Follow Us :

TAX REGULATIONS

Surat Edaran Dirjen Pajak
No. SE - 114/PJ/2009

PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-61/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-62/PJ/2009 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

 

15 Desember 2009

SURAT EDARAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 114/PJ/2009
 
TENTANG

PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-61/PJ/2009
TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
DAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-62/PJ/2009
TENTANG
PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan
diterbitkannya
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009
tentang Tata
Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009
tentang Pencegahan
Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, dengan
ini
disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1. Ketentuan
dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) merupakan
kesepakatan mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan antara
Indonesia dengan negara mitra P3B dan merupakan fasilitas yang hanya
dapat dinikmati oleh pihak-pihak yang berhak, yaitu :

  1. orang atau badan yang merupakan subjek pajak dalam
    negeri di Indonesia dan/atau di negara mitra P3B, dan
  2. khusus
    untuk penghasilan bunga, dividen, dan royalti, pihak yang menerima
    penghasilan tersebut adalah pihak yang menikmati manfaat atas
    penghasilan tersebut (beneficial owner).
2. Dalam
penerapan P3B di Indonesia, manfaat P3B hanya dapat dinikmati
oleh pihak-pihak tersebut di atas dengan cara menerapkan P3B saat
Pemotong/Pemungut Pajak menjalankan kewajiban pemotongan/pemungutan
Pajak Penghasilan. Namun demikian, dalam hal Wajib Pajak Luar Negeri
(WPLN) dipotong/dipungut pajak oleh Pemotong/Pemungut Pajak tidak
sesuai dengan ketentuan dalam P3B, WPLN tersebut dapat mengajukan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang kepada Direktur Jenderal Pajak atau dapat memanfaatkan
ketentuan mengenai Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement
Procedure/MAP) sebagaimana diatur dalam P3B.
3. Bahwa
untuk menghindari perbedaan penafsiran dan penerapan ketentuan
dalam kedua Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut, dengan ini
diberikan penegasan sebagai berikut :

a. Pemotong/Pemungut
Pajak harus menerapkan ketentuan dalam P3B apabila penerima penghasilan
:

1) bukan
Subjek Pajak dalam negeri Indonesia;
2) memenuhi
persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan dalam
P3B; dan
3) Tidak
melakukan penyalahgunaan P3B sebagaimana diatur
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009.
Dalam
hal salah satu persyaratan tersebut di atas tidak terpenuhi,
Pemotong/Pemungut Pajak tidak diperkenankan menerapkan ketentuan dalam
P3B.
b. Persyaratan
administratif yang harus dipenuhi seluruhnya oleh WPLN
apabila hendak memperoleh manfaat P3B pada saat Pemotong/Pemungut Pajak
melaksanakan kewajibannya adalah:

1) WPLN
menggunakan formulir yang tepat (Form-DGT 1 atau Form-DGT 2), dan
2) WPLN
mengisi formulir tersebut dengan lengkap dan menandatanganinya, dan
3) formulir
telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di negara tempat WPLN
terdaftar sebagi subjek pajak dalam negeri, dan
4) formulir
disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak sebelum
berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa terutangnya
pajak.
c. Dalam
hal WPLN menyampaiakn Form-DGT 1 setelah batas waktu yang telah
ditetapkan, maka Pemotong/Pemungut Pajak tidak diperkenankan untuk
menerapkan ketentuan dalam P3B. Dengan demikian, Pemotong/Pemungut
Pajak wajib memotong/memungut pajak sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 Tahun
2008.
d. Form-DGT
1 digunakan pada saat penerapan P3B oleh Pemotong/Pemungut
Pajak, yaitu pada saat terutangnya pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Lembar kesatu Form-DGT 1 yang telah diisi dan ditandatangani
oleh WPLN, serta telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang di negara
mitra P3B, dapat dipergunakan lebih dari satu kali oleh WPLN dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak disahkannya dokumen tersebut
oleh Pejabat yang Berwenang, apabila :

1) WPLN
bertransaksi dengan Pemotong/Pemungut Pajak yang sama, dan
2) nama
dan alamat WPLN tidak mengalami perubahan.
Dalam
hal butir 1) dan 2) di atas terpenuhi, untuk menerapkan ketentuan
dalam P3B pada Masa Pajak berikutnya, WPLN cukup menyampaikan lembar
kedua Form-DGT 1 yang telah diisi lengkap pada Part IV atau Part V, dan
Part VI.
e. Lembar
kedua Form-DGT 1 tidak disahkan oleh Pejabat yang Berwenang di negara
mitra P3B, namun WPLN harus menandatangani pernyataan yang terdapat
pada bagian bawah lembar kedua Form-DGT 1, mencantumkan nama lengkap
dan tanggal penandatanganan dokumen tersebut.
f. Lembar
kedua Form-DGT 1 dapat digunakan oleh WPLN untuk menyatakan seluruh
penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan (Masa Pajak). Dalam hal
terdapat beberapa pembayaran, WPLN :

1) mencantumkan
total penghasilan untuk tiap-tiap kelompok penghasilan (kelompok
penghasilan modal: bunga/dividen/royalti, kelompok penghasilan jasa,
dan kelompok penghasilan lainnya) dalam lembar kedua Form-DGT 1 yang
sama, dan
2) membuat
rekapitulasi atau rincian penghasilan yang diterima pada suatu bulan
(Masa Pajak) untuk tiap-tiap kelompok penghasilan tersebut pada
lembaran yang terpisah dengan format yang memuat informasi tentang :

a) Nomor
urut;
b) Tanggal
penerimaan penghasilan;
c) Jenis
penghasilan;
d) Jumlah
penghasilan (dalam mata uang asli); dan
e) Keterangan
(apabila ada).
Pemotong/Pemungut
Pajak memfotokopi lembar kedua Form-DGT 1 tersebut, memaraf dan
melaporkannya pada saat penyampaian SPT Masa, dengan menyertakan
fotokopi Form-DGT 1 (lembar kesatu dan lembar kedua) yang pernah
disampaikan sebelumnya oleh WPLN.

Contoh 1:
PT Budiman melakukan pembayaran kepada Alice Corp. (WPLN dari negara X)
berupa royalti pada tanggal 5 Januari 2010, imbalan jasa manajemen pada
tanggal 15 Januari 2010, dan imbalan jasa teknik pada tanggal 20
Januari 2010.

  • Untuk dapat menerapkan ketentuan dalam
    P3B,
    pertama kali sejak diberlakukannya ketentuan ini, PT Budiman wajib
    memperoleh Form-DGT 1 (lembar kesatu dan kedua) dari Alice Corp. dan
    meneliti pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
    (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009.
    Lembar
    kedua Form-DGT 1 diisi lengkap pada Part V dan Part VI mengenai
    pembayaran royalti pada tanggal 5 Januari 2010. Lembar kedua yang tidak
    disahkan oleh Pejabat yang Berwenang di negara X dapat diterima untuk
    menerapkan P3B, namun harus ditandatangani oleh Alice Corp.
  • Dalam hal PT Budiman meyakini bahwa SKD
    dari
    Alice Corp. telah sesuai dengan ketentuan dimaksud, penerapan ketentuan
    P3B untuk pembayaran imbalan jasa manajemen pada tanggal 15 Januari
    2010 dan jasa teknik pada tanggal 20 Januari 2010 dapat menggunakan
    lembar kedua Form-DGT 1 yang menyatakan kedua penghasilan tersebut
    sekaligus atau seluruh penghasilan dalam bulan Januari dan lampiran
    rincian penghasilan. Lembar kedua yang tidak disahkan oleh Pejabat yang
    Berwenang di negara X dapat diterima untuk menerapkan P3B.
  • PT Budiman wajib melaporkan SPT Masa
    Pajak
    Januari 2010 dengan melampirkan fotokopi dokumen Form-DGT 1 (lembar
    kesatu dan kedua, serta memaraf lembar kedua Form-DGT 1 tersebut.

Pada bulan Februari 2010 PT Budiman membayar bunga dan royalti kepada
Alice Corp.

  • Ketentuan dalam P3B dapat diterapkan
    hanya
    apabila persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009
    terpenuhi.
  • Untuk Pemotong/Pemungut Pajak yang sama,
    Alice
    Corp. tidak perlu menyampaikan lembar kesatu Form-DGT 1 yang baru,
    sepanjang tidak ada perubahan nama dan alamat yang terdapat dalam
    Form-DGT 1 sebelumnya. Alice Corp. cukup menyampaikan lembar kedua
    Form-DGT 1 yang telah diisi lengkap pada part V dan Part VI dan
    ditandatangani. Lembar kedua yang tidak disahkan oleh Pejabat yang
    Berwenang di negara X dapat diterima untuk menerapkan P3B. Alice Corp.
    mencantumkan total penghasilan bunga dan royalti dalam butir 1 Part VI
    Form-DGT 1 dan membuat rincian penghasilan.
  • Untuk
    dapat menerapkan ketentuan dalam P3B, PT
    Budiman harus memperoleh lembar kedua Form-DGT 1 yang telah diisi
    lengkap
    dan ditandatangani oleh Alice Corp. Selanjutnya, PT Budiman wajib
    menyampaikan SPT Masa Pajak Februari 2010 dan melampirkan fotokopi
    lembar kedua Form-DGT 1 yang telah diparaf dan fotokopi Form-DGT 1
    (lembar kesatu dan lembar kedua) yang pernah dilampirkan pada SPT Masa
    Pajak Januari 2010.

Contoh 2:
Melanjutkan kasus pada Contoh 1, PT Budiman melakukan pembayaran
royalti kepada Alice Corp. pada tanggal 25 Januari 2011. Misalnya,
Form-DGT 1 yang telah disampaikan oleh WPLN disahkan oleh Pejabat yang
Berwenang pada tanggal 4 Januari 2010.

  • Form-DGT 1 (yang pernah disampaikan oleh
    Alice
    corp. pada Masa Pajak Januari 2010 sudah berakhir masa waktu
    penggunaannya, sehingga tidak dapat dipergunakan untuk menerapkan
    ketentuan dalam P3B untuk penghasilan royalti tersebut. Untuk itu,
    Alice Corp. harus menyerahkan lembar kesatu Form-DGT 1 baru yang
    disahkan
    oleh Pejabat yang Berwenang di negara X.
  • Selanjutnya, PT Budiman wajib menerapkan
    ketentuan dalam P3B dan menyampaikan SPT Masa Pajak Januari 2011 dan
    melampirkan fotokopi dokumen Form-DGT 1 (lembar kesatu dan lembar
    kedua) tersebut.
g. Pada
Form-DGT 1 Part V “To be Completed if the Income Recipient is Non
Individual”, dalam hal WPLN menjawab “No” untuk pertanyaan pada butir
6, WPLN tetap diperkenankan untuk menerapkan ketentuan dalam P3B,
sepanjang jawaban pada butir 7 sampai dengan butir 12 dijawab “Yes”.
Hal ini dimaksudkan agar ketentuan dalam P3B dapat diterapkan bukan
hanya kepada WPLN yang mendaftarkan sahamnya di pasar modal, namun juga
kepada perusahaan yang secara substantif merupakan pemilik manfaat yang
sebenarnya atas penghasilan tersebut.
h. Di
dalam butir 12 Form-DGT 1 Part V terdapat pertanyaan yang bertujuan
untuk mengetahui apakah penerima penghasilan merupakan perusahaan
conduit. Yang dimaksud dengan “claims by other persons” dalam
pertanyaan tersebut adalah tagihan kepada WPLN yang berasal dari pihak
ketiga, dalam bentuk bunga, royalti, imbalan jasa, atau pembayaran
lainnya, yang dimaksudkan untuk meneruskan penghasilan WPLN kepada
pihak yang sebenarnya memperoleh manfaat atas penghasilan (beneficial
owner), tidak termasuk tagihan pegawai dalam hubungan pekerjaan
(employment) yang normal, seperti gaji, upah, bonus, dan tunjangan.
i. Pada
Form-DGT 1 Part VI mengenai “Income Earned from Indonesia in Respect to
Which Relief is Claimed”, dengan ini diberi penegasan bahwa:

1) WPLN
mengisi jumlah penghasilan sesuai dengan jumlah yang dibayarkan oleh
Pemotong/Pemungut Pajak. Meskipun tidak terdapat pajak yang terutang di
Indonesia berdasarkan ketentuan dalam P3B, jumlah penghasilan yang
dibayarkan Pemotong/Pemungut Pajak tetap harus dicantumkan. Pencantuman
jumlah penghasilan tersebut hanya merupakan informasi tentang
pembayaran penghasilan dan bukan merupakan dasar pengenaan pajak.
2) Apabila
penghasilan yang diterima WPLN dalam mata uang selain Rupiah, WPLN
dapat mencantumkan nominal dalam mata uang asing dan mengganti IDR
dengan mata uang asing yang digunakan.
3) Pada
butir 2 huruf c, dalam hal waktu penyelesaian suatu pemberian jasa
belum atau tidak dapat diperkirakan, maka saat berakhirnya pemberian
jasa dapat dikosongkan.
j. Dalam
transaksi pengalihan obligasi, penghasilan yang timbul dari transaksi
tersebut diperlakukan sebagai bunga/deposito sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Berupa Bunga Obligasi dan Peraturan Pemerintah
Nomor 27
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat
Perbendaharaan
Negara. Dengan demikian, WPLN yang memperoleh penghasilan dari
transaksi pengalihan obligasi, kecuali WPLN bank, wajib menggunakan
Form-DGT 1 untuk memperoleh manfaaat P3B.
K. Dalam
hal penerima penghasilan adalah WPLN bank, tanpa memperhatikan jenis
penghasilannya, Form-DGT 2 wajib digunakan untuk memperoleh manfaat P3B.
l. Form-DGT
2 dapat terus digunakan oleh WPLN dalam hal menerima penghasilan dari
Pemotong/Pemungut Pajak yang sama atau yang berbeda dalam waktu 12
bulan sejak tanggal dokumen tersebut disahkan oleh Pejabat yang
Berwenang di negara mitra P3B.
Dalam hal Form-DGT 2 tersebut akan digunakan untuk lebih dari satu
Pemotong/Pemungut Pajak, Form-DGT 2 asli dapat diperbanyak oleh
Pemotong/Pemungut dan dilegalisasi oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) dimana Pemotong/Pemungut Pajak tersebut terdaftar. Kepala KPP
harus menyimpan dokumen Form-DGT 2 asli tersebut.
Form-DGT 2 yang telah dilegalisasi oleh Kepala KPP diperlakukan sama
seperti dokumen aslinya.
4. WPLN
diperkenankan untuk menggunakan SKD yang diterbitkan oleh Pejabat yang
Berwenang di luar negeri sesuai dengan format dan kelaziman di negara
masing-masing untuk menerapkan ketentuan dalam P3B apabila WPLN
melunasi pajak terhutang di Indonesia tidak melalui mekanisme
pemotongan atau pemungutan pajak oleh Pemotong/Pemungut Pajak di
Indonesia.

Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Desember 2009

ttd.

Mochamad Tjiptardjo
NIP 060044911

Tembusan:

  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan DJP;
  3. Kepala Pusat pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.
error: Content is protected