JAKARTA. Manajer investasi menyambut hangat rencana pemerintah menjadikan reksadana sebagai salah satu instrumen penampung dana hasil repatriasi dari pengampunan pajak atawa tax amnesty. Maklum, potensi dana yang masuk dari hasil pengampunan pajak tergolong melimpah.
Head of Operation dan Business Development Panin Asset Management Rudiyanto menghitung, skema tax amnesty berpotensi menambah dana kelolaan reksadana di rentang Rp 50 triliun hingga Rp 100 triliun. Hitungan tersebut merupakan 5% sampai 10% dari dana wajib pajak yang menerima fasilitas pengampunan pajak dari pemerintah, yang sebelumnya disebut-sebut mencapai sekitar Rp 1.000 triliun.
Estimasi tax amnesty dengan tarif antara 2%-6% akan membawa pendapatan pajak sekitar Rp 60 triliun. "Apabila diambil secara konservatif, dengan tarif 6%, maka yang di amnesty sekitar Rp 1.000 triliun," papar Rudiyanto kepada KONTAN, Kamis (3/3).
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 28 Desember 2015, dana kelolaan industri reksadana sepanjang 2015 mencapai Rp 270,84 triliun. Angka itu naik 12,11% dari akhir tahun 2014 yang tercatat Rp 241,57 triliun.
Diperkirakan, jika kucuran tax amensty turum, dana kelolaan reksadana bisa dalam rentang menjadi Rp 320 triliun hingga Rp 370 triliun.
Tapi, dana tersebut diperkirakan tak terserap semua ke reksadana karena adanya pembatasan skema pada reksadana terproteksi. Seperti diketahui, produk reksadana terproteksi memiliki masa penawaran yang terbatas atau maksimal 60 hari kerja setelah izin efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Rudiyanto menyatakan, jika semua jenis reksadana boleh dana tax amnesty, dampaknya luar biasa. "Sebab, reksa-dana open end biasa yang bisa melakukan masa penawaran kapan saja akan lebih mudah menyerapnya," ujar dia.
Investor meningkat
Tapi yang patut diingat, proyeksi potensi penambahan dana kelolaan reksadana dari pengampunan pajak belum akan maksimal tahun ini. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat, menunda pembahasan Rancanangan Undang-Undang (RUU) tax amnesty.
Direktur Infovesta Utama Parto Kawito mengusulkan, pemerintah tak lagi menjajakan surat utang atau obligasi. Ke depan, surat berharga negara (SBN) dibungkus dalam reksadana, sehingga semakin banyak investor masuk ke reksadana. Alhasil, "Misalnya obligasi negara ritel ORI), langsung dijual dengan dibungkus dalam reksadana," tutur dia.
Saat ini jumlah investor reksadana Indonesia masih tergolong mini, karena hanya sekitar 250.000 nasabah. Angka tersebut jauh di bawah negara lain, seperti Jepang, yang mencapai 45 juta, dengan 4,5 juta investor aktif. Demikian juga Singapura yang memiliki investor hampir 1 juta.
Menurut Parto, masuknya dana asing akan berdampak negatif apabila terjadi pembalikan dana. "Sehingga dana asing atau hot money paling bagus masuk ke sektor riil," tandas dia.