Satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (SKK Migas) pun buka suara untuk mendesak Kementerian Keuangan untuk memberikan insentif fiskal. "SKK telah berdiskusi dengan Chevron dan Exxon. Mereka setuju jual ke Pertamina. Artinya mereka happy dibeli Pertamina, tentunya dengan harga yang sesuai," ujar Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, Selasa (5/1).
Amien menjelaskan, transaksi jual beli minyak dari kedua perusahaan tersebut hanya bisa dilakukan oleh trader masing-masing perusahaan di Singapura, dan tidak bisa dijual langsung kepada Pertamina secara langsung di Indonesia. Artinya, meski minyak produksi Exxon dan Chevron ada di dalam negeri, namun proses jual beli harus tetap lewat Singapura.
Kendalanya, lanjut Amien, peraturan perpajakan di Indonesia memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Impor termasuk pada transaksi jual beli minyak di luar negeri, sebesar 3 persen.
"Kemudian keduanya tidak mau kekurangan pendapatan sebesar itu, dan Pertamina juga tidak mau membeli dengan harga sebesar itu. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dari Ditjen perpajakan berupa pengecualian," jelas Amien.
Diharapkan, dengan adanya pengecualian pengenaan pajak sebesar 3 persen pada transaksi jual beli minyak baik Chevron dan Exxon dengan Pertamina, dapat mengurangi kendala yang ada. Sehingga kebutuhan minyak dalam negeri bisa terpenuhi secara maksimal.
"Karena ada aturan itu, transaksi belum terjadi. Nah kalau ada pengecualian ini kan, tinggal digiring (penjualannya)," katanya.
Lebih lanjut Amien menegaskan, pihaknya juga tengah mengupayakan mengajukan permohonan pengecualian PPN Impor tersebut kepada Kementerian Keuangan dan Ditjen Perpajakan. "Mudah-mudahan bulan Januari ini bisa kita ajukan permintaannya," kata dia lagi.