Follow Us :

TAX REGULATIONS

Peraturan Menteri Keuangan
No. 160/PMK.04/2010

NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK

 

PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 160/PMK.04/2010

TENTANG

NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :    

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (7) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah
diubah dengan
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk;

Mengingat :

  1. Undang-Undang
    Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan
    Undang-Undang
    Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    4661);
  2. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

   

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
    
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA
MASUK.

BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang
Kepabeanan adalah Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006.
2. Orang
adalah orang perseorangan atau badan hukum.
3. Orang
saling berhubungan atau berhubungan adalah:

  1. pegawai atau pimpinan pada suatu perusahaan sekaligus
    pegawai atau pimpinan pada perusahaan lain;
  2. mereka yang dikenal/diketahui seeara hukum sebagai
    rekan dalam perdagangan;
  3. pekerja dan pemberi kerja;
  4. mereka
    yang salah satu diantaranya secara langsung atau tidak langsung
    memiliki, mengendalikan, atau memegang 5% (lima persen) atau lebih
    saham yang beredar dari salah satu dari mereka;
  5. mereka yang salah satu diantaranya secara langsung
    atau tidak langsung mengendalikan pihak lainnya;
  6. mereka yang secara langsung atau tidak langsung
    dikendalikan oleh pihak ketiga;
  7. mereka yang secara bersamaan langsung atau tidak
    langsung mengendalikan pihak ketiga; atau
  8. mereka
    yang merupakan anggota dari satu keluarga yaitu suami, isteri, orang
    tua, anak, adik dan kakak (sekandung atau tidak), kakek, nenek, cucu,
    paman, bibi, keponakan, mertua, menantu, dan ipar.
4. Importir
adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mengimpor barang.
5. Dua
barang dianggap identik atau yang selanjutnya disebut barang
identik adalah apabila keduanya sama dalam segala hal, paling tidak
karakter fisik, kualitas, dan reputasinya sama, serta:

  1. diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang
    sama; atau
  2. diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama.
6. Dua
barang dianggap serupa atau yang selanjutnya disebut barang serupa
adalah apabila keduanya memiliki karakteristik dan komponen material
yang sama sehingga dapat menjalankan fungsi yang sama dan secara
komersial dapat dipertukarkan, serta:

  1. diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang
    sama; atau
  2. diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama.
7. Bukti
nyata atau data yang objektif dan terukur adalah bukti atau data
berdasarkan dokumen yang benar-benar tersedia dan pada dokumen tersebut
terdapat besaran, nilai atau ukuran tertentu dalam bentuk angka, kata
dan/atau kalimat.
8. Tingkat
Perdagangan (commercial level) adalah tingkatan atau status pembeli
misalnya whole seller, retailer, dan end user.
9. Database
Nilai Pabean adalah kumpulan data nilai barang impor dalam
Cost, Insurance, dan Freight (CIF) dan/atau nilai barang impor yang
telah dilakukan penghitungan kembali, yang tersedia di dalam Daerah
Pabean.
10. Pengujian
kewajaran adalah kegiatan penelitian nilai pabean yang
dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam rangka menilai kewajaran
atas pemberitahuan nilai pabean.
11. Informasi
Nilai Pabean yang selanjutnya disingkat dengan INP adalah
pemberitahuan Pejabat Bea dan Cukai kepada importir untuk menyerahkan
pernyataan tentang fakta yang berkaitan dengan transaksi barang yang
diimpor.
12. Deklarasi
Nilai Pabean yang selanjutnya disingkat dengan DNP adalah
pernyataan importir tentang fakta yang berkaitan dengan transaksi
barang yang diimpor dengan disertai dokumen pendukungnya.
13. Kantor
Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Kepabeanan.
14. Daerah
Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat
tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya
berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
15. Direktur
Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
16. Pejabat
Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu
berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

  

Pasal 2

(1) Nilai
pabean untuk penghitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari
barang impor yang bersangkutan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
(2) Nilai
pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nilai pabean
dalam International Commercial Terms (incoterms) Cost, Insurance, dan
Freight (CIF).
Pasal 3

(1) Dalam
hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapat
ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1), nilai pabean ditentukan berdasarkan nilai transaksi barang
identik.
(2) Dalam
hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapat
ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) dan nilai transaksi barang identik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), nilai pabean ditentukan berdasarkan nilai transaksi barang
serupa.
(3) Dalam
hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapat
ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1), nilai transaksi barang identik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dan nilai transaksi barang serupa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), nilai pabean ditentukan berdasarkan metode deduksi.
(4) Dalam
hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapat
ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1), nilai transaksi barang identik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), nilai transaksi barang serupa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), dan metode deduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), nilai
pabean ditentukan berdasarkan metode komputasi.
(5) Dalam
hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapat
ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1), nilai transaksi barang identik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), nilai transaksi barang serupa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), metode deduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan metode
komputasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), nilai pabean ditentukan
berdasarkan metode pengulangan (fallback).
Pasal 4

Atas permintaan importir, penentuan nilai pabean berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dapat digunakan mendahului
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).

BAB II
KETENTUAN NILAI PABEAN
UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK

Bagian Pertama
Nilai Transaksi

Pasal 5

(1) Nilai
transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan
harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pembeli
kepada penjual atas barang yang dijual untuk diekspor ke dalam Daerah
Pabean ditambah dengan biaya-biaya dan/ atau nilai-nilai yang harus
ditambahkan pada nilai transaksi sepanjang biaya-biaya dan/ atau
nilai-nilai tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar
atau yang seharusnya dibayar.
(2) Nilai
transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berasal dari suatu
transaksi jual beli dalam kondisi persaingan bebas.
(3) Biaya-biaya
dan/atau nilai-nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. biaya
yang dibayar oleh pembeli yang belum tercantum dalam harga yang
sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar berupa:

  1. komisi dan jasa perantara, kecuali komisi
    pembelian;
  2. biaya
    pengemas, yang untuk kepentingan pabean, pengemas tersebut menjadi
    bagian yang tak terpisahkan dengan barang yang bersangkutan; dan
  3. biaya pengepakan meliputi biaya material dan
    upah tenaga kerja pengepakan;
b. nilai
dari barang dan jasa berupa:

  1. material, komponen, bagian, dan barang-barang
    sejenis yang terkandung dalam barang impor;
  2. peralatan, cetakan, dan barang-barang yang
    sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang impor;
  3. material yang digunakan dalam pembuatan barang
    impor; dan
  4. teknik,
    pengembangan, karya seni, desain, perencanaan, dan sketsa yang
    dilakukan dimana saja di luar Daerah Pabean dan diperlukan untuk
    pembuatan barang impor,

yang dipasok secara langsung atau tidak langsung oleh pembeli, dengan
syarat barang dan jasa tersebut:

  1. dipasok dengan cuma-cuma atau dengan harga
    diturunkan;
  2. untuk kepentingan produksi dan penjualan untuk
    ekspor barang impor yang dibelinya; dan
  3. harganya belum termasuk dalam harga yang
    sebenarnya atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang
    bersangkutan;
c. royalti
dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh pembeli secara
langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor
yang dinilai, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum
termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar dari barang impor yang
bersangkutan;
d. nilai
setiap bagian dari hasil atau pendapatan yang diperoleh pembeli
untuk disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada penjual,
atas penjualan, pemanfaatan, atau pemakaian barang impor yang
bersangkutan (proceeds);
e. biaya
transportasi barang impor yang dijual untuk diekspor ke pelabuhan atau
tempat impor di dalam Daerah Pabean;
f. biaya
pemuatan, pembongkaran, dan penanganan yang berkaitan dengan
pengangkutan barang impor ke pelabuhan atau tempat impor di dalam
Daerah Pabean; dan
g. biaya
asuransi.
(4) Harga
yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan total pembayaran atas barang yang
diimpor, yang telah dibayar atau akan dibayar oleh pembeli kepada
penjual atau untuk kepentingan penjual.
(5) Harga
yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak meliputi:

  1. biaya yang terjadi dari kegiatan yang dilakukan oleh
    pembeli untuk kepentingannya sendiri;
  2. biaya-biaya
    yang secara tegas dapat dibedakan dari harga yang sebenarnya dibayar
    atau seharusnya dibayar yang terjadi setelah pengimporan barang;
  3. dividen; dan/atau
  4. bunga.
(6) Harga
yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat memperhitungkan unsur diskon sesuai
dengan kewajaran dalam praktek perdagangan.
(7) Tata
cara mengenai penentuan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk
berdasarkan nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan,
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 6

(1) Biaya-biaya
dan/atau nilai-nilai yang ditambahkan pada harga yang
sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (3) harus:

  1. berdasarkan bukti nyata atau data yang objektif dan
    terukur; dan
  2. belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar
    atau yang seharusnya dibayar.
(2) Biaya-biaya
dan/atau nilai-nilai selain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (3) tidak dapat ditambahkan dalam harga yang sebenarnya
dibayar atau yang seharusnya dibayar.
(3) Contoh
penghitungan bea masuk yang mengandung assist yang berasal dari
dalam Daerah Pabean, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan
Menteri Keuangan ini.
Pasal 7

(1) Nilai
transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat
diterima sebagai nilai pabean sepanjang memenuhi persyaratan sebagai
berikut:

a. tidak
terdapat pembatasan-pembatasan atas pemanfaatan atau pemakaian barang
impor selain pembatasan-pembatasan yang:

  1. diberlakukan atau diharuskan oleh peraturan
    perundang-undangan yang berlaku di dalam Daerah Pabean;
  2. membatasi wilayah geografis tempat penjualan
    kembali barang yang bersangkutan; atau
  3. tidak mempengaruhi nilai barang secara
    substansial;
b. tidak
terdapat persyaratan atau pertimbangan yang diberlakukan terhadap
transaksi atau nilai barang impor yang mengakibatkan nilai barang impor
yang bersangkutan tidak dapat ditentukan nilai pabeannya;
c. tidak
terdapat proceeds sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3)
huruf d yang harus diserahkan oleh pembeli kepada penjual, kecuali
proceeds tersebut dapat ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar
atau yang seharusnya dibayar; dan
d. tidak
terdapat hubungan antara penjual dan pembeli sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 3, yang mempengaruhi harga barang.
(2) Tata
cara mengenai penelitian pengaruh hubungan antara penjual dan
pembeli terhadap harga barang, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran
III Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 8

Nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak
digunakan untuk menentukan nilai pabean dalam hal:

  1. barang impor bukan merupakan obyek suatu transaksi jual
    beli atau penjualan untuk diekspor ke dalam Daerah Pabean;
  2. nilai transaksi tidak memenuhi persyaratan untuk diterima
    sebagai nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
  3. penambahan atau pengurangan yang harus dilakukan terhadap
    harga
    yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar tidak didukung oleh bukti
    nyata atau data yang objektif dan terukur; dan/atau
  4. Pejabat Bea dan Cukai mempunyai alasan berdasarkan bukti
    nyata
    atau data yang objektif dan terukur untuk tidak menerima nilai
    transaksi sebagai nilai pabean.
Bagian Kedua
Nilai Transaksi Barang Identik

Pasal 9

(1) Nilai
transaksi barang identik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) digunakan sebagai dasar penentuan nilai pabean sepanjang memenuhi
persyaratan:

  1. berasal dari pemberitahuan pabean impor yang nilai
    pabeannya telah ditentukan berdasarkan nilai transaksi;
  2. tanggal
    Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB)-nya sama atau dalam waktu
    30 (tiga puluh) hari sebelum atau sesudah tanggal B/L atau AWB barang
    impor yang sedang ditentukan nilai pabeannya; dan
  3. tingkat
    perdagangan dan jumlah barangnya sama dengan tingkat perdagangan dan
    jumlah barang impor yang sedang ditentukan nilai pabeannya.
(2) Pemberitahuan
pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:

  1. pemberitahuan pabean impor diajukan oleh importir
    dengan bidang usaha yang jelas;
  2. pemberitahuan pabean impor memberitahukan dengan
    jelas mengenai uraian, spesifikasi dan satuan barang; dan
  3. pemberitahuan
    pabean impor tidak diajukan oleh importir yang sama dengan
    pemberitahuan pabean impor yang sedang ditentukan nilai pabeannya,
    kecuali berdasarkan hasil audit kepabeanan nilai pabean pemberitahuan
    pabean impor dimaksud ditentukan berdasarkan nilai transaksi.
(3) Dalam
hal terdapat lebih dari satu nilai transaksi barang identik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka untuk menentukan nilai pabean
digunakan nilai transaksi barang identik yang paling rendah.
Pasal 10

(1) Dalam
hal tidak terdapat data barang identik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, maka digunakan data barang identik dengan
kondisi lain sepanjang dilakukan penyesuaian terhadap:

  1. jumlah barang, dalam hal jumlah barang berbeda tetapi
    tingkat perdagangan sama;
  2. tingkat perdagangan, dalam hal tingkat perdagangan
    berbeda tetapi jumlah barang sama; atau
  3. jumlah barang dan tingkat perdagangan, dalam hal
    jumlah barang dan tingkat perdagangan berbeda.
(2) Penyesuaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
bukti nyata atau data yang objektif dan terukur yang memungkinkan
terlaksananya penyesuaian secara wajar dan tepat.
(3) Dalam
hal tidak tersedia bukti nyata atau data yang objektif dan
terukur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka penyesuaian tidak
dapat dilakukan dan nilai transaksi barang identik tidak dapat
digunakan untuk menentukan nilai pabean.
(4) Contoh
penyesuaian tingkat perdagangan dan/atau jumlah barang,
sebagaimana diuraikan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini.
Bagian Ketiga
Nilai Transaksi Barang Serupa

Pasal 11

(1) Nilai
transaksi barang serupa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(2) digunakan untuk dasar penentuan nilai pabean sepanjang memenuhi
syarat:

  1. berasal dari pemberitahuan pabean impor yang nilai
    pabeannya telah ditentukan berdasarkan nilai transaksi;
  2. tanggal
    Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB)-nya sama atau dalam jangka
    waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum atau sesudah tanggal B/L atau AWB
    barang impor yang sedang ditentukan nilai pabeannya; dan
  3. tingkat
    perdagangan dan jumlah barangnya sama dengan tingkat perdagangan dan
    jumlah barang impor yang sedang ditentukan nilai pabeannya.
(2) Pemberitahuan
pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:

  1. pemberitahuan pabean impor diajukan oleh importir
    dengan bidang usaha yang jelas;
  2. pemberitahuan pabean impor memberitahukan dengan
    jelas mengenai uraian, spesifikasi dan satuan barang; dan
  3. pemberitahuan
    pabean impor tidak diajukan oleh importir yang sama dengan
    pemberitahuan pabean impor yang sedang ditentukan nilai pabeannya,
    kecuali berdasarkan hasil audit kepabeanan nilai pabean pemberitahuan
    pabean impor dimaksud ditentukan berdasarkan nilai transaksi.
(3) Dalam
hal terdapat lebih dari satu nilai transaksi barang serupa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka untuk menentukan nilai pabean
digunakan nilai transaksi barang serupa yang paling rendah.
Pasal 12

(1) Dalam
hal tidak terdapat data barang serupa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf c, maka digunakan data barang serupa dengan
kondisi lain sepanjang dilakukan penyesuaian terhadap:

  1. jumlah barang, dalam hal jumlah barang berbeda tetapi
    tingkat perdagangan sama;
  2. tingkat perdagangan, dalam hal tingkat perdagangan
    berbeda tetapi jumlah barang sama; atau
  3. jumlah barang dan tingkat perdagangan, dalam hal
    tingkat perdagangan dan jumlah barang berbeda.
(2) Penyesuaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
bukti nyata atau data yang objektif dan terukur yang memungkinkan
terlaksananya penyesuaian secara wajar dan tepat.
(3) Dalam
hal bukti nyata atau data yang objektif dan terukur sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak tersedia, maka penyesuaian tidak dapat
dilakukan dan nilai transaksi barang serupa tidak dapat digunakan untuk
menentukan nilai pabean.
(4) Contoh
penyesuaian tingkat perdagangan dan/atau jumlah barang,
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

Bagian Keempat
Metode Deduksi

Pasal 13

Metode deduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) adalah
metode penentuan nilai pabean barang impor berdasarkan harga satuan
yang terjadi dari penjualan oleh importir di pasar dalam Daerah Pabean
atas:

  1. barang impor yang bersangkutan;
  2. barang identik; atau
  3. barang serupa.

dengan kondisi sebagaimana saat diimpor, serta dikurangi biaya-biaya
yang terjadi setelah pengimporan.
 

Pasal 14

(1) Harga
satuan yang digunakan sebagai dasar penghitungan metode deduksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:

  1. harga satuan diperoleh dari penjualan di pasar dalam
    Daerah
    Pabean yang antara penjual dan pembeli tidak saling berhubungan dan
    terjadi pada tanggal yang sama atau dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
    hari sebelum atau sesudah tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean
    impor yang sedang ditentukan nilai pabeannya;
  2. merupakan harga satuan
    dari barang impor yang bersangkutan, barang identik atau barang serupa
    yang terjual dalam jumlah terbanyak;
  3. dalam hal tidak terdapat
    penjualan yang terjadi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
    huruf a, harga satuan diperoleh dari penjualan yang terjadi setelah
    tanggal pemberitahuan pabean impor yang sedang ditentukan nilai
    pabeannya, paling lama dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak
    tanggal pengimporan barang yang harga satuannya akan digunakan untuk
    menentukan nilai pabean; dan
  4. bukan merupakan penjualan di pasar
    dalam Daerah Pabean atas barang impor yang bersangkutan, barang identik
    atau barang serupa kepada pihak pembeli yang memasok nilai barang dan
    jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b untuk
    pembuatan barang impor yang bersangkutan.
(2) Dalam
hal tidak terdapat harga satuan yang memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), maka metode deduksi tidak dapat digunakan untuk
menentukan nilai pabean barang impor yang bersangkutan.
Pasal 15

(1) Nilai
pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ditentukan dengan
mengurangi harga satuan dengan biaya-biaya tertentu yang terjadi
setelah pengimporan, yaitu:

  1. komisi atau keuntungan dan pengeluaran umum atas
    penjualan barang impor di pasar dalam Daerah Pabean;
  2. biaya
    transportasi, asuransi, biaya pemuatan, biaya pembongkaran dan biaya
    lainnya yang ditanggung oleh pembeli setelah barang impor tiba di
    pelabuhan tujuan di dalam Daerah Pabean; dan/atau
  3. bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor.
(2) Data
mengenai biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b diperoleh dari pembeli, kecuali data tersebut tidak sesuai
dengan kelaziman yang berlaku di dalam Daerah Pabean.
(3) Dalam
hal data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperoleh, maka
Pejabat Bea dan Cukai menggunakan data yang tersedia di dalam Daerah
Pabean.

   

Pasal 16

(1) Dalam
hal barang impor atau barang identik atau barang serupa tidak ada
yang dijual dengan kondisi sebagaimana saat diimpor di negara
pengimpor, maka nilai pabean didasarkan harga satuan barang impor yang
dijual setelah mengalami pemrosesan lebih lanjut dalam jumlah terbesar
kepada pembeli yang tidak berhubungan dengan penjual di negara
pengimpor dengan memperhitungkan nilai tambah atas barang tersebut dan
unsur-unsur pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1).
(2) Ketentuan
mengenai tata cara pemilihan harga satuan dan biaya
pengurangan, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Menteri
Keuangan ini.

 

Bagian Kelima
Metode Komputasi

Pasal 17

(1) Metode
komputasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) adalah
metode penentuan nilai pabean dengan cara menjumlahkan unsur-unsur
pembentuk nilai pabean barang impor yang bersangkutan, yaitu:

  1. biaya
    atau harga bahan baku dan proses pembuatan atau proses lainnya yang
    dilakukan dalam memproduksi barang impor yang bersangkutan;
  2. keuntungan
    dan pengeluaran umum yang besarnya sama atau mendekati keuntungan dan
    pengeluaran umum penjualan barang sejenis yang dibuat oleh produsen di
    negara pengekspor untuk dikirim ke dalam Daerah Pabean;
  3. biaya transportasi sampai dengan pelabuhan tujuan di
    dalam Daerah Pabean, termasuk biaya pemuatan, pembongkaran, penanganan;
    dan
  4. biaya asuransi pengangkutan barang sampai dengan
    pelabuhan tujuan di dalam Daerah Pabean.
(2) Unsur-unsur
pembentuk nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk:

a. nilai
dari barang dan jasa yang dipasok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (3) huruf b; dan/atau
b. biaya
yang ditanggung oleh pembeli berupa:

  1. komisi dan jasa perantara, kecuali komisi
    pembelian;
  2. biaya
    pengemas untuk kepentingan pabean sepanjang pengemas tersebut menjadi
    bagian yang tidak terpisahkan dengan barang yang bersangkutan; dan/atau
  3. biaya pengepakan meliputi upah tenaga kerja dan
    material pengepakan.
(3) Metode
komputasi hanya digunakan dalam hal antara penjual dan pembeli
saling berhubungan, dan produsen atau kuasanya bersedia memberikan
informasi kepada Pejabat Bea dan Cukai mengenai unsur-unsur pembentuk
nilai pabean dan bersedia memberikan fasilitas untuk pemeriksaan lebih
lanjut apabila diperlukan.
(4) Ketentuan
mengenai unsur-unsur pembentuk nilai pabean berdasarkan
metode komputasi, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Peraturan
Menteri Keuangan ini.

 

Bagian Keenam
Metode Pengulangan (Fallback)

Pasal 18

(1) Metode
pengulangan (fallback) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(5) dilakukan dengan cara mengulang kembali prinsip dan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16,
dan Pasal 17.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menggunakan tata cara yang wajar dan konsisten, yang diterapkan secara
fleksibel dan berdasarkan data yang tersedia di dalam Daerah Pabean
dengan pembatasan tertentu.
(3) Ketentuan
mengenai penggunaan Metode Pengulangan (fallback),
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan
ini.
Pasal 19

Penentuan nilai pabean menggunakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 tidak diizinkan dengan mendasarkan pada:

  1. harga jual barang produksi dalam negeri;
  2. suatu sistem yang menentukan nilai yang lebih tinggi
    apabila ada dua alternatif nilai pembanding;
  3. harga barang di pasaran dalam negeri negara pengekspor;
  4. biaya produksi, selain nilai yang dihitung berdasarkan
    metode
    komputasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 yang telah ditentukan
    untuk barang identik atau serupa;
  5. harga barang yang diekspor ke suatu negara selain ke Daerah
    Pabean;
  6. harga patokan; atau
  7. nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang atau fiktif.

  

Pasal 20

(1) Dalam
hal biaya transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(3) huruf e belum termasuk dalam nilai transaksi dan bukti nyata atau
data yang objektif dan terukur mengenai besaran biaya transportasi
tidak tersedia, maka besaran biaya transportasi yang digunakan dalam
penentuan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ditentukan
dengan cara sebagai berikut:

a. Pengangkutan
melalui laut:

  1. 5% (lima persen) dari nilai Free On Board (FOB)
    untuk barang yang berasal dari ASEAN;
  2. 10% (sepuluh persen) dari nilai FOB untuk
    barang yang berasal dari Asia-non ASEAN atau Australia; atau
  3. 15%
    (lima belas persen) dari nilai FOB untuk barang yang berasal dari
    negara selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2.
b. Pengangkutan
melaui udara ditentukan berdasarkan tarif International Air Transport
Association (IATA).
(2) Dalam
hal terdapat lebih dari satu jenis barang dalam satu
pemberitahuan pabean impor, besaran biaya transportasi untuk tiap-tiap
jenis barang ditentukan dengan cara sebagai berikut:

  1. perbandingan
    antara berat atau volume barang dimaksud dengan berat atau volume
    keseluruhan barang, dikalikan besaran keseluruhan biaya transportasi;
    atau
  2. dalam hal penentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a
    tidak
    dapat dilakukan, maka ditentukan berdasarkan perbandingan antara harga
    barang dimaksud dengan harga keseluruhan barang, dikalikan besaran
    keseluruhan biaya transportasi.

    

Pasal 21

(1) Dalam
hal biaya asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3)
huruf g belum termasuk dalam nilai transaksi dan bukti nyata atau data
yang objektif dan terukur mengenai besaran biaya asuransi tidak
tersedia, maka besaran biaya asuransi yang digunakan dalam penentuan
nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 adalah 0,5% (nol koma
lima persen) dari nilai Cost and Freight (CFR).
(2) Dalam
hal terdapat lebih dari satu jenis barang dalam satu
pemberitahuan pabean impor, besaran biaya asuransi untuk tiap-tiap
jenis barang ditentukan dengan cara sebagai berikut:

  1. perbandingan
    antara berat atau volume barang dimaksud dengan berat atau volume
    keseluruhan barang, dikalikan besaran keseluruhan biaya asuransi; atau
  2. dalam
    hal penentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dapat dilakukan,
    maka ditentukan berdasarkan perbandingan antara harga barang dimaksud
    dengan harga keseluruhan barang, dikalikan besaran keseluruhan biaya
    asuransi.
(3) Dalam
hal biaya asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3)
huruf g ditutup di dalam Daerah Pabean dengan didasarkan bukti nyata
atau data yang objektif dan terukur, maka besaran biaya asuransi yang
digunakan dalam penentuan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 dianggap 0 (nol).
BAB III
PENENTUAN NILAI PABEAN

Bagian Pertama
Penelitian Nilai Pabean

Pasal 22

(1) Dalam
rangka menentukan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk,
Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap nilai pabean yang
diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dan semua dokumen yang
menjadi lampirannya.
(2) Penelitian
nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. mengidentifikasi
    apakah barang impor yang bersangkutan merupakan obyek suatu transaksi
    jual-beli yang menyebabkan barang diekspor ke dalam Daerah Pabean;
  2. meneliti persyaratan nilai transaksi untuk dapat
    diterima dan ditetapkan sebagai nilai pabean;
  3. meneliti unsur biaya-biaya dan/atau nilai yang
    seharusnya tidak termasuk dalam nilai transaksi;
  4. meneliti unsur biaya-biaya dan/atau nilai yang
    seharusnya ditambahkan pada nilai transaksi;
  5. penelitian hasil pemeriksaan fisik, untuk
    barang-barang yang dilakukan pemeriksaan fisik; dan
  6. menguji kewajaran pemberitahuan nilai pabean yang
    tercantum pada pemberitahuan pabean impor.
(3) Penelitian
nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilakukan
terhadap pemberitahuan pabean impor apabila:

  1. pemberitahuan pabean impor diajukan oleh importir
    produsen dengan kategori risiko rendah;
  2. importasinya mendapatkan jalur Mitra Utama (MITA)
    prioritas; atau
  3. importasinya mendapatkan jalur Mitra Utama (MITA)
    non-prioritas.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan terhadap
pemberitahuan pabean impor yang diajukan oleh importir sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a dan importasinya mendapatkan jalur
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dalam hal barang yang
diimpor adalah:

  1. barang ekspor yang diimpor kembali;
  2. barang yang terkena pemeriksaan acak; atau
  3. barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(5) Dalam
hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (2) huruf e tidak dapat digunakan untuk melakukan penelitian nilai
pabean, maka Pejabat Bea dan Cukai dapat mengembalikan hasil
pemeriksaan fisik tersebut kepada pemeriksa barang untuk dilengkapi
sehingga dapat menunjukkan jenis, spesifikasi, satuan, dan jumlah
barang dengan jelas.
Pasal 23

(1) Apabila
berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(2) menunjukkan bahwa:

  1. barang impor yang bersangkutan bukan merupakan obyek
    suatu transaksi jual-beli;
  2. persyaratan nilai transaksi untuk dapat diterima dan
    ditetapkan sebagai nilai pabean tidak dipenuhi;
  3. unsur
    biaya-biaya dan/atau nilai yang harus ditambah/tidak termasuk pada
    nilai transaksi tidak dapat dihitung dan/atau tidak didasarkan bukti
    nyata atau data yang objektif dan terukur; atau
  4. hasil pemeriksaan fisik menunjukkan jenis,
    spesifikasi atau jumlah barang yang diberitahukan tidak sesuai dengan
    pemberitahuan.

Pejabat
Bea dan Cukai menentukan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi
barang identik sampai dengan metode pengulangan (fallback) yang
diterapkan sesuai hierarki penggunaannya.

(2) Apabila
berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(2) menunjukkan bahwa:

  1. barang impor yang bersangkutan merupakan obyek suatu
    transaksi jual beli;
  2. persyaratan nilai transaksi untuk dapat diterima dan
    ditetapkan sebagai nilai pabean dipenuhi;
  3. unsur
    biaya-biaya dan/atau nilai yang harus ditambah/tidak termasuk pada
    nilai transaksi dapat dihitung berdasarkan bukti nyata atau data yang
    objektif dan terukur; dan
  4. hasil pemeriksaan fisik menunjukkan jenis,
    spesifikasi dan jumlah barang yang diberitahukan sesuai
    dengan  pemberitahuan,

Pejabat Bea dan Cukai melakukan pengujian kewajaran.

Bagian Kedua
Database Nilai Pabean

Pasal 24

(1) Dalam
rangka penelitian nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 ayat (2) huruf f, Pejabat Bea dan Cukai menggunakan Database Nilai
Pabean.
(2) Database
Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

  1. Database Nilai Pabean I; dan
  2. Database Nilai Pabean II.
(3) Sumber
data untuk Database Nilai Pabean I adalah:

  1. Database Nilai Pabean II;
  2. Pemberitahuan pabean impor yang telah ditentukan
    nilai pabeannya berdasarkan nilai transaksi;
  3. Data pada Laporan Hasil Audit yang nilai pabeannya
    ditentukan berdasarkan nilai transaksi;
  4. Data pada Surat Keputusan Keberatan yang nilai
    pabeannya ditentukan berdasarkan nilai transaksi; dan I atau
  5. Katalog,
    brosur, atau informasi lainnya yang berasal dari dalam dan luar Daerah
    Pabean yang telah dilakukan proses penghitungan kembali.
(4) Sumber
data untuk Database Nilai Pabean II adalah pemberitahuan pabean
impor yang nilai pabeannya ditentukan berdasarkan nilai transaksi
dengan tanggal Bill of Lading (B/L) atau Air Way Bill (AWB)-nya paling
lama 60 (enam puluh) hari sebelum penyusunan Database Nilai Pabean II.
Pasal 25

(1) Database
Nilai Pabean I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a
digunakan sebagai:

  1. parameter dalam kegiatan pengujian kewajaran
    pemberitahuan nilai pabean;
  2. salah satu data untuk penentuan dan penetapan nilai
    pabean secara official assessment;
  3. salah
    satu data untuk penentuan dan penetapan kembali nilai pabean oleh
    Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk; dan/atau
  4. salah
    satu data untuk penentuan dan penetapan nilai pabean oleh Pejabat Bea
    dan Cukai dengan menggunakan metode pengulangan (fallback).
(2) Database
Nilai Pabean II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b
digunakan sebagai:

  1. test
    value dalam rangka identifikasi hubungan antara penjual dan pembeli
    yang mempengaruhi harga dalam hal pembeli tidak menyerahkan test value;
  2. parameter
    dalam kegiatan pengujian kewajaran pemberitahuan nilai pabean dalam hal
    tidak ditemukan data pembanding pada Database Nilai Pabean I; dan/atau
  3. salah
    satu data untuk penentuan dan penetapan nilai pabean oleh Pejabat Bea
    dan Cukai dengan menggunakan nilai transaksi barang identik atau nilai
    transaksi barang serupa.
(3) Database
Nilai Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
berlaku sejak tanggal awal berlaku yang tertera dalam sistem aplikasi
Database Nilai Pabean.
(4) Penetapan
pemberlakuan Database Nilai Pabean ditetapkan oleh Direktur Jenderal
atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
Bagian Ketiga
Uji Kewajaran

Pasal 26

(1) Pengujian
kewajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf
f dilakukan dengan cara membandingkan harga barang yang diberitahukan
pada pemberitahuan pabean impor dengan harga barang identik pada
Database Nilai Pabean I.
(2) Nilai
pabean yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor
dikategorikan:

a. wajar,
apabila dalam penelitian kewajaran menunjukkan bahwa nilai pabean yang
diberitahukan:

  1. lebih rendah dibawah 5% (lima persen);
  2. lebih rendah sebesar 5% (lima persen);
  3. sama; atau
  4. lebih besar,

dari harga barang identik pada Database Nilai Pabean I;

b. tidak
wajar, apabila penelitian kewajaran menunjukkan bahwa nilai
pabean yang diberitahukan kedapatan lebih rendah di atas 5% (lima
persen) dari harga barang identik pada Database Nilai Pabean I.
(3) Dalam
hal berdasarkan hasil uji kewajaran, terdapat:

a. nilai
pabean wajar, maka Pejabat Bea dan Cukai menentukan nilai pabean
berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan;
b. nilai
pabean tidak wajar, maka Pejabat Bea dan Cukai;

1) menentukan
nilai pabean berdasarkan nilai transaksi barang yang
bersangkutan dan menginformasikan ke unit penindakan dan penyidikan
Kantor Pabean untuk importir umum kategori risiko rendah; atau
2) menerbitkan
INP untuk importir kategori risiko sedang, importir
kategori risiko tinggi atau importir kategori risiko sangat tinggi.

  

Pasal 27

(1) Dalam
hal tidak ditemukan data pembanding barang identik dalam Database
Nilai Pabean I, maka Pejabat Bea dan Cukai melakukan pengujian
kewajaran dengan data pembanding barang identik dalam Database Nilai
Pabean II.
(2) Nilai
pabean yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor
dikategorikan:

a. wajar,
apabila berdasarkan hasil penelitian kewajaran menunjukkan bahwa nilai
pabean yang diberitahukan:

  1. sama; atau
  2. lebih besar,

dari harga barang identik pada Database Nilai Pabean II;

b. tidak
wajar, apabila berdasarkan hasil penelitian kewajaran menunjukkan
bahwa nilai pabean yang diberitahukan lebih rendah dari harga barang
identik pada Database Nilai Pabean II.
(3) Dalam
hal hasil uji kewajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdapat:

a. nilai
pabean wajar, maka Pejabat Bea dan Cukai menentukan nilai pabean
berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan;
b. nilai
pabean tidak wajar atau tidak ditemukan data pembanding, maka Pejabat
Bea dan Cukai;

  1. menentukan
    nilai pabean berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan dan
    menginformasikan ke unit penindakan dan penyidikan Kantor Pabean untuk
    importir umum kategori risiko rendah; atau
  2. menerbitkan INP untuk
    importir kategori risiko sedang, importir kategori risiko tinggi atau
    importir kategori risiko sangat tinggi.
Bagian Keempat
Informasi Nilai Pabean, Deklarasi Nilai Pabean dan Konsultasi

Pasal 28

(1) Pejabat
Bea dan Cukai menerbitkan dan mengirimkan INP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf b angka 2 dan Pasal 27 ayat (3)
huruf b angka 2 kepada importir melalui media elektronik atau dengan
cara pengiriman lainnya.
(2) Atas
penerbitan INP oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), importir harus:

  1. menyerahkan DNP dalam jangka waktu paling lama 3
    (tiga) hari kerja setelah diterbitkannya INP;
  2. menyerahkan semua informasi, dokumen, dan/atau
    pernyataan yang diperlukan dalam rangka penentuan nilai pabean; dan
  3. memberikan
    penjelasan baik secara lisan maupun tertulis tentang bagaimana pembeli
    atau kuasanya menghitung nilai pabean, unsur-unsur pembentuk nilai
    pabean, dan hal-hal lain berkaitan dengan transaksi yang bersangkutan.
(3) Dalam
hal berdasarkan hasil penelitian DNP terdapat nilai transaksi
belum dapat diyakini kebenaran dan keakuratannya, Pejabat Bea dan Cukai
dapat melakukan konsultasi dengan importir yang bersangkutan atau
kuasanya.
(4) Konsultasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dilakukan terhadap
importir kategori risiko menengah atau importir kategori risiko tinggi.
(5) Dalam
hal importir tidak memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) atau hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) nilai
transaksi tidak dapat diyakini kebenaran dan keakuratannya, maka
Pejabat Bea dan Cukai menetapkan nilai pabean berdasarkan nilai
transaksi barang identik sampai dengan metode pengulangan sesuai
hierarki penggunaannya.
(6) Format
INP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran IX Peraturan Menteri Keuangan ini.
(7) Format
DNP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh sebagaimana
ditetapkan Lampiran X Peraturan Menteri Keuangan ini.
BAB IV
PENETAPAN NILAI PABEAN

Pasal 29

(1) Pejabat
Bea dan Cukai dapat menetapkan nilai pabean barang impor untuk
penghitungan bea masuk sebelum penyerahan pemberitahuan pabean impor
atau dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
pemberitahuan pabean impor.
(2) Penetapan
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilakukan dalam hal nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan
nilai pabean barang yang sebenarnya sehingga:

  1. bea masuk kurang dibayar dalam hal nilai pabean yang
    ditetapkan lebih tinggi; atau
  2. bea masuk lebih dibayar dalam hal nilai pabean yang
    ditetapkan lebih rendah.
(3) Penetapan
sebelum penyerahan pemberitahuan pabean impor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap importasi tertentu secara
official assessment seperti impor sementara, barang penumpang dan
barang kiriman.
Pasal 30

(1) Direktur
Jenderal dapat melakukan penetapan kembali nilai pabean untuk
penghitungan bea masuk dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak
tanggal pemberitahuan pabean impor.
(2) Dalam
rangka penetapan kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penelitian ulang atau
pelaksanaan audit kepabeanan mengenai nilai pabean.
(3) Apabila
berdasarkan hasil penelitian ulang atau pelaksanaan audit
kepabeanan mengenai nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditemukan:

  1. berbeda dengan nilai pabean yang diberitahukan dalam
    pemberitahuan pabean impor dalam hal belum pernah dilakukan penetapan;
    atau
  2. berbeda dengan nilai pabean hasil penetapan dalam hal
    sudah pernah dilakukan penetapan,

yang
mengakibatkan kekurangan dan/atau kelebihan  pembayaran bea
masuk yang
disebabkan oleh kesalahan pemberitahuan nilai pabean, Direktur Jenderal
penetapan membuat  kembali.

  

Pasal 31

(1) Untuk
kepentingan penetapan kembali nilai pabean, Direktur Jenderal
dapat meminta penjelasan dan bukti-bukti yang mendukung kebenaran dan
keakuratan nilai transaksi yang diberitahukan.
(2) Atas
permintaan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
importir harus:

  1. menyerahkan semua informasi, dokumen, dan/atau
    pernyataan yang diperlukan dalam rangka penelitian nilai pabean; dan
  2. memberikan
    penjelasan baik secara lisan maupun tertulis tentang bagaimana pembeli
    atau kuasanya menghitung nilai pabean, unsur-unsur pembentuk nilai
    pabean, dan data lain yang berkaitan dengan transaksi yang bersangkutan.
(3) Apabila
importir tidak memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Direktur Jenderal dapat menggunakan data yang tersedia di
dalam Daerah Pabean untuk menetapkan kembali nilai pabean.

 

Pasal 32

(1) Dalam
melakukan penetapan nilai pabean, Pejabat Bea dan Cukai harus mengisi
Lembar Penelitian dan Penetapan Nilai Pabean.
(2) Lembar
Penelitian dan Penetapan Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), merupakan kertas kerja dan risalah penetapan nilai pabean
yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.

  

BAB V
LAIN-LAIN

Pasal 33

Importir bertanggung jawab terhadap kebenaran data, dokumen dan/atau
pernyataan yang diserahkan dalam rangka penentuan nilai pabean.

Pasal 34

Semua informasi atau data yang berhubungan dengan nilai pabean yang
bersifat rahasia harus diperlakukan secara rahasia dan tidak diizinkan
untuk disebarluaskan tanpa persetujuan pemberi informasi atau data,
kecuali diperlukan untuk proses peradilan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.

    

Pasal 35

Ketentuan pelaksanaan mengenai Database Nilai Pabean, Mekanisme
Konsultasi, Pengisian Lembar Penelitian dan Penetapan Nilai Pabean
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal.
  

Pasal 36

Lampiran dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yaitu:

  1. Lampiran I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7);
  2. Lampiran II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3);
  3. Lampiran III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
  4. Lampiran IV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4);
  5. Lampiran V sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);
  6. Lampiran VI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2);
  7. Lampiran VII sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4);
  8. Lampiran VIII sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3);
  9. Lampiran IX sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6);
    dan
  10. Lampiran X sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (7),

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan
ini.
  

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
 
Pasal 37

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku:

  1. Untuk pemberitahuan pabean impor dengan tanggal pendaftaran
    sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, penentuan nilai
    pabean untuk penghitungan bea masuk menggunakan Keputusan Menteri
    Keuangan Nomor 690/KMK.05/1996
    tentang Nilai Pabean Untuk Perhitungan
    Bea Masuk.
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 690/KMK.05/1996
    tentang Nilai
    Pabean Untuk Perhitungan Bea Masuk, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku

 

Pasal 38

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh)
hari sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

    

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 2010
MENTERI KEUANGAN,  

ttd

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ttd

PATRIALIS AKBAR
 

BERITA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 433
error: Content is protected