Follow Us :

TAX REGULATIONS

Peraturan Menteri Keuangan
No. 242/PMK.011/2008

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA EKSPLORASI HULU MINYAK DAN GAS BUMI SERTA PANAS BUMI PADA TAHUN ANGGARAN 2009

 

PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 242/PMK.011/2008
    
TENTANG

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG
UNTUK KEGIATAN USAHA EKSPLORASI HULU MINYAK DAN GAS BUMI SERTA
PANAS BUMI PADA TAHUN ANGGARAN 2009

                       

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui surat
    Nomor 6288/30/MEM.B/2008 tanggal 28 November 2008 telah menyampaikan
    usulan pemberian pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah untuk
    kegiatan eksplorasi hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi untuk
    tahun anggaran 2009;
  2. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri
    Keuangan Nomor 230/PMK.11/2008
    tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor
    dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu pada Sektor-sektor
    Tertentu Dalam Rangka Penanggulangan Dampak Perlambatan Ekonomi Global
    dan Pemulihan Sektor Riil untuk Tahun Anggaran 2009, atas impor barang
    untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas bumi serta panas
    bumi dapat diberikan insentif fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai
    Ditanggung Pemerintah 
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
    huruf a dan huruf b, dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 3
    ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.11/2008
    tentang Pajak
    Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor dan/atau Penyerahan
    Barang Kena Pajak Tertentu pada Sektor-sektor Tertentu Dalam Rangka
    Penanggulangan Dampak Perlambatan Ekonomi Global dan Pemulihan Sektor
    Riil untuk Tahun Anggaran 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri
    Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas
    Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Eksplorasi Hulu Minyak dan Gas Bumi
    serta Panas Bumi;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
    (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4286);
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
    Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran
    Pendapatan dan
    Belanja Negara Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2008 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    4920);
  4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.11/2008
    tentang Pajak
    Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor dan/atau Penyerahan
    Barang Kena Pajak Tertentu pada Sektor-sektor Tertentu Dalam Rangka
    Penanggulangan Dampak Perlambatan Ekonomi Global dan Pemulihan Sektor
    Riil untuk Tahun Anggaran 2009,
MEMUTUSKAN :
 
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH
ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA EKSPLORASI HULU MINYAK DAN GAS
BUMI SERTA PANAS BUMI PADA TAHUN ANGGARAN 2009.  
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri
Keuangan ini yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung
Pemerintah adalah Pajak Pertambahan
Nilai yang ditanggung Pemerintah untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu
minyak dan gas bumi serta panas bumi pada tahun anggaran 2009 dengan
pagu anggaran sebesar
Rp 2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah).
Pasal 2

(1)  Pajak
Pertambahan Nilai terutang atas impor barang yang dipergunakan untuk
kegiatan usaha eksplorasi di bidang hulu minyak dan gas bumi atau
eksplorasi di bidang hulu panas bumi oleh pengusaha minyak dan gas bumi
atau pengusaha di bidang panas bumi, ditanggung Pemerintah.
(2)  Pajak
Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan terhadap barang yang nyata-nyata dipergunakan
untuk kegiatan usaha eksplorasi di bidang hulu minyak dan gas bumi dan
panas bumi dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. barang
    tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri;
  2. barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri
    namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
  3. barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri
    namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
(3) Eksplorasi
dibidang hulu minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi
geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan
gas bumi di wilayah yang ditentukan.
(4) Eksplorasi
di bidang panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika,
geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang
bertujuan untuk memperoleh dan menambah informasi kondisi geologi bawah
permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan potensi panas bumi.
Pasal 3

Pengusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi :
  1. Pengusaha di bidang hulu minyak dan gas bumi yang mengikat
    kontrak kerjasama dengan Pemerintah Republik Indonesia setelah
    berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas
    Bumi;
  2. Pengusaha di bidang panas bumi yang telah mengikat kontrak
    dengan Pemerintah Republik Indonesia atau mendapat Izin Usaha
    Pertambangan panas bumi setelah tanggal 31 Desember 1994, atau
    pengusaha di bidang panas bumi yang mendapatkan penugasan untuk
    melakukan survei pendahuluan dari Pemerintah Republik Indonesia.
Pasal 4

Barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah barang-barang yang tercantum
dalam Pemberitahuan Pabean Impor yang telah mendapatkan nomor
pendaftaran dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atau
Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai pelabuhan pemasukan sejak tanggal
1 Januari 2009.
Pasal 5

(1)  Permohonan
untuk mendapatkan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas
impor barang yang dipergunakan untuk kegiatan eksplorasi di bidang hulu
minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dilampiri dengan
Rencana Impor Barang (RIB) untuk kebutuhan dalam 12 (dua belas) bulan
yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Minyak
dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2)  Permohonan untuk
mendapatkan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas
impor barang yang dipergunakan untuk kegiatan eksplorasi di bidang
panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) diajukan kepada
Direktur Jenderal Bea dan Cukai dilampiri dengan Rencana Impor Barang
(RIB) untuk kebutuhan dalam 12 (dua belas) bulan yang telah disetujui
dan ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas
Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(3)  RIB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit memuat
elemen data sebagai berikut :

  1. Nomor
    dan Tanggal RIB;
  2. Nama Perusahaan Kontraktor;
  3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  4. Alamat;
  5. Dasar Kontrak;
  6. Wilayah Kontrak;
  7. Kantor Pabean Tempat Pemasukan Barang;
  8. Pos Tarif;
  9. Uraian Barang;
  10. Negara Asal Barang
  11. Jumlah/Satuan Barang;
  12. Perkiraan Harga/Nilai impor;
  13. Jenis Kegiatan (eksplorasi atau eksploitasi);dan
  14. Pimpinan Perusahaan Kontraktor.
(4) Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan bersama-sama
dalam 1 (satu) RIB dengan pengajuan permohonan pembebasan bea masuk
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.011/2007
tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi beserta perubahannya.
Pasal 6

(1)  Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai setelah menerima dokumen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, selanjutnya membubuhkan cap “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH
EKS PMK 242/PMK.011/2008” pada semua lembar Pemberitahuan Pabean Impor
dan Surat Setoran pajak.
(2)  Salinan
RIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2)
disampaikan kepada :

  1. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen
    Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kepala BPMIGAS untuk bidang usaha
    hulu minyak dan gas bumi; dan
  2. Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi,
    Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral untuk bidang usaha panas bumi.
(3)  Direktur
Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan Daftar Jumlah Pajak Ditanggung
Pemerintah setiap triwulan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya triwulan.
(4) Direktur
Jenderal Pajak, berdasarkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
mengajukan permintaan kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk
menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) Nihil.
Pasal 7

Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal
Bea dan Cukai, dan Direktur Jenderal Perbendaharaan diinstruksikan
untuk melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 8

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari
2009 sampai dengan tanggal 31 Desember 2009.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Desember 2008
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

error: Content is protected