Follow Us :

JAKARTA. Sidang Paripurna DPR mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 senilai Rp 2.461,1 triliun.

Penerimaan perpajakan masih menjadi penopang utama APBN 2019, dengan target penerimaan Rp 1.786,4 triliun, naik 15,4% dari outlook tahun 2018. Lebih rinci, penerimaan perpajakan tahun depan masih didominasi dari pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp 894,3 triliun. Jumlah itu terdiri dari PPh migas Rp 66,1 triliun dan PPh nonmigas Rp 828,2 triliun.

Adapun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menyumbang Rp 655,3 triliun, pajak bumi dan bangunan (PBB) Rp 19,1 triliun, cukai Rp 165,5 triliun, pajak lainnya Rp 8,6 triliun dan pajak perdagangan internasional Rp 43,3 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan target pajak tersebut cukup realistis. Walhasil, tanpa upaya extra effort seperti penegakan hukum yang berlebihan, Ditjen Pajak bakal bisa mencapai target tersebut. Dengan begitu, pegawai pajak juga akan lebih ramah ke wajib pajak.

Apalagi, pertumbuhan target pajak itu lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang selalu di atas 20%. "Pertumbuhan perpajakan 15,4% ini pertumbuhan yang realistis," ungkap Sri Mulyani saat melakukan konferensi pers di kantor Ditjen Pajak, Rabu (31/10).

Instrumen pajak akan tetap ramah investasi, melalui tax holiday, tax allowance dll.

Sri Mulyani menegaskan, instrumen pajak ke depan akan tetap ramah investasi. "Berbagai tax allowance, tax holiday, insentif perpajakan itu hal-hal yag menunjukkan kami mendukung investasi," ungkap Sri Mulyani.

Kementerian Keuanga (Kemkeu) akan melakukan usaha seperti penguatan pelayanan perpajakan seperti simplikasi registrasi, perluasan tempat pelayanan perpajakan, perluasan cakupan e-filling dan kemudahan restitusi. Data pertukaran informasi perpajakan juga akan dioptimalkan untuk mendorong kepatuhan wajib pajak.

Direktur Eksekutif (CITA) Yustinus Prastowo menilai target pajak tahun depan sangat realistis untuk dicapai. Angka tersebut sesuai dengan pertumbuhan alamiah, yakni mendapatkan pada laju ekonomi dan inflasi. Apalagi, sekarang sudah ada keterbukaan informasi melalui Automatic Exchange of Information (AEOI) yang bakal memudahkan Ditjen Pajak mengali penerimaan secara optimal.

"Kendala tahun depan, kemungkinan karena tahun politik, sehingga hal-hal yang sifatnya cenderung agresif, tak akan dilakukan," ungkap Yustinus. Hal ini menyebabkan penegakan hukum perpajakan berjalan kurang optimal.

error: Content is protected