Follow Us :

TAX REGULATIONS

Surat Edaran Dirjen Pajak
No. SE - 03/PJ.04/2009

KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK

 

27 Mei 2009

SURAT EDARAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 03/PJ.04/2009

TENTANG

KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan
diberlakukannya
Undang-Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009, terdapat beberapa perubahan
perlakuan administrasi dan tindakan penagihan piutang pajak. Sebagai
tindak lanjut pelaksanaan amanat Undang-Undang tersebut dan demi
meningkatkan tertib administrasi, validitas data piutang pajak serta
mencapai target pencairan piutang pajak Nasional maka dengan ini
disampaikan kebijakan penagihan pajak sebagai berikut :

I. KEBIJAKAN
UMUM

  1. Kebijakan yang menyangkut pelaksanaan Undang-Undang Nomor
    16 Tahun 2009 (KUP), Undang-Undang Nomor 12
    Tahun 1994 (PBB), Undang-Undang
    Nomor 20 Tahun 2000 (BPHTB), dan Undang-Undang Nomor 19
    Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).
  2. Kebijakan yang menyangkut Surat Ketetapan Pajak hasil
    pemeriksaan mulai Tahun Pajak 2008, penentuan saat mulainya penyampaian
    surat teguran setelah piutang pajak jatuh tempo dalam hal Wajib Pajak
    tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus
    dibayar
    dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan mengacu pada Peraturan
    Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
    Hak dan
    Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6
    Tahun 1983
    sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 28 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008
    tentang Tata Cara Pelaksanaan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan
    Pajak dengan Surat Paksa.
  3. Kebijakan yang menyangkut Batas Waktu Penerbitan
    Surat
    Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan
    Bangunan, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan serta
    Daluwarsa Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan mengacu pada Surat Edaran
    Dirjen Pajak Nomor SE-48/PJ/2008
    tanggal 5 September 2008.
  4. Kebijakan yang menyangkut Penyisihan, Pengakuan, dan
    Rekonsiliasi Piutang Pajak berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal
    Pajak Nomor PER-08/PJ./2009 tanggal 2 Februari 2009 tentang Pedoman
    Akuntansi Piutang Pajak.
II. KEBIJAKAN
KHUSUS

II.1 Tertib
Administrasi

II.1.1 Penataan
Berkas Penagihan
Dalam rangka pembenahan administrasi piutang pajak dan penataan berkas
penagihan, maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) berkewajiban untuk :

  1. Menyediakan tempat/ruangan khusus untuk
    penyimpanan rumah berkas penagihan yang memiliki alat pengaman yang
    cukup kuat dan menunjuk petugas di Seksi Penagihan sebagai penanggung
    jawabnya;
  2. Membuat rumah berkas penagihan per Wajib
    Pajak yang disusun sesuai dengan tahun pajaknya dan masing-masing
    berisi :

    1) Surat
    ketetapan pajak, termasuk STP/STP PBB/STB/SKP PBB/SKBKB/SKBKBT;
    2) Keputusan
    Keberatan;
    3) Keputusan
    Pembetulan (Pasal 16 UU KUP);
    4) Keputusan
    Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan pengurangan dan
    atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar (Pasal 36 UU KUP)
    5) Putusan
    Banding;
    6) Putusan
    Peninjauan Kembali;
    7) Putusan
    Gugatan;
    8) Bukti
    pembayaran tunggakan pajak dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak (WP/PP)
    antara lain berupa Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Tanda Terima
    Setoran (STTS), SSP PBB, Surat Setoran BPHTB (SSB), dan print out
    MPN/hasil konfirmasi bank;
    9) Bukti
    Pemindahbukuan (PbK);
    10) Dokumen
    tindakan penagihan;
    11) Berkas
    penagihan lainnya;
    12) Khusus
    untuk Wajib Pajak PBB yang tidak mempunyai NPWP, dibuatkan rumah berkas
    tersendiri per NOP dengan perincian berkas sesuai dengan angka 1 s.d.
    11 tersebut di atas.
II.1.2 Akurasi
Data Piutang Pajak
Dalam proses akurasi data piutang pajak, KPP diwajibkan untuk :

  1. Menyelesaikan perekaman seluruh data
    piutang pajak berdasarkan fisik ketetapan pajak kondisi per 30 Juni
    2007.
  2. Melanjutkan proses pemutakhiran data
    piutang
    pajak secara berkesinambungan dan wajib melaporkan data perkembangan
    perekaman terakhir setiap bulan melalui email ke Kanwil dan subdit
    penagihan Direktorat P2 KPDJP. Tata cara perekaman dapat dilakukan
    dengan melanjutkan input data pada aplikasi program SiMIAP atau dalam
    format excel seperti yang sudah diberikan sebelumnya (format laporan
    terlampir).
  3. Terhadap KPP yang sudah menyelesaikan
    perekaman
    seluruh data piutang pajak berdasarkan fisik ketetapan pajak kondisi
    per 30 Juni 2007 agar segera membuat berita acara penyelesaian
    perekaman (format Berita Acara terlampir).
  4. Menginventarisasikan jumlah piutang pajak
    yang disisihkan dengan kriteria sebagai berikut :

    a. Untuk
    Wajib Pajak Orang Pribadi

    1) Wajib
    Pajak sudah meninggal dunia;
    2) Wajib
    Pajak sudah tidak mempunyai harta lagi yang dibuktikan dengan adanya
    surat dukungan dari instansi berwenang di wilayahnya;
    3) Telah
    disampaikan Surat Paksa melalui PEMDA setempat;
    4) Telah
    daluwarsa; dan
    5) Karena
    sebab lain seperti :

    a) Wajib
    Pajak sudah tidak dapat ditemukan
    b) Dokumen
    penagihan tidak lengkap atau tidak dapat ditelusuri lagi
    disebabkan keadaan yang tidak dapat dihindari seperti bencana alam,
    kebakaran, dan sebagainya.
    b. Untuk
    Wajib Pajak Badan

    1) Bubar,
    liquidasi, atau pailit dan pengurus, direksi, pemegang saham, pemilik
    modal atau pihak lain yang dibebani untuk melakukan pemberesan sudah
    tidak ditemukan;
    2) Wajib
    Pajak sudah tidak mempunyai harta lagi yang dibuktikan dengan adanya
    surat dukungan dari instansi berwenang di wilayahnya;
    3) Telah
    disampaikan Surat Paksa melalui PEMDA setempat;
    4) Telah
    daluwarsa, dan
    5) Karena
    sebab lain seperti :

    a) Wajib
    Pajak sudah tidak dapat ditemukan
    b) Dokumen
    penagihan tidak lengkap atau tidak dapat ditelusuri lagi disebabkan
    keadaan yang tidak dapat dihindari seperti bencana alam, kebakaran, dan
    sebagainya.
    Tatacara
    penyisihan piutang pajak selengkapnya diatur dalam Peraturan Direktur
    Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ./2009.
  5. Melakukan rekonsiliasi data piutang pajak
    antara Laporan Perkembangan Piutang Pajak (LP3) dan Laporan
    Perkembangan Piutang PBB dan BPHTB dengan Laporan Keuangan Piutang
    Pajak (LKPP) setiap bulan.
  6. Melakukan pembenahan piutang PBB sesuai
    dengan
    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-84/PJ/2008
    tanggal 31
    Desember 2008 tentang Pemutakhiran Data Pembayaran Pajak Bumi dan
    Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan yang dilakukan dengan membentuk
    tim penyelesaian data tunggakan PBB.
  7. Terhitung mulai Januari 2009, format
    laporan
    rutin piutang pajak menggunakan format laporan sesuai surat
    Direktur Pemeriksaan dan
    Penagihan Nomor S-28/PJ.045/2009.
  8. Dalam hal terdapat permasalahan yang
    berkaitan
    dengan SIDJP/SIP/SIPMOD/SISMIOP, agar disampaikan kepada Direktur
    Teknologi Informasi Perpajakan dengan mengacu pada Surat Edaran
    Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-73/PJ/2008
    tanggal 16 Desember 2008
    tentang Kebijakan Perubahan Data SIP/SIPMOD/SISMIOP.
II.1.3 Prosedur
Migrasi Berkas Wajib Pajak
Sehubungan dengan masih terdapatnya permasalahan dalam pemindahan Wajib
Pajak karena pemecahan KPP atau pembentukan KPP baru, maka Kanwil/KPP
diingatkan kembali untuk memperhatikan :

  1. Prosedur administrasi untuk WP pindah
    sesuai
    dengan surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan nomor S-14/PJ.0451/2007
    tanggal 25 Januari 2007;
  2. Pelaksanaan tertib administrasi penagihan
    terkait dengan pembentukan KPP baru di lingkungan Direktorat Jenderal
    Pajak sesuai dengan surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan nomor
    S-33/PJ.045/2008 tanggal 2 April 2008
II.2 Fokus
dan Strategi Penagihan

II.2.1 Fokus
Penagihan

  1. Fokus pencarian piutang pajak tahun 2009
    lebih
    diprioritaskan kepada KPP di unit Kanwil Wajib Pajak Besar (LTO), KPP
    di
    Unit Kanwil Jakarta Khusus, dan Kantor-Kantor Pelayanan Pajak Madya di
    seluruh Indonesia (34 KPP dari 331 KPP di Indonesia), dengan
    pertimbangan kondisi likuiditas Wajib Pajak dan jumlah piutang pajak
    yang mencapai lebih dari 50% jumlah piutang pajak Nasional berada di
    wilayah KPP tersebut diatas.
  2. Kegiatan penagihan pada KPP Pratama tetap
    dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku terutama terhadap 200
    Penunggak Pajak terbesar.
II.2.2 Strategi
Penagihan
Untuk menunjang peningkatan realisasi pencarian piutang pajak, Kanwil
dan KPP agar melaksanakan kegiatan sebagai berikut:

  1. KPP diwajibkan untuk melakukan bedah
    tunggakan
    terhadap 200 penunggak pajak terbesar kemudian dibuat profilnya
    mengenai kondisi WP tersebut lengkap dengan daftar harta kekayaan yang
    masih dimiliki dan dilengkapi dengan pohon kepemilikan dalam perusahaan
    yang bersangkutan dimiliki oleh grup perusahaan (format terlampir).
  2. Berdasarkan profil tersebut, KPP kemudian
    melakukan analisis probabilitas pencairan piutang pajak terhadap 200
    penunggak pajak terbesar di wilayah kerjanya dan melaporkan ke Kanwil
    atasannya (format terlampir).
  3. Berdasarkan hasil analisis sebagaimana
    dimaksud pada angka 2, KPP menetapkan prioritas tindakan penagihan.
  4. KPP wajib melaksanakan tindakan penagihan
    aktif
    secara optimal terutama untuk piutang pajak yang akan mendekati
    daluwarsa namun tindakan penagihannya belum dan/atau tidak dapat
    dilaksanakan, atau sebab lainnya.
  5. Terhadap tindakan penagihan sebagaimana
    dimaksud pada angka 4 di atas yang terhenti pelaksanaannya, perlu
    dilakukan penelitian administrasi dan/atau penelitian setempat kemudian
    dituangkan dalam berita acara dan laporan penelitian setempat dengan
    disertai alasan dan bukti pendukungnya (format terlampir).
  6. KPP melaksanakan tindakan penagihan
    kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak terutama yang non kooperatif,
    dengan memprioritaskan;
  1. Penyitaan atas harta kekayaan Wajib
    Pajak/Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank yang
    pelaksanaannya mengacu kepada Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-109/PJ./2007
    tanggal 6 Agustus 2007 dengan skala prioritas 200
    Penunggak Pajak terbesar dengan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan
    ada tidaknya upaya hukum yang diajukan Wajib Pajak dengan urutan
    sebagai berikut:

    1) Melakukan
    pemblokiran rekening Wajib Pajak yang bersangkutan terlebih dahulu; dan
    2) Apabila
    piutang pajak belum lunas, maka pemblokiran dapat dilakukan kepada
    rekening para Direksi dan pemegang saham mayoritasnya sebagai
    penanggung pajaknya; 
  2. Pencegahan dilakukan secara selektif
    dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, antara lain:

    1) Ada
    tidaknya upaya hukum Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
    2) Validitas
    data mengenai status/legalitas Penanggung Pajak dalam kedudukannya
    selaku Penanggung Pajak suatu badan usaha;
    3) Dalam
    hal Wajib Pajak memiliki lebih dari satu Penanggung Pajak, KPP dapat
    mempertimbangkan untuk tidak mengusulkan pencegahan terhadap seluruh
    Penanggung Pajak yang ada, tetapi usul pencegahan dapat dilakukan
    secara bergantian dengan memperhatikan skala prioritas.

  1. Untuk mendukung upaya penagihan melalui
    pemblokiran rekening, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan bekerja sama
    dengan Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan dalam menyediakan
    daftar Cabang Bank tempat Wajib Pajak yang bersangkutan membayar
    kewajiban pajaknya. Data tersebut dapat dilihat pada portal subdit
    penagihan.
  2. KPP wajib melakukan pengawasan secara
    intensif
    dan melaksanakan hak mendahulu atas piutang pajak terhadap Wajib Pajak
    yang dinyatakan pailit, bubar, atau likuidasi, dengan melakukan
    koordinasi dengan kurator, likuidator, orang atau badan yang ditugasi
    melakukan pemberesan, segera setelah diperoleh informasinya.
  3. Kantor Wilayah DJP;
Sebagai
pengawas dan
pembina suatu wilayah kerja, diharapkan agar Kantor Wilayah DJP lebih
meningkatkan peranan dan fungsinya untuk membimbing, mengawasi dan
mendukung tindakan penagihan yang dilakukan oleh KPP, oleh karena
itu Kanwil diwajibkan untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

  1. Membuat pemetaan dan melakukan analisis
    atas
    jumlah piutang pajak selain PBB dan BPHTB di wilayah kerjanya
    berdasarkan
    kategori umur piutang pajak sebagaimana yang tercantum dalam
    S-28/PJ.045/2009 tanggal 3 Maret 2009 tentang Laporan Rutin Penagihan;
  2. Membuat pemetaan dan melakukan analisis
    atas
    piutang pajak PBB dan BPHTB di wilayah kerjanya, yang didasarkan atas
    beberapa kriteria sebagai berikut:

    1) Sektor
    ketetapan (sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan, dan
    pertambangan);
    2) Wilayah
    kerja (kabupaten/kotamadya, kecamatan, desa/kelurahan);
    3) Tahun
    Pajak;
    4) Buku
    Ketetapan, yaitu buku ketetapan I s.d. buku ketetapan V;
  3. Melaksanakan pengawasan melekat untuk
    mencegah
    terjadinya kesalahan prosedur atau penyalahgunaan wewenang dan jabatan
    dalam pelaksanaan tindakan penagihan;
  4. Melakukan pengawasan atas bedah tunggakan
    terhadap 200 penunggak pajak terbesar dan profiling penunggak pajak
    yang dilakukan oleh KPP di wilayah kerjanya;
  5. Melakukan penelitian dan evaluasi atas
    analisis
    probabilitas pencairan piutang terhadap 200 penunggak pajak terbesar
    yang dilakukan oleh KPP di wilayah kerjanya;
  6. Melakukan pengawasan dan pemantauan
    proses
    kegiatan penagihan dan pencairan piutang pajak dengan prioritas 200
    penunggak pajak terbesar yang dilaporkan oleh masing-masing KPP di
    wilayah kerjanya;
  7. Mengawasi dan meneliti saldo piutang
    pajak pada
    masing-masing laporan rutin penagihan secara periodik dan
    berkesinambungan sehingga terjadi kesesuaian angka, khususnya yang
    berkaitan dengan Wajib Pajak pindah dan pembentukan KPP baru;
  8. Meneliti daftar klasifikasi kualitas
    piutang
    pajak yang dibuat oleh KPP terutama untuk kriteria piutang pajak kurang
    lancar, perhatian khusus, diragukan dan macet, serta melihat kondisi
    piutang pajak dan permasalahannya. Selanjutnya hasil penelitian
    tersebut dapat digunakan untuk melakukan reklasifikasi kriteria
    kualitas piutang
    pajak sesuai dengan kondisi yang seharusnya;
  9. Mengawasi pelaksanaan perekaman seluruh
    data
    piutang pajak berdasarkan fisik ketetapan pajak kondisi per 30 Juni
    2007 yang dilakukan oleh KPP di wilayah kerjanya dan melaporkan
    pelaksanaan kegiatan validasi piutang pajak yang dilakukan oleh KPP di
    wilayah kerjanya tersebut ke KPDJP (format laporan terlampir);
  10. Melakukan pengujian kembali Daftar Usulan
    Penghapusan Piutang Pajak yang diusulkan dari KPP antara lain:
  1. Tindakan penagihan terakhir terkait
    dengan jangka waktu daluwarsa penagihan;
  2. Kesesuaian antara daftar rincian piutang
    pajak
    yang diusulkan untuk dihapuskan dengan jumlah rekapitulasi piutang yang
    diusulkan untuk dihapuskan; dan
  3. Kelengkapan data-data pendukung sesuai
    dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: KMK 539 dan KEP-15

  1. Menetapkan standar prestasi jurusita
    dengan mempertimbangkan kondisi masing-masing KPP yang berada di
    wilayah kerjanya;
  2. Meningkatkan koordinasi regional/lokal
    dengan
    instansi terkait untuk kelancaran kegiatan penagihan berdasarkan
    prinsip kebersamaan tugas sebagaimana yang telah disepakati pada MoU
    antara Dirjen Pajak dengan Kapolri/Menteri Kehakiman dan
    HAM/Gubernur/Walikota/Bupati serta kerja sama dengan pihak perbankan
    dengan tetap
    memperhatikan ketentuan Pasal 34 UU KUP.
II.3 Target
Pencarian
Target pencarian piutang pajak secara nasional untuk tahun 2009 akan
diatur lebih lanjut dalam Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
Selanjutnya alokasi target pencarian per KPP ditetapkan oleh
masing-masing Kantor Wilayah DJP atasannya.
III Lain-lain

  1. Dalam melakukan penelitian administrasi dan/atau
    penelitian
    setempat sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II.2.2 angka 5,
    langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:
  1. Membuat daftar usulan penelitian setempat ke Kantor
    Wilayah atasannya;
  2. Melakukan koordinasi dengan KPP lawan transaksi dari
    Wajib
    Pajak/Penanggung Pajak yang akan dilakukan penelitian setempat untuk
    mendapatkan informasi lebih lanjut tentang transaksi terakhir yang
    dilakukan, untuk memastikan apakah masih ada aktifitas atau tidak;
  3. Meminta informasi dan keterangan dari pihak pengelola
    gedung atau instansi yang berwenang di wilayah tempat Wajib Pajak
    menjalankan usahanya untuk mendukung keberadaan Wajib Pajak/Penanggung
    Pajak yang dilakukan penelitian setempat;
  4. Meminta informasi dan keterangan mengenai Wajib
    Pajak/Penanggung Pajak kepada Dinas Kependudukan, Direktorat Jenderal
    Imigrasi atau instansi terkait lainnya apabila diperlukan. 
  1. Kepala KPP harus memperhatikan jumlah sumber daya
    manusia
    yang ada di seksi penagihan dikaitkan beban kerja seksi penagihan guna
    mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan penagihan. Adapun jumlah
    minimal Jurusita di masing-masing KPP adalah sebagai berikut:
  1. 3 (tiga) orang Jurusita untuk:

    KPP
    di lingkungan Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar;
    KPP
    di lingkungan Kantor Wilayah Jakarta Khusus;
    KPP
    Madya
  1. 2 (dua) orang Jurusita untuk setiap KPP Pratama
    dengan mempertimbangkan luasnya wilayah kerja dan jumlah tunggakan.
  1. Bagi KPP yang mengalami kekurangan tenaga pelaksana
    Jurusita pajak dapat menunjuk dan mengangkat Jurusita dari pelaksana
    pada Seksi Penagihan, Kepala Seksi Penagihan, atau Kepala Kantor
    Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan, sepanjang yang
    bersangkutan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
    Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000
    tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian
    Jurusita Pajak. Apabila jumlah Jurusita belum juga terpenuhi dan
    kebutuhan akan Jurusita sangat mendesak Kanwil dapat mengajukan
    permohonan penambahan penempatan Jurusita ke KPDJP.
  2. Dalam hal terdapat permasalahan hukum terkait dengan
    pelaksanaan tindakan penagihan, KPP agar segera melakukan koordinasi
    dengan Kepala Seksi Bimbingan Penagihan dan Kepala Sub Bagian Rumah
    Tangga dan Bantuan Hukum di Kantor Wilayah atasannya.
  3. Kemungkinan adanya pemakaian seragam Jurusita pajak,
    maka
    Kepala KPP agar menganggarkan biayanya dalam DIPA KPP untuk minimal 3
    potong pakaian seragam per Jurusita, dengan desain sebagaimana
    terlampir.
  4. Dalam hal keperluan penghitungan KPI, maka
    diinformasikan
    bahwa saldo awal piutang pajak yang digunakan untuk KPI adalah saldo
    awal piutang pajak setelah dikurangi dengan cadangan piutang yang
    disisihkan dimana tata cara penyisihannya diatur dalam Peraturan
    Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ./2009 tanggal 2 Februari 2009
    tentang Pedoman Akuntansi Piutang Pajak.
  5. Sehubungan dengan biaya perjalanan dinas dalam rangka
    tindakan penagihan agar mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri
    Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007
    tentang Perjalanan Dinas Jabatan dalam
    Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tetap, dalam
    Bab I Pasal 1 ayat (5) diatur bahwa Perjalanan dinas dalam negeri yang
    selanjutnya disebut perjalanan dinas adalah perjalanan ke luar tempat
    kedudukan baik perseorangan maupun secara bersama yang jaraknya
    sekurang-kurangnya 5 (lima) kilometer dari batas kota yang dilakukan
    dalam wilayah RI untuk kepentingan Negara atas perintah pejabat yang
    berwenang termasuk perjalanan dari tempat kedudukan ke tempat
    meninggalkan Indonesia untuk bertolak ke luar negeri dan dari tempat
    tiba di Indonesia dari luar negeri ke tempat yang dituju di dalam
    negeri. Selanjutnya dalam ayat (10) diatur bahwa Wilayah Jabatan adalah
    wilayah kerja dalam menjalankan tugas.  
Dengan berlakunya Surat Edaran Kebijakan Penagihan ini, maka Surat
Edaran Kebijakan Penagihan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.
Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Direktur Jenderal,

ttd.

Darmin Nasution
NIP 130605098

Tembusan:

  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat
    Jenderal Pajak.
error: Content is protected