir yang bersangkutan :

  1. tidak pernah merealisasikan pemesanan pita cukainya
    dengan menggunakan dokumen pemesanan pita cukai; atau
  2. tidak
    pernah merealisasikan ekspor hasil tembakaunya dengan menggunakan
    dokumen pemberitahuan pengeluaran barang kena cukai yang belum dilunasi
    cukainya dari pabrik hasil tembakau untuk tujuan ekspor.
(2) Untuk
dapat menggunakan kembali penetapan tarif cukai hasil tembakau
yang dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1), Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir harus
mengajukan kembali permohonan mengenai penetapan tarif cukai sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Penggunaan
kembali penetapan tarif cukai hasil tembakau yang dinyatakan tidak
berlaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), berlaku ketentuan
sebagai berikut :

  1. tarif cukai hasil tembakau tidak boleh lebih rendah
    dari yang pernah berlaku; dan
  2. harga jual eceran yang diberitahukan
    sekurang-kurangnya sama dengan harga jual eceran yang pernah berlaku.
Pasal 9

(1) Penetapan
kembali tarif cukai hasil tembakau atas suatu merek hasil tembakau yang
pernah ditetapkan namun sudah tidak berlaku, harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut :

  1. hanya dapat diajukan setelah 6 (enam) bulan
    berturut-turut sejak pemesanan pita cukai terakhir;
  2. tarif cukai hasil tembakau atas merek tersebut tidak
    boleh lebih rendah dari penetapan tarif cukai hasil tembakau yang
    terakhir; dan
  3. harga jual eceran yang diberitahukan
    sekurang-kurangnya sama dengan harga jual eceran yang terakhir
    ditetapkan atau diberitahukan.
(2) Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dalam hal
suatu merek hasil tembakau terkait dengan tindak pidana di bidang
cukai, penetapan kembali hanya dapat diajukan setelah 2 (dua) tahun
sejak keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap.
Pasal 10

(1) Dalam
hal Harga Transaksi Pasar telah melampaui Batasan harga jual
eceran per batang atau gram diatasnya, Pengusaha Pabrik hasil tembakau
atau Importir mengajukan penyesuaian tarif cukai.
(2) Dalam
hal Harga Transaksi Pasar atas suatu merek yang penetapan tarif
cukainya berada pada posisi Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau
Gram tertinggi pada masing-masing golongan Pengusaha Pabrik hasil
tembakau telah melampaui 5% (lima persen) dari harga jual
eceran yang
berlaku atau harga yang tercantum dalam pita cukai, Pengusaha Pabrik
hasil tembakau atau Importir wajib mengajukan permohonan penyesuaian
kenaikan harga jual eceran sebagai dasar perhitungan PPN hasil tembakau.
(3) Apabila
berdasarkan hasil pemantauan Pejabat Bea dan Cukai pada wilayah
dan dalam periode pemantaun tertentu kedapatan Harga Transaksi Pasar
telah melampaui Batasan harga jual eceran per batang atau gram
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau telah melampaui 5% (lima
persen) dari harga jual eceran yang berlaku atau harga yang tercantum
dalam pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Cukai
atas nama Direktur Jenderal memberitahukan hal tersebut kepada
Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir yang bersangkutan dengan
surat pemberitahuan.
(4) Apabila
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal
penerimaan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pengusaha Pabrik hasil tembakau, Importir, atau kuasanya tidak
memberikan sanggahan atau mengajukan Permohonan, Direktur Cukai atas
nama Direktur Jenderal memberitahukan hal tersebut kepada Kepala Kantor
untuk melakukan Penetapan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau.

 

Pasal 11

Tarif cukai dan batasan harga jual eceran terendah per batang atau gram
untuk setiap jenis hasil tembakau yang diimpor adalah sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 12

Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir tidak dapat menurunkan
harga jual eceran yang masih berlaku atas merek hasil tembakau yang
dimiliknya.

BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN DAN
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 13

Harga jual eceran per batang atau gram untuk setiap jenis hasil
tembakau untuk tujuan ekspor ditetapkan sama dengan harga jual eceran
per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau dari jenis dan
merek hasil tembakau yang sama, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam
negeri.

Pasal 14

(1) Kepala
Kantor wajib melakukan penagihan atau kekurangan perhitungan
pembayaran cukai dan pungutan negara lainnya, yang pelaksanaan
pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang
terjadi akibat :

  1. kenaikan golongan Pengusaha Pabrik sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2); dan/atau
  2. Penggolongan harga jual eceran per batang atau gram
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
(2) Atas
kekurangan perhitungan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dikenai sanksi administrasi berupa denda.
Pasal 15

Terhadap Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang Produksi Pabrik dalam
tahun takwim 2010 telah melampaui Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang
berlaku bagi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang
bersangkutan, berlaku ketentuan sebagai berikut :

  1. Pengusaha Pabrik hasil tembakau wajib melakukan penyesuaian
    golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau dan melakukan penyesuain tarif
    cukai hasil tembakau;
  2. Penyesuaian tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud
    pada huruf a, mulai berlaku setelah 6 (bulan) sejak tanggal keputusan
    mengenai penyesuaian golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau
    sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan tidak melebihi tahun takwim 2010.
Pasal 16

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini :

  1. Kepala Kantor menetapkan kembali tarif cukai untuk
    masing-masing tarif cukai yang masih berlaku berdasarkan Peraturan
    Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.011/2008
    tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau dan diberlakukan mulai tanggal 1
    Januari 2010, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini;
  2. penetapan tarif cukai oleh kepala Kantor berdasarkan
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.011/2008
    tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau masih berlaku sampai dengan tanggal
    31 Desember 2009.
Pasal 17

lampiran I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Lampiran II
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dan Lampiran III
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan tarif cukai hasil
tembakau diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Pasal 19

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai
berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.011/2008
tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 20

Ketentuan mengenai Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram dan
tarif cukai per batang atau gram sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) dan ketentuan mengenai tarif cukai dan batasan harga jual
eceran terendah per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau
yang diimpor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2010.

Pasal 21

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, menerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 16 November 2009
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 16 November 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
 
ttd.
              
       
PATRIALIS AKBAR
 
               
              
 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 437
error: Content is protected