JAKARTA. Pemerintah tampak benar-benar ingin memberikan pengampunan pajak atawa tax amnesty. Sebab kebijakan ini dinilai dapat mendatangkan penerimaan pajak minimal Rp 60 triliun hanya selama tiga bulan.
Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, penerimaan pajak tersebut dengan asumsi pemerintah mengejar tarif tebusan 2% dari harta yang tak dilaporkan. Tarif tebusan 2% dikalikan dengan harta yang ikut tax amnesty.
Bambang menyebutkan, jumlah aset berupa kas tunai atau harta tidak bergerak mencapai Rp 4.000 triliun. Dana itu berasal dari harta pengusaha Indonesia atas aktifitas ekspornya, namun tidak dibawa ke dalam negeri. Dari dana itu, pemerintah berasumsi dana yang ikut tax amnesty Rp 3.000 triliun. Dengan asumsi itu maka potensi penerimaan pajak yang akan diperoleh lebih dari Rp 60 triliun.
Namun potensi itu hanya menjadi kenyataan jika RUU tax amnesty disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tahun ini. Jika gagal disahkan, dua risiko yang akan dihadapi pemerintah pada tahun ini. Pertama, risiko fiskal dari kemungkinan shortfall penerimaan pajak. Kedua, risiko defisit anggaran lebih besar jika tax amnesty tidak mendorong penerimaan pajak sesuai harapan.
Bambang sendiri mengakui skenario menghadapi ancaman pelebaran defisit tergantung kebijakan tax amnesty. Berhasil atau tidaknya tax amnesty akan menentukan porsi jumlah utang, pemangkasan anggaran dan penggunaan sisa lebih penggunaan anggaran (SiLPA) tahun 2015.
Sebab itu pemerintah menyiapkan berbagai skenario untuk menghadapi segala kemungkinan. "Semua skenario disiapkan dari A sampai Z, kalau perlu dari Aa sampai Zz," katanya, Selasa (1/3).
Agar kebijakan tax amnesty tetap berjalan tahun ini, kata Bambang, saat ini dirinya terus menjalin komunikasi dengan pimpinan DPR. Komunikasi ini diharapkan mampu melunakkan DPR yang berencana menunda pembahasan RUU tax amnesty. Penundaan dilakukan seiring keputusan penundaan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi.
Jika nantinya asumsi penerimaan dari kebijakan tax amnesty tidak sesuai harapan, pemerintah terpaksa memotong anggaran. Bila ternyata belum cukup, pemerintah akan menambah utang. Komposisi pemotongan anggaran dan utang ini sedang dihitung.
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah bilang, DPR tidak serta merta setuju dengan tax amnesty. DPR akan mengkaji dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan ini. Dia berharap potensi penerimaan pajak dari tax amnesty mencapai Rp 200 triliun. "Jika hanya Rp 60 triliun-Rp 80 triliun, kurang," katanya, Selasa (1/3). Menurutnya RUU tax amnesty baru mulai dibahas DPR pada awal April 2016 setelah masa reses.