Follow Us :

TAX REGULATIONS

Peraturan Dirjen Pajak
No. PER - 47/PJ/2009

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

 

PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 47/PJ/2009

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TERHADAP WAJIB PAJAK
YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 202/PMK.03/2007
tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti
Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dan untuk memberikan
arahan kerja, keseragaman, dan kelancaran proses tindakan,
serta
keseragaman penyelenggaraan administrasi Pemeriksaan Bukti Permulaan
tindak pidana di bidang perpajakan, perlu menetapkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemeriksaan
Bukti Permulaan Terhadap Wajib Pajak yang Diduga Melakukan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
  2. Undang-Undang
    Nomor 6 Tahun 1983
    tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah
    terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 16  Tahun 2009 (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
    Nomor 4999);
  3. Undang-Undang
    Nomor 12 Tahun 1985
    tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
    Tahun 1994 (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3569)
  4. Undang-Undang
    Nomor 13 Tahun 1985
    tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985
    Nomor 69, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
  5. Undang-Undang
    Nomor 8 Tahun 1997
    tentang Dokumen Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    1997 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3674);
  6. Undang-Undang
    Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan
    Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana
    telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 19 Tahun 2000
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
    Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3258) dan peraturan-peraturan pelaksanaannya;
  8. Peraturan
    Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara
    Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor
    6 Tahun 1983
    tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
    telah beberapa kali diubah
    terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 28  Tahun 2007 (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
  9. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang
    Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan;
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2007
    tentang
    Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006
    tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal
    Pajak;
  12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007
    tentang Tata Cara Pemeriksaaan Pajak;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TERHADAP WAJIB PAJAK
YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN.

BAB I
UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :

  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang
    selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6
    Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
    Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
    dengan Undang-Undang
    Nomor 16 Tahun 2009.
  2. Informasi yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
    perpajakan yang selanjutnya disebut informasi adalah keterangan baik
    yang disampaikan secara lisan maupun tertulis yang dapat dikembangkan
    dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya bukti permulaan tindak
    pidana di bidang perpajakan.
  3. Data yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
    perpajakan
    yang selanjutnya disebut data adalah kumpulan angka, huruf, kata, atau
    citra yang bentuknya dapat berupa surat, dokumen, buku, atau catatan
    baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik yang dapat
    dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya bukti
    permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, yang menjadi dasar
    pelaporan yang belum dianalisis.
  4. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang
    atau
    institusi karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepada
    pejabat yang berwenang tentang telah, atau sedang, atau diduga akan
    terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan.
  5. Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh
    pihak
    yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak
    menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan di
    bidang perpajakan.
  6. Kuasa Wajib Pajak adalah seseorang yang memenuhi
    persyaratan
    tertentu untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan
    tertentu dari Wajib Pajak yang memberikan kuasa.
  7. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti
    berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk
    adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana
    di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat
    menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
  8. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang
    dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
    dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
  9. Pemeriksaan Ulang melalui Pemeriksaan Bukti Permulaan
    adalah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak
    untuk jenis pajak dan Masa Pajak/Tahun Pajak yang telah diperiksa pada
    pemeriksaan sebelumnya karena adanya indikasi tindak pidana di bidang
    perpajakan.
  10. Pemeriksa Bukti Permulaan adalah :
    1. Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal
      Pajak
      atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang
      diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan
      Pemeriksaan Bukti Permulaan; atau
    2. Pegawai Negeri Sipil pada unit pemeriksa internal di
      lingkungan
      Departemen Keuangan yang diberi tugas oleh Menteri Keuangan untuk
      melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      43A ayat (2) undang-Undang KUP.
  11. Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah
    Direktorat
    Intelijen dan Penyidikan dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
  12. Tanda Pengenal Pemeriksa Bukti Permulaan adalah tanda
    pengenal
    yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang merupakan bukti
    bahwa orang yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal tersebut
    sebagai Pemeriksa Bukti Permulaan.
  13. Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah surat
    perintah
    untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka mendapatkan Bukti Permulaan.
  14. Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas segel dalam
    rangka
    Pemeriksaan Bukti Permulaan pada tempat atau ruangan tertentu serta
    barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut
    diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku catatan,
    dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda
    lain, yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan
    bebas, atau sumber penghasilan Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan
    Bukti Permulaan.
  15. Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah catatan
    secara
    rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Bukti Permulaan mengenai
    prosedur Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ditempuh, data, keterangan,
    dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan
    yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
  16. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan
    adalah
    surat yang berisi tentang hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan yang
    meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi,
    perhitungan sementara jumlah pokok pajak, dan pemberian hak kepada
    Wajib Pajak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Bukti
    Permulaan.
  17. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan (Closing
    Conference) adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksaan Bukti
    Permulaan atas temuan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang hasilnya
    dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Bukti
    Permulaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi
    baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui.
  18. Tim Pembahas adalah tim yang dibentuk oleh Direktur
    Jenderal
    Pajak yang bertugas untuk membahas perbedaan antara pendapat Wajib
    Pajak dan Pemeriksa Bukti Permulaan pada saat dilakukan Pembahasan
    Akhir Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
  19. Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah laporan yang
    disusun
    oleh Pemeriksa Bukti Permulaan yang berisi pengungkapan ada atau
    tidaknya Bukti Permulaan.
  20. Bahan Bukti adalah benda berupa buku termasuk hasil
    pengolahan
    data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program
    aplikasi on-line, catatan, dokumen, keterangan dan/atau benda lainnya
    yang menjadi dasar, sarana dan/atau hasil pembukuan, pencatatan, atau
    pembuatan dokumen termasuk dokumen perpajakan yang berhubungan langsung
    maupun tidak langsung dengan usaha atau pekerjaan Wajib Pajak atau
    orang lain yang diduga melakukan tindak pidana dibidang perpajakan.
  21. Tersangka adalah setiap orang yang karena perbuatannya atau
    keadaannya, berdasarkan Bukti Permulaan patut diduga sebagai pelaku
    tindak pidana di bidang perpajakan.
  22. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan tentang
    suatu
    perkara pidana dibidang perpajakan yang ia dengar sendiri, ia lihat
    sendiri, dan/atau ia alami sendiri.
  23. Laporan Kejadian adalah laporan yang memuat informasi
    mengenai terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan.

BAB II
USUL PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Pasal 2

(1) Usul melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan
dilakukan oleh :

  1. Sub Direktorat Intelijen Perpajakan berdasarkan
    Laporan
    Kegiatan Intelijen yang terdapat indikasi tindak pidana di bidang
    perpajakan;
  2. Sub Direktorat Rekayasa Keuangan berdasarkan
    pengembangan dan analisis Informasi, Data, Laporan, atau Pengaduan
    (IDLP);
  3. Sub Direktorat Pemeriksaan Bukti Permulaan
    berdasarkan pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
  4. Sub Direktorat Penyidikan berdasarkan pengembangan
    Penyidikan; dan
  5. Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan
    Pajak
    berdasarkan pengembangan dan analisis Informasi, Data, Laporan, atau
    Pengaduan (IDLP), pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau
    pengembangan Penyidikan.
(2) Usul
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
d disampaikan kepada Direktur Intelijen dan Penyidikan.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
(4) Dalam
hal usul Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan melalui Pemeriksaan
ulang, usul diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur
Intelijen dan Penyidikan.
(5) Usul Melakukan Pemeriksaaan Bukti Permulaan
dapat dibuat dalam satu usulan yang meliputi beberapa tahun/masa pajak.
BAB III
INSTRUKSI PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Pasal 3

(1) Instruksi
Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan berdasarkan usul
Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Instruksi Pemeriksaan Bukti Permulaan
diterbitkan oleh :

  1. Direktur Jenderal Pajak dalam hal usul Pemeriksaan
    Bukti
    Permulaan ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 2 ayat (4).
  2. Direktur Intelijen dan Penyidikan dalam hal usul
    Pemeriksaan Bukti Permulaan ditujukan kepada Direktur Intelijen dan
    Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2); atau
  3. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam
    hal
    usul Pemeriksaan Bukti Permulaan ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah
    Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
(3) Instruksi
Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
ditujukan kepada Direktur Intelijen dan Penyidikan atau kepada Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
(4) Intruksi
Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
ditujukan kepada Kepala Sub Direktorat Pemeriksaan Bukti Permulaan
Direktorat Intelijen dan Penyidikan atau Kepada Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Instruksi
Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
ditujukan kepada Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan
Pajak Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang bersangkutan.
(6) Instruksi Melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan
dapat dibuat dalam satu instruksi yang meliputi beberapa tahun/masa
pajak.
BAB IV
SURAT PERINTAH PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Pasal 4

(1) Surat
Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan berdasarkan Instruksi
Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Setiap
Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan untuk satu atau
beberapa atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa
Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau
untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu
Wajib Pajak.
(3) Dalam
hal Pemeriksa Bukti Permulaan perlu diganti, Kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak perlu memperbaharui Surat Perintah
Pemeriksaan Bukti Permulaan tetapi cukup menerbitkan Surat Tugas
Pemeriksaan Bukti Permulaan, sepanjang pelaksanaan Pemeriksaan Bukti
Permulaan masih dilanjutkan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti
Permulaan yang sama.
(4) Dalam
hal terjadi penggantian sebagian Pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Bukti Permulaan yang digantikan wajib
menyerahkan pekerjaannya berikut dokumen-dokumen Wajib pajak yang ada
padanya kepada atasannya disertai dengan Berita Acara Penyerahan.
(5) Dalam
hal terjadi penggantian semua Pemeriksa Bukti Permulaan secara
bersamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Tim Pemeriksa bukti
Permulaan yang digantikan wajib menyerahkan pekerjannya berikut
dokumen-dokumen Wajib Pajak kepada atasannya atau Tim Pemeriksa Bukti
Permulaan baru disertai dengan Berita Acara Penyerahan dan membuat
Laporan Kemajuan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(6) Dalam
hal Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan berganti maka Unit
Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan yang lama membuat Laporan Sumier
dan selanjutnya Pemeriksaan Bukti Permulaan dialihkan ke Unit Pelaksana
Pemeriksaan Bukti Permulaan yang baru.
(7) Unit
Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan yang baru sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) wajib menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti
Permulaan baru.
(8) Surat
Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau Surat Perintah
Pemeriksaan Bukti Permulaan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
harus disampaikan kepada Wajib Pajak.
BAB V
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Pasal 5

(1) Pemeriksa
Bukti Permulaan harus dilengkapi dengan Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa
Bukti Permulaan dan wajib memperlihatkannya kepada Wajib Pajak pada
saat pemeriksaan pertama.
(2) Tim
Pemeriksa Bukti Permulaan wajib memberitahukan kepada Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menyampaikan Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan paling lambat 7 (tujuh) hari
sejak Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima oleh Tim
Pemeriksa Bukti Permulaan.
(3) Tim
Pemeriksa Bukti Permulaan wajib meminjam dan mengamankan berkas-berkas
Wajib Pajak yang diperlukan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ada
di Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(4) Tim
Pemeriksa Bukti Permulaan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada Wajib Pajak paling lambat 14 (empat
belas) hari sejak Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima
Tim Pemeriksa Bukti Permulaan dan sejak tanggal itu Pemeriksaan Bukti
Permulaan dimulai.
(5) Semua
dokumen, catatan, pembukuan, dan data elektronik yang berkaitan dengan
Pemeriksaan Bukti Permulaan baik yang dikuasai Wajib Pajak ataupun
pihak ketiga wajib dipinjam dan diamankan oleh Tim Pemeriksa Bukti
Permulaan.
(6) Dalam
hal Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak menolak untuk dilakukan
Pemeriksaan Bukti Permulaan, Tim Pemeriksa Bukti Permulaan wajib
membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan disaksikan 2 (dua) orang
saksi yang netral, antara lain Ketua RT, Ketua RW, atau Polisi
(7) Dalam
hal Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak menolak untuk menandatangani
Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Tim Pemeriksa Bukti
Permulaan Wajib membuat Berita Acara Penolakan menandatangani Berita
Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan disaksikan 2 (dua)orang
saksi yang netral, antara lain Ketua RT, Ketua RW, atau Polisi.
Pasal 6

(1) Pemeriksaan
Bukti Permulaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal pajak,
tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal
Wajib Pajak, atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa
Bukti Permulaan.
(2) Pemeriksaan
Bukti Permulaan di tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pada jam kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Direktorat
Jenderal Pajak, dan dalam hal dipandang perlu dapat dilanjutkan di luar
jam kerja.
Pasal 7

(1) Dalam hal Wajib Pajak
tidak ada di tempat pada saat pertama kali Tim Pemeriksa Bukti
Permulaan melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksaan Bukti
Permulaan tetap dapat dilaksanakan sepanjang ada pihak yang dapat
mewakili Wajib Pajak.
(2) Apabila Pemeriksaan Bukti Permulaan dilanjutkan
pada hari berikutnya, Tim Pemeriksa Bukti Permulaan dalam hal dipandang
perlu harus mengambil langkah pengamanan dengan melakukan penyegelan
dan membuat Berita Acara Penyegelan terhadap tempat yang diduga sebagai
penyimpanan dokumen namun belum sempat dilakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan.
(3) Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilanjutkan
pada hari berikutnya dengan pembukaan segel dan membuat Berita Acara
Pembukaan Segel.
(4) Dalam hal ditemukan bukti-bukti perusakan segel
yang dimaksud pada ayat (2), Tim Pemeriksa Bukti Permulaan harus
melaporkan kepada Polisi.
Pasal 8

Penyegelan dilakukan dalam hal :

  1. Wajib Pajak atau kuasanya tidak memberi kesempatan kepada
    Pemeriksa Bukti Permulaan untuk memasuki tempat atau ruang serta barang
    bergerak dan/atau tidak bergerak, yang diduga atau patut diduga
    digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk hasil
    pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
    secara program aplikasi on-line yang dapat memberi petunjuk tentang
    kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak;
  2. Wajib Pajak atau kuasanya menolak memberi bantuan guna
    kelancaran Pemeriksaan Bukti Permulaan yang antara lain berupa tidak
    memberi kesempatan kepada Pemeriksa Bukti Permulaan untuk mengakses
    data yang dikelola secara elektronik atau membuka barang bergerak
    dan/atau tidak bergerak;
  3. Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan tidak
    ada pihak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang
    mewakili Wajib Pajak, sehingga diperlukan upaya pengamanan Pemeriksaan
    Bukti Permulaan sebelum Pemeriksaan Bukti Permulaan ditunda; atau
  4. Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan
    Pegawai Wajib Pajak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku
    yang mewakili Wajib Pajak menolak memberi bantuan guna kelancaran
    Pemeriksaan Bukti Permulaan.
BAB VI
TATA CARA PEMINJAMAN /PEROLEHAN BAHAN BUKTI

Pasal 9

(1) Buku-buku,
catatan-catatan, dan dokumen-dokumen termasuk hasil pengolahan data
dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program
aplikasi on-line,
catatan, dokumen, keterangan dan/atau benda lainnya yang menjadi dasar,
sarana dan/atau hasil pembukuan, pencatatan, atau pembuatan dokumen
termasuk dokumen perpajakan yang berhubungan langsung maupun tidak
langsung dengan pekerjaan, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak,
atau objek yang yang terutang pajak yang diperlukan dan ditemukan pada
saat pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan di tempat Wajib Pajak
dipinjam/diperoleh pada saat itu juga dan Pemeriksa Bukti Permulaan
membuat Tanda Bukti Peminjaman Buku, Catatan, Dokumen, dan Lain-lain
Kepada Wajib Pajak. 
(2) Atas
sebagian atau seluruh bahan bukti yang belum dipinjam/diperoleh pada
saat pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pemeriksa Bukti Permulaan dapat membuat Surat Permintaan
Peminjaman/Perolehan Bahan Bukti dan/atau mencari Bahan Bukti di tempat
Wajib Pajak atau di tempat lain.
(3) Bahan
Bukti
yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diserahkan kepada
Pemeriksa Bukti Permulaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak
Surat  Permintaan Peminjaman Bahan Bukti diterima oleh Wajib
Pajak.
(4) Apabila
Wajib Pajak tidak memenuhi jangka waktu yang dimaksud pada ayat (3),
Pemeriksa Bukti Permulaan harus mengirim Surat Peringatan I, dan
apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari Surat Peringatan I tidak
dipenuhi, Surat Peringatan II segera diterbitkan.
(5) Terhadap
setiap penyerahan Bahan Bukti dari Wajib Pajak berkaitan dengan
pemenuhan Surat Permintaan Peminjaman/Perolehan Bahan Bukti sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), baik yang diserahkan sebagian maupun
seluruhnya,
Pemeriksa harus membuat Bukti Peminjaman/Perolehan Bahan Bukti.
(6) Dalam
hal data hasil pengolahan elektronik disimpan dalam media disket, compact disk, tape
backup, hard disk,
atau media penyimpanan lainnya yang tidak dapat diperiksa karena
kendala teknis, Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta bantuan Tenaga
Ahli untuk melakukan pengubahan media atau pengubahan teknis lainnya
sehingga data dimaksud dapat diperiksa, dengan menggunakan Surat
Permintaan Bantuan Tenaga Ahli.
(7) Dalam
hal
untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik
memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Bukti
Permulaan:

  1. dapat meminta bantuan kepada Wajib Pajak untuk
    menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak; atau
  2. meminta bantuan dari seorang atau lebih yang memiliki
    keahlian tertentu yang bukan merupakan Pemeriksa Bukti Permulaan, baik
    yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari
    instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh
    Direktur Jenderal Pajak dengan menggunakan Surat
    Permintaan Bantuan Tenaga Ahli.
BAB VII
PERMINTAAN KETERANGAN

Pasal 10

(1) Pemeriksa
Bukti Permulaan harus memanggil para calon tersangka, calon saksi,
dan/atau pihak-pihak lain yang berkaitan untuk memperoleh keterangan
yang diperlukan melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti
Permulaan.
(2) Pemanggilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengirimkan Surat
Panggilan I.
(3) Keterangan
yang diperoleh dari calon tersangka, calon saksi, dan/atau pihak-pihak
lain yang berkaitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dituangkan
dalam bentuk Berita Acara Permintaan Keterangan.
(4) Dalam
hal
para calon tersangka, calon saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang
dipanggil dengan Surat Panggilan I tidak hadir, Pemeriksa Bukti
Permulaan mengirimkan Surat Panggilan II dalam jangka waktu 3 (tiga)
hari setelah Surat Pemanggilan I.
(5) Dalam
hal
para calon tersangka, calon saksi, dan/atau pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) yang dipanggil dengan Surat Panggilan II tidak
hadir, Pemeriksa Bukti Permulaan melakukan upaya lain sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
BAB VIII
JANGKA WAKTU PENYELESAIAN
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Pasal 11

(1) Pemeriksaan
Bukti Permulaan harus diselesaikan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan
sejak Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima oleh Wajib
Pajak.
(2) Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi,
Pemeriksa Bukti Permulaan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum jatuh
tempo wajib menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu
penyelesaian kepada penerbit Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(3) Setiap
permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian Pemeriksaan Bukti
Permulaan wajib dilampiri dengan Laporan Kemajuan Pemeriksaan Bukti
Permulaan.
(4) Berdasarkan
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan Bukti Permulaan penerbit Surat Perintah Pemeriksa Bukti
Permulaan wajib memutuskan permohonan yang dimaksud dalam jangka waktu
3 (tiga) hari sejak permohonan diterima.
(5) Perpanjangan
jangka waktu penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan yang pertama
paling lama dapat diberikan untuk 2 (dua) bulan dan yang kedua kali
paling
lama dapat diberikan untuk 2 (dua) bulan.
BAB IX
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN

Pasal 12

(1) Hasil
Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan
Bukti Permulaan.
(2) Laporan
Pemeriksaan Bukti Permulaan antara lain harus mencantumkan hal-hal
sebagai berikut:

  1. Instruksi Pemeriksaan Bukti Permulaan;
  2. Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan;
  3. Surat Tugas;
  4. identitas Wajib Pajak;
  5. pemenuhan kewajiban perpajakan Tahun Pajak yang
    diperiksa;
  6. alasan dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan (bukti
    awal);
  7. tempat dan waktu kejadian;
  8. pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak;
  9. data/informasi yang tersedia dari Kantor Pelayanan
    Pajak;
  10. daftar buku dan dokumen yang dipinjam; dan
  11. hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan, termasuk:

    1) modus
    operandi;
    2) calon
    tersangka;
    3) calon
    saksi;
    4) kerugian
    negara;
    5) pasal-pasal
    yang dilanggar;
    6) bahan
    bukti yang diperoleh; dan
    7) kesimpulan
    dan usul.
BAB X
TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Pasal 13

(1) Konsep
Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kepada Direktur
Intelijen dan Penyidikan dalam hal instruksi Pemeriksaan Bukti
Permulaan diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau Direktur
Intelijen dan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
huruf a dan b untuk ditelaah.
(2) Konsep
Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kepada Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang menerbitkan instruksi
Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
huruf c untuk ditelaah.
(3) Setelah
konsep Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima, selanjutnya
Pejabat yang bersangkutan membuat resume atas konsep Laporan
Pemeriksaan Bukti Permulaan dan menjadwalkan pemaparan dengan Tim
Pemeriksa Bukti Permulaan dihadapan Tim Penelaah.
(4) Tim
Penelaah agar dibentuk dengan Surat Keputusan Kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan Bukti Permulaan yang bersangkutan, dengan jumlah anggota
minimal 3 (tiga) orang, yang berasal dari sub direktorat/bidang yang
menangani Pemeriksaan Bukti Permulaan dan sub direktorat/bidang lainnya.
(5) Tugas
Tim
Penelaah adalah mereview dan membahas konsep Laporan Pemeriksaan Bukti
Permulaan dengan Tim Pemeriksa Bukti Permulaan.
(6) Hasil
penelaahan sebagaimana dimaksud ayat (5) dituangkan dalam bentuk Berita
Acara Penelaahan yang digunakan sebagai dasar penentuan tindak lanjut
Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan
Bukti Permulaan.
(7) Tindak
lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dapat berupa:

  1. usul penyidikan; atau
  2. tindakan lainnya, berupa:

    1) penerbitan
    surat ketetapan pajak dalam hal Wajib Pajak melakukan perbuatan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP;
    2) penerbitan
    surat ketetapan pajak dalam hal Wajib Pajak badan tidak memenuhi
    ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan ayat (3a)
    Undang-Undang KUP, tetapi tidak ditemukan Bukti Permulaan bahwa Wajib
    Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; 
    3) pembuatan
    laporan kepada pihak lain yang berwenang apabila ditemukan Bukti
    Permulaan yang mengandung adanya unsur tindak pidana selain di bidang
    perpajakan;
    4) pembuatan
    laporan sumir apabila Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran
    perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang
    KUP; atau
    5) pembuatan
    laporan sumir apabila tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana di
    bidang perpajakan, Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti
    Permulaan tidak ditemukan, Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan
    Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia;
Pasal 14

(1) Dalam
hal
keputusan tindak lanjut yang diambil berupa penyidikan, Direktur
Intelijen dan Penyidikan membuat usulan kepada Direktur Jenderal Pajak
untuk diterbitkan instruksi penyidikan.
(2) Usulan
penyidikan dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Intelijen
dan Penyidikan.
(3) Usulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan konsep Laporan
Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Berita Acara Penelaahan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 13 ayat (6) untuk dilakukan penelaahan oleh Tim
Penelaah Penyidikan Direktorat Intelijen dan Penyidikan sebelum
dibuatkan usulan kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(4) Dalam
hal usul penyidikan disetujui, Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan
segera ditutup dan dibuatkan Laporan Kejadian
Pasal 15

(1) Dalam
hal
keputusan tindak lanjut yang diambil berupa penerbitan surat ketetapan
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a angka (1) Peraturan
Menteri Keuangan 202/PMK.03/2007
tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti
Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, Pemeriksa Bukti Permulaan
menindaklanjuti Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut dengan membuat
Nota Perhitungan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP.
(2) Dalam
hal
keputusan tindak lanjut yang diambil berupa penerbitan surat ketetapan
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a angka (2) Peraturan
Menteri Keuangan 202/PMK.03/2007
tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti
Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, Pemeriksa Bukti Permulaan
menindaklanjuti hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan Pasal
14 sampai dengan Pasal 22 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-19/PJ./2008
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan.
(3) Dalam
hal
berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan ditemukan Bukti Permulaan
yang mengandung adanya unsur tindak pidana selain di bidang perpajakan,
Pemeriksa Bukti Permulaan melaporkan kepada Kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk ditelaah lebih lanjut, dan dalam hal
terdapat cukup bukti adanya tindak pidana lain maka Kepala Unit
Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan meneruskan laporan ini kepada
pihak lain yang berwenang dan Pemeriksaan Bukti Permulaan atas tindak
pidana perpajakannya tetap dilanjutkan.
(4) Dalam
hal
Wajib Pajak menggunakan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP dan hasil
penelahaan Tim Penelaah menyatakan bahwa pengungkapan ketidakbenaran
perbuatan Wajib Pajak telah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam
Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP serta telah mendapat persetujuan
dari Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksa Bukti
Permulaan menghentikan Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan membuat
laporan sumir.
(5) Dalam
hal
keputusan tindak lanjut yang diambil berupa pembuatan laporan sumir
karena di dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak ditemukan adanya
indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, namun terdapat pajak yang
terhutang maka Pemeriksa Bukti Permulaan membuat risalah temuan kepada
Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib Pajak terdaftar.
(6) Dalam
hal
keputusan tindak lanjut yang diambil berupa pembuatan laporan sumir
karena Wajib Pajak tidak ditemukan, Pemeriksa Bukti Permulaan membuat
laporan sumir dengan catatan apabila di kemudian hari Wajib Pajak
ditemukan maka Pemeriksaan Bukti Permulaan dibuka kembali.
(7) Dalam
hal
keputusan tindak lanjut yang diambil berupa pembuatan laporan sumir
karena Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia, namun terdapat pajak
yang terutang maka Pemeriksa Bukti Permulaan membuat laporan sumir dan
mengirimkan risalah temuan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar.
(8) Risalah
temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) merupakan
keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan
Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007.
Pasal 16

Dalam hal keputusan tindak lanjut yang diambil berupa pembuatan laporan
sumir karena di dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak ditemukan
adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, namun terdapat
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17B ayat (4) Undang-Undang KUP, Pemeriksa Bukti Permulaan
mengirimkan laporan sumir kepada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.

Pasal 17

Dalam hal hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan ditemukan adanya aparat
pajak yang terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh Wajib Pajak,
Pemeriksa Bukti Permulaan wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal
Pajak berupa Laporan Keterlibatan Aparat Pajak untuk ditindaklanjuti
dan Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak diteruskan
sebagaimana ketentuan yang berlaku.

BAB XI
PENGEMBALIAN BUKU, CATATAN, DAN DOKUMEN

Pasal 18

(1) Dalam
hal
Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan tindakan penyidikan,
Bahan Bukti yang diperoleh atau ditemukan dalam Pemeriksaan Bukti
Permulaan yang menimbulkan dugaan kuat tentang terjadinya tindak pidana
di bidang perpajakan dan/atau tindak pidana umum yang dilakukan oleh
Wajib Pajak yang sedang diperiksa dan/atau oleh pihak lain yang
berkaitan dengan Wajib Pajak harus disimpan oleh Pemeriksa Bukti
Permulaan untuk kepentingan penyidikan.
(2) Dalam
hal
Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak dilanjutkan ke tindakan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat
(5), dan ayat (7) maka buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen
lainnya yang dipinjam oleh Pemeriksa Bukti Permulaan berdasarkan Bukti
Peminjaman, termasuk dokumen yang disimpan di media penyimpanan
elektronik milik Wajib Pajak harus dikembalikan kepada Wajib Pajak
dengan menggunakan Bukti Pengembalian paling lambat 14 (empat belas)
hari setelah tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 19

Dalam hal dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan ditemukan adanya indikasi
tindak
pidana di bidang perpajakan yang:

1) dilakukan
oleh Wajib Pajak terperiksa dalam Tahun Pajak yang berbeda dengan Tahun
Pajak yang sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksa
Bukti Permulaan segera mengusulkan perluasan Pemeriksaan Bukti
Permulaan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan
penerbit instruksi Pemeriksaan Bukti Permulaan.
2) dilakukan
oleh Wajib Pajak lainnya, di mana Wajib Pajak tersebut terdaftar di
Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak yang sama, Pemeriksa Bukti Permulaan membuat laporan kepada
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak untuk ditindak lanjuti.
3) dilakukan
oleh Wajib Pajak lainnya, di mana Wajib Pajak tersebut terdaftar di
Kantor Pelayanan Pajak di luar lingkungan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajaknya, Pemeriksa Bukti Permulaan membuat laporan kepada
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajaknya untuk
ditindaklanjuti
kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak terkait.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 20

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku :

  1. Tahapan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebelum tanggal
    berlakunya
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, mengacu pada Keputusan Direktur
    Jenderal Pajak Nomor KEP-272/PJ/2002
    tentang Petunjuk Pelaksanaan
    Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Penyidikan Tindak Pidana
    di Bidang Perpajakan.
  2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-272/PJ/2002
    tentang
    Petunjuk Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan
    Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang berkaitan dengan
    Pemeriksaan Bukti Permulaan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd,

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911

error: Content is protected