Follow Us :

TAX REGULATIONS

Peraturan Dirjen Pajak
No. PER - 37/PJ/2009

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-27/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK KE KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR ORANG PRIBADI

 

PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 37/PJ/2009

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-27/PJ/2009
TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK
DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA PEMINDAHAN WAJIB
PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK KE KANTOR PELAYANAN PAJAK
WAJIB PAJAK BESAR ORANG PRIBADI

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

  1. bahwa sehubungan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
    Nomor PER-27/PJ/2009
    terdapat kesalahan tulis pada batang tubuh dan lampirannya, maka perlu
    dilakukan ralat atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut;
  2. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan dan memberikan
    kepastian hukum kepada Wajib Pajak terkait dengan pemindahan Wajib
    Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib
    Pajak Besar Orang Pribadi, maka perlu menyempurnakan beberapa ketentuan
    dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2009;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
    huruf a dan huruf b di atas, perlu menetapkan Peraturan Direktur
    Jenderal Pajak tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak
    Nomor PER-27/PJ/2009
    tentang Tata Cara Penatausahaan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena
    Pajak Dalam Rangka Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak
    ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi;

Mengingat :

  1. Undang-Undang
    Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
    Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
    16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
    Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
    terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  3. Undang-Undang
    Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
    Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
    dengan Undang-Undang
    Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
  4. Undang-Undang
    Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
    Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994
    Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
  5. Undang-Undang
    Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3313);
  6. Undang-Undang
    Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat
    Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah
    dengan Undang-Undang
    Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
  7. Undang-Undang
    Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
    Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana
    yang telah diubah dengan Undang-Undang
    Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007
    tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008
    tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi,
    Pengurangan, atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan
    Pajak yang Tidak Benar, dan Pembatalan Hasil Pemeriksaan;
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009
    tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal
    Pajak;
  11. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001
    tentang Jangka Waktu dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara
    Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan
    dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana telah diubah
    dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2007;
  12. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ/2006
    tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara
    Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar;
  13. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2008
    tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
    Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib
    Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak;
  14. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2008
    tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian
    Pemberitahuan Perpanjangan SPT secara Elektronik (e-filing)
    melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP);
  15. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008
    tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan
    Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
    Mewah;
  16. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2009
    tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dalam Bentuk
    Elektronik;
  17. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2009
    tentang Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang Bagi Pengusaha Kena
    Pajak yang Dikukuhkan pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar
    atau Kantor Pelayanan Pajak Madya sebagaimana telah diubah dengan
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-36/PJ/2009;
  18. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2009
    tentang Tata Cara Penatausahaan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena
    Pajak Dalam Rangka Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak
    ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi;
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-27/PJ/2009
TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA
PAJAK DALAM RANGKA PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK
KE KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR ORANG PRIBADI.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2009
tentang Tata Cara Penatausahaan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena
Pajak Dalam Rangka Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak
ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi diubah dan
diralat sebagai berikut:

1. Ketentuan
Pasal 1 diubah menjadi berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang perpajakan adalah semua undang-undang
    yang mengatur tentang ketentuan formal dan material perpajakan.
  2. Kantor
    Pelayanan Pajak Lama, yang selanjutnya disebut KPP Lama, adalah Kantor
    Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar sebelum Wajib Pajak
    terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.
  3. Kantor
    Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi yang selanjutnya
    disebut KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi adalah Kantor Pelayanan
    Pajak di bawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib
    Pajak
    Besar yang lokasi dan wilayah kerjanya diatur dengan Peraturan Menteri
    Keuangan.
  4. Kantor Wilayah Lama, yang selanjutnya disebut Kanwil
    Lama,
    adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang
    membawahi KPP Lama.
  5. Wajib Pajak adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang
    terdaftar dan melaporkan usahanya di KPP Wajib Pajak Besar Orang
    Pribadi.
  6. Pengusaha Kena Pajak adalah Wajib Pajak yang
    dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Wajib Pajak Besar Orang
    Pribadi.
  7. Wajib
    Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi
    yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha yang berbeda dengan
    alamat tempat tinggalnya.
  8. Saat Mulai Terdaftar (SMT) adalah tanggal
    saat Wajib Pajak terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi, yang
    ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
  9. Nomor Pokok
    Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang
    diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi
    perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
    Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  10. Surat
    Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
    melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, obyek pajak dan/atau
    bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan perpajakan.
  11. e-SPT adalah data SPT Wajib
    Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan
    menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal
    Pajak.
  12. e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT atau
    Pemberitahuan
    Perpanjangan SPT Tahunan yang dilakukan secara on-line yang real time
    melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
  13. e-FIN
    adalah nomor identitas yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak
    tempat Wajib Pajak terdaftar kepada Wajib Pajak yang mengajukan
    permohonan untuk melaksanakan e-Filing.
  14. NPWP Lama adalah NPWP yang diberikan oleh KPP Lama.
  15. NPWP Baru adalah NPWP yang diberikan pada saat Wajib
    Pajak terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.
  16. Berkas
    Wajib Pajak adalah dokumen-dokumen perpajakan yang berkaitan dengan
    Wajib Pajak baik dalam bentuk kertas atau bentuk lainnya seperti
    dokumen perpajakan yang ada dalam Induk Berkas, Anak Berkas, Berkas
    Pemeriksaan, Berkas Pemeriksaan Bukti Permulaan, Berkas
    Penyidikan,
    Berkas Penagihan, Berkas Keberatan dan berkas lainnya.
  17. Data Wajib
    Pajak adalah data perpajakan yang berkaitan dengan Wajib Pajak,
    termasuk profil Wajib Pajak, yang tertulis di atas kertas, atau terekam
    dalam media elektronik yang ada di KPP Lama.
  18. Informasi perpajakan
    adalah dokumen perpajakan dan/atau data perpajakan yang telah diolah
    dan tersimpan dalam bentuk digital yang terdapat dalam aplikasi sistem
    informasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak termasuk pada unit
    organisasi vertikalnya.
  19. Induk Berkas adalah berkas yang berisi
    dokumen-dokumen (baik dalam bentuk dokumen kertas maupun media
    elektronik) tentang Wajib Pajak, jenis pajak yang menjadi kewajiban
    Wajib Pajak, laporan penelitian, pemeriksaan, pemeriksaan bukti
    permulaan, penyidikan dan informasi lainnya.
  20. Anak Berkas adalah
    dokumen-dokumen (baik dalam bentuk dokumen kertas maupun media
    elektronik) yang merupakan bagian dari Induk Berkas per jenis pajak dan
    per Tahun Pajak termasuk SPT, Surat Setoran Pajak (SSP) dan dokumen
    penerimaan lainnya, Surat Keterangan Bebas (SKB), perubahan angsuran,
    surat ketetapan pajak (skp), Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keputusan
    Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP), Surat Keputusan
    Pendahuluan Pengembalian Kelebihan Pajak (SKPPKP), Surat Perintah
    Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), Surat Keputusan Pengembalian Imbalan
    Bunga (SKPIB), Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB),
    Pemindahbukuan (Pbk), dan dokumen lainnya.
  21. Berkas Pemeriksaan adalah
    berkas yang berisi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), Nota Penghitungan
    dan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) serta dokumen lainnya yang berkaitan
    dengan pelaksanaan pemeriksaan.
  22. Berkas Pemeriksaan Bukti Permulaan
    adalah berkas yang berisi Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP),
    Nota Penghitungan dan Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan (KKP)
    serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan
    bukti permulaan.
  23. Berkas Penyidikan adalah berkas perkara dalam
    pelaksanaan penyidikan.
  24. Berkas
    Penagihan adalah berkas yang berisi kartu tunggakan pajak tidak
    termasuk tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan/atau Bea Perolehan
    Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB), SKPKB/SKPKBT/STP dengan bukti
    pelunasannya, dokumen tindakan penagihan serta dokumen penundaan
    pembayaran atau permohonan angsuran pembayaran tunggakan pajak, dan
    dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penagihan yang ada di
    KPP Lama.
  25. Berkas Keberatan dan Banding adalah berkas yang
    berisi
    dokumen Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD), surat permohonan Wajib
    Pajak, Uraian/Laporan Penelitian, surat keputusan, putusan dan dokumen
    lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian
    pembetulan,
    keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi,
    pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar,
    pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak
    atau surat ketetapan pajak, banding, gugatan dan peninjauan kembali ke
    Mahkamah Agung.
  26. Berkas Dalam Proses adalah Anak Berkas Wajib Pajak
    yang sedang dalam proses pemberian pelayanan, pemeriksaan, pemeriksaan
    bukti permulaan, penyidikan, penagihan, pembetulan, keberatan,
    pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau
    pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau
    pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan
    pajak, banding dan gugatan serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
  27. Formulir Perpajakan Lama adalah formulir perpajakan
    selain Faktur Pajak Standar yang:
    1. telah
      dicetak dengan menggunakan NPWP Lama dan belum digunakan pada saat
      Wajib Pajak terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi; atau
    2. diterbitkan
      dengan menggunakan sistem penomoran NPWP otomatis yang belum dilakukan
      perubahan program oleh Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Wajib Pajak
      Besar Orang Pribadi.
  28. Formulir Perpajakan Baru adalah formulir perpajakan
    yang diterbitkan dengan menggunakan NPWP Baru.
  29. Faktur Pajak Standar Lama adalah:
    1. Faktur
      Pajak Standar yang telah dicetak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur
      Pajak, serta NPWP Lama dan belum digunakan pada saat Wajib Pajak
      terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi; atau
    2. Faktur
      Pajak Standar yang diterbitkan dengan menggunakan sistem pemberian Kode
      dan Nomor Seri Faktur Pajak secara otomatis dan masih menggunakan NPWP
      Lama yang belum dilakukan perubahan program oleh Wajib Pajak yang
      terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.
  30. Faktur Pajak Standar Baru adalah Faktur Pajak Standar
    yang menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak serta NPWP Baru.
  31. Nomor Seri Faktur Pajak Standar Lama adalah Nomor
    Seri yang digunakan oleh Wajib Pajak pada KPP Lama.
  32. Nomor
    Seri Faktur Pajak Standar Baru adalah Nomor Seri yang akan digunakan
    oleh Wajib Pajak pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.
  33. Faktur
    Pajak Cacat adalah Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8
    Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
    dan Pajak
    Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
    terakhir dengan Undang-Undang Nomor
    18 Tahun 2000 jo. Peraturan
    Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ/2006.
2. Ketentuan
Pasal 2 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diubah serta di
antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a)
dan ayat (1b), sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

(1) Kewajiban
perpajakan Wajib Pajak yang diadministrasikan pada KPP Wajib Pajak
Besar Orang Pribadi meliputi:

  1. Pajak
    Penghasilan (PPh) Orang Pribadi, kecuali untuk PPh Pasal 25 bagi cabang
    Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang lokasi tempat
    usaha/gerai (outlet) berada di luar Provinsi DKI Jakarta;
  2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN)
    dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM);
  3. Pemotongan
    dan pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan oleh Wajib
    Pajak dan/atau cabang Wajib Pajak yang berdomisili di
    wilayah Provinsi DKI Jakarta; dan
  4. Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL).
(1a) Kewajiban
pembayaran PPh Pasal 25 bagi cabang Wajib Pajak orang pribadi pengusaha
tertentu yang lokasi tempat usaha/gerai (outlet) berada di luar
Provinsi DKI Jakarta dilakukan atas nama Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu dan NPWP masing-masing tempat usaha/gerai (outlet)
terdaftar dimaksud.
(1b) Kewajiban
pembayaran PPh Pasal 25 bagi cabang
Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang lokasi tempat
usaha/gerai (outlet) berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta dilakukan
atas nama dan NPWP Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang
terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.
(2) Pengadministrasian
kewajiban perpajakan Wajib Pajak terkait dengan PPN dan PPnBM
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, mengikuti ketentuan yang
berlaku.
(3) Kewajiban
pemotongan dan pemungutan PPh akibat dari
transaksi yang dilakukan Wajib Pajak dan/atau cabang Wajib Pajak selain
dari transaksi sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf c, tetap
diadministrasikan pada KPP Pratama.
(4) Kewajiban
PBB atas bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki Wajib Pajak dan kewajiban BPHTB atas hak atas
tanah dan/atau bangunan yang diperoleh Wajib Pajak, tetap
diadministrasikan pada KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak
bumi, tanah dan/atau bangunan tersebut.
3. Mengubah
Lampiran V dan Lampiran V-1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-27/PJ/2009
sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran I dan Lampiran I-1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
4. Meralat
Lampiran III angka 3, Lampiran VI huruf C, Lampiran VI-3,
Lampiran VI-4, Lampiran VII huruf B angka 1 dan angka 6 dan huruf C
angka 1 dan angka 2, Lampiran VIII huruf B angka 4, Lampiran IX huruf A
angka 4 butir b, huruf B angka 1, angka 2 butir b, angka 3 butir b dan
angka 4 butir b, dan Lampiran X angka 2, sebagai berikut:

a. Lampiran
III angka 3
Tertulis:
“3 Terhadap
penggunaan NPWP lama dalam dokumen pembayaran (SSP)
sebagaimana dimaksud pada butir 2, KPP Lama agar melakukan
Pemindahbukuan (Pbk) secara jabatan dengan mencantumkan NPWP baru, dan
menyampaikan bukti pemindahbukan kepada Wajib Pajak melalui KPP Wajib
Pajak Besar Orang Pribadi.”
Seharusnya:
“3 Terhadap
penggunaan NPWP Lama dalam dokumen pembayaran (SSP)
sebagaimana dimaksud pada butir 2, KPP Lama agar melakukan
Pemindahbukuan (Pbk) secara jabatan dengan mencantumkan NPWP Baru, dan
menyampaikan bukti pemindahbukuan kepada Wajib Pajak melalui KPP Wajib
Pajak Besar Orang Pribadi.”
b. Lampiran
VI huruf C angka 5
Tertulis:
“5 Permintaan
Penebusan Stiker Lunas PPN (khusus bagi Wajib Pajak yang
dipindahkan ke KPP WP Besar Orang Pribadi di wilayah DKI Jakarta).”
Seharusnya:
“5 Permintaan
Penebusan Stiker Lunas PPN (khusus bagi Wajib Pajak yang
dipindahkan ke KPP WP Besar Orang Pribadi di wilayah Provinsi DKI
Jakarta).”
c. Judul
Lampiran VI-3
Tertulis:
DAFTAR
INVENTARISASI PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN WAJIB PAJAK UNTUK
DISAMPAIKAN KE KPP WP BESAR ORANG PRIBADI”
Seharusnya:
DAFTAR
INVENTARISASI PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN WAJIB PAJAK UNTUK
DISAMPAIKAN KE KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR”
d. Judul
Lampiran VI-4
Tertulis:
CHECKLIST
BERKAS PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN WAJIB PAJAK UNTUK DISAMPAIKAN KE
KPP WP BESAR ORANG PRIBADI”
Seharusnya:
CHECKLIST
BERKAS PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN WAJIB PAJAK UNTUK DISAMPAIKAN KE
KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR”
e. Lampiran
VII huruf B angka 1.
Tertulis:
“1 Kepala
Kanwil Lama wajib menginvestarisasi seluruh tunggakan
pemeriksaan Bukti Permulaan yang belum selesai per 1 (satu) hari kerja
sebelum SMT dan mengirimkan inventarisasi tersebut ke Kepala Kanwil
Wajib Pajak Besar paling lama 5 (lima) hari kerja setelah SMT dengan
menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII-1.”
Seharusnya:
“1 Kepala
Kanwil Lama wajib menginvestarisasi seluruh tunggakan
pemeriksaan Bukti Permulaan yang belum selesai per 1 (satu) hari kerja
sebelum SMT dan mengirimkan inventarisasi tersebut ke Kepala Kanwil DJP
Wajib Pajak Besar paling lama 5 (lima) hari kerja setelah SMT dengan
menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII-1.”
f. Lampiran
VII huruf B angka 6
Tertulis:
“6 Kepala
Kanwil Lama wajib menginventarisasi pemeriksaan yang telah
selesai sebelum SMT KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi dan menyerahkan
LPBP, Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan (KKP), serta berkas
pemeriksaan lainnya ke Kanwil Wajib Pajak Besar paling lama 5 (lima)
hari kerja setelah SMT KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi dengan Surat
Pengantar Khusus, dan melakukan checklist berkas sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran VII-2.”
Seharusnya:
“6 Kepala
Kanwil Lama wajib menginventarisasi pemeriksaan yang telah selesai
sebelum SMT KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi dan menyerahkan LPBP,
Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan (KKP), serta berkas
pemeriksaan lainnya ke Kanwil DJP Wajib Pajak Besar paling lama 5
(lima) hari kerja setelah SMT KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi
dengan Surat Pengantar Khusus, dan melakukan checklist berkas
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII-2.”
g. Lampiran
VII huruf C angka 1
Tertulis:
“1 Kepala
Kanwil Lama wajib menginvestarisasi seluruh tunggakan Penyidikan
yang belum selesai per 1 (satu) hari kerja sebelum SMT dan mengirimkan
inventarisasi tersebut ke Kepala Kanwil Wajib Pajak Besar paling lama 5
(lima) hari kerja setelah SMT dengan menggunakan formulir sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran VII-1.”
Seharusnya:
“1 Kepala
Kanwil Lama wajib menginvestarisasi seluruh tunggakan Penyidikan
yang belum selesai per 1 (satu) hari kerja sebelum SMT dan mengirimkan
inventarisasi tersebut ke Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar paling
lama 5 (lima) hari kerja setelah SMT dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII-1.”
h. Lampiran
VII huruf C angka 2
Tertulis:
“2 Terhadap
tunggakan Penyidikan yang Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan belum dibuat, maka penyidikannya dialihkan ke Kanwil Wajib
Pajak Besar dengan menggunakan formulir VII-3.”
Seharusnya:
“2 Terhadap
tunggakan Penyidikan yang Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan belum dibuat, maka penyidikannya dialihkan ke Kanwil DJP
Wajib Pajak Besar dengan menggunakan formulir VII-3.”
i. Lampiran
VIII huruf B angka 4
Tertulis:
“4 Berkas
penagihan sebagaimana dimakdud pada butir B angka 3 dilengkapi dengan
dokumen pendukung yaitu jumlah utang pajak beserta rincian ketetapan
pajaknya, rincian pembayaran (SSP/bukti pembayaran yang lain), serta
tindakan penagihan yang telah dilakukan antara lain meliputi Surat
Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP),
lelang, pencegahan dan pemblokiran.”
Seharusnya:
“4 Berkas
penagihan sebagaimana dimaksud pada butir B angka 3 dilengkapi dengan
dokumen pendukung yaitu jumlah utang pajak beserta rincian ketetapan
pajaknya, rincian pembayaran (SSP/bukti pembayaran yang lain), serta
tindakan penagihan yang telah dilakukan antara lain meliputi Surat
Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP),
lelang, pencegahan dan pemblokiran.”
j. Lampiran
IX huruf A angka 4 butir b
Tertulis:
“4.b Pelaksanaan
putusan yang jatuh temponya lebih dari dari 15 (lima belas)
hari setelah SMT dialihkan ke KPP Wajib Pajak Besar Orang
Pribadi
paling lambat 1 (satu) hari kerja kerja sebelum SMT.”
Seharusnya:
“4.b Pelaksanaan
putusan yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari
setelah SMT dialihkan ke KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT.”
k. Lampiran
IX butir B angka 1
Tertulis:
“1 Kanwil
Lama wajib melakukan inventarisasi berkas permohonan pembetulan,
keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dan
pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar,
pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak
atau surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007 yang menjadi arestasi Kanwil dan belum selesai
dengan membuat Daftar Nominatif Arestasi Kanwil yang diserahkan kepada
Kanwil Wajib Besar Orang Pribadi paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum SMT (Lampiran IX-2).”
Seharusnya:
“1 Kanwil
Lama wajib melakukan inventarisasi berkas permohonan pembetulan,
keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dan
pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar,
pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak
atau surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 yang menjadi arestasi Kanwil dan belum
selesai
dengan membuat Daftar Nominatif Arestasi Kanwil yang diserahkan kepada
Kanwil DJP Wajib Besar paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT
(Lampiran IX-2).”
l. Lampiran
IX butir B angka 2 butir a
Tertulis:
“a Permohonan
pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi, dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang
tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil
pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak, yang jatuh temponya
paling lama 2 (dua) bulan setelah SMT diselesaikan oleh Kanwil Lama dan
Laporan Penelitianya harus diterima oleh Kanwil Wajib Besar Orang
Pribadi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum jatuh tempo,
untuk kemudian ditetapkan Surat Keputusannya oleh Kanwil Wajib Pajak
Besar Orang Pribadi.”
Seharusnya:
“a Permohonan
pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi, dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang
tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil
pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak, yang jatuh temponya
paling lama 2 (dua) bulan setelah SMT diselesaikan oleh Kanwil Lama dan
Laporan Penelitianya harus diterima oleh Kanwil DJP Wajib Besar paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum jatuh tempo, untuk kemudian
ditetapkan Surat Keputusannya oleh Kanwil DJP Wajib Pajak Besar.”
m. Lampiran
IX butir B angka 2 butir b
Tertulis:
“b Permohonan
pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi, dan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak
yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil
pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak, yang jatuh temponya lebih
dari 2 (dua) bulan setelah SMT, permohonan tersebut dialihkan ke Kanwil
Wajib Pajak Besar disertai dengan Daftar Pengawasan Pengiriman Berkas
Wajib Pajak (Lampiran IX-2) paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum
SMT.”
Seharusnya:
“b Permohonan
pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi, dan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak
yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil
pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak, yang jatuh temponya lebih
dari 2 (dua) bulan setelah SMT, permohonan tersebut dialihkan ke Kanwil
DJP Wajib Pajak Besar disertai dengan Daftar Pengawasan Pengiriman
Berkas Wajib Pajak (Lampiran IX-2) paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum SMT.”
n. Lampiran
IX butir B angka 3 butir b
Tertulis:
“b Permintaan
yang jatuh temponya lebih dari 1 (satu) bulan setelah SMT dialihkan ke
Kanwil Wajib Pajak Besar paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT.”
Seharusnya:
“b Permintaan
yang jatuh temponya lebih dari 1 (satu) bulan setelah SMT dialihkan ke
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum
SMT.”
o. Lampiran
IX butir C angka 4 butir b
Tertulis:
“b Permintaan
yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari setelah SMT
dialihkan ke Kanwil Wajib Pajak Besar paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum SMT.”
Seharusnya:
“b Permintaan
yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari setelah SMT
dialihkan ke Kanwil DJP Wajib Pajak Besar paling lambat 1 (satu) hari
kerja sebelum SMT.”
p. Lampiran
X angka 2
Tertulis:
“2 Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) yang belum
diterbitkan sampai dengan SMT atas permohonan sebagaimana dimaksud pada
butir 1 tetap diproses oleh KPP Lama, namun penerbitan SKPKPP tersebut
dilakukan oleh KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.”
Seharusnya:
“2 Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) yang belum
diterbitkan sampai dengan SMT atas permohonan sebagaimana dimaksud pada
butir 1 tetap diproses oleh KPP Lama, namun penerbitan SKPPKP tersebut
dilakukan oleh KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.”
Pasal II

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
tanggal 16 Juni 2009
DIREKTUR JENDERAL

ttd.

DARMIN NASUTION
NIP 130605098

error: Content is protected