Ketentuannya adalah, jika penerimaan pajak mencapai 95 persen dari yang ditargetkan, maka, Ditjen pajak akan bebas dari potongan tukin. Adapun, target penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 1.294 triliun. Tetapi, jika target meleset ke kisaran 90 persen hingga di bawah 95 persen, maka tukin akan dipangkas sebesar 10 persen.
Selanjutnya, jika target yang terpenuhi hanya 85 persen sampai di bawah 90 persen, maka tunjangan akan berkurang sebesar 15 persen. Kemudian, ketika target hanya menyentuh 80 persen hingga di bawah 85 persen, maka para fiskus negara ini harus menerima konsekuensi potongan tukin sebesar 20 persen.
Terburuk, jika Ditjen Pajak hanya mampu mengantongi penerimaan pajak sebesar 70 persen hingga di bawah 80 persen dari target, maka tukin yang diterima akan disunat sampai 50 persen.
Sigit Priadi Pramudito, Direktur Jenderal Pajak mengaku siap menerima konsekuensi tersebut.
"Teman-teman sudah siap, kami memang tidak berespektasi penerimaan tahun ini tinggi, tapi kami telah berusaha," ujarnya kepada Kontan beberapa waktu lalu.
Sebagai gambaran saja, hingga 22 November 2015, total penerimaan pajak baru Rp 828,93 triliun. Angka ini setara dengan 64 persen dari yang ditargetkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.
Oleh karena itu, Sigit bilang, pihaknya siap menerma skenario terburuk. Yakni, penerimaan pajak tahun ini hanya mencapai 85 persen. Artinya, tunjaangan Ditjen Pajak tahun depan berpotensi terpangkas 15 persen.
Saat ini, tukin Ditjen Pajak sudah mencapai 100 persen. Kementerian pendayagunaan Aparatur Negara telah menyeragamkan ketentuan mengenai tunjangan kinerja di kementerian dan lembaga pemerintahan.
Adapun, ketentuan tukin didasarkan pada pelaksanaan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi ini mengacu pada prinsip efisiensi atau optimalisasi pagu anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L). Selanjutnya, pemberian besaran, tunjangan kinerja disesuaikan dengan harga jabatan dan pencapaian kerja.