Â
JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 52/PJ/2009
TENTANG
PENUNJUKAN PEMOTONG, TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN
PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 ATAS PENGHASILAN DARI PENJUALAN
ATAU PENGALIHAN HARTA DI INDONESIA, KECUALI YANG DIATUR DALAM PASAL 4
AYAT (2) UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH
WAJIB PAJAK LUAR NEGERI SELAIN BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 82/PMK.03/2009
tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari
Penjualan atau Pengalihan Harta di Indonesia, Kecuali yang diatur dalam
Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang
Penunjukan Pemotong, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau
Pengalihan Harta di Indonesia, Kecuali yang Diatur dalam Pasal 4 ayat
(2) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap di lndonesia;
Mengingat :
- Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999), - Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893); - Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2009
tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari
Penjualan atau Pengalihan Harta di Indonesia, Kecuali yang Diatur dalam
Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia;
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANGÂ PENUNJUKAN PEMOTONG,
TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL
26 ATAS PENGHASILAN DARI PENJUALAN ATAU PENGALIHAN HARTA DI INDONESIA,
KECUALI YANG DIATUR DALAM PASAL 4 AYAT (2) UNDANG-UNDANG PAJAK
PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK LUAR NEGERI SELAIN
BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA.
(1) | Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di lndonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT), dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final. |
(2) | Terhadap Wajib Pajak Luar Negeri yang berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia. |
(3) | Besarnya perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual. |
(4) | Penjualan atau pengalihan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penjualan atau pengalihan harta berupa perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat terbang ringan. |
(1) | Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak dan kepada Wajib Pajak Luar Negeri selaku penjual diberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26. |
(2) | Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta yang besarnya tidak melebihi Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap jenis transaksi, dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1 ). |
(1) | Pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya dan orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong pajak. |
(2) | Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi Wajib Pajak Dalam
Negeri terdaftar menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan Orang Pribadi
Wajib Pajak Dalam Negeri sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dengan menggunakan bentuk
formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
(1) | Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib:
|
(2) | Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka saat penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
(3) | Penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak. |
(4) | Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) memberikan tanda bukti pemotongan kepada Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan. |
(1) | Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 26 yang dipotong dengan Surat Pemberitahuan Masa kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya. |
(2) | Dalam hal tanggal jatuh tempo pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka saat pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 September 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911