JAKARTA. Kunjungan Menteri Perdagangan Thomas Lembong ke Prancis gagal membatalkan rencana penerapan pajak progresif atas produk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Untuk itu Pemerintah RI sedang menyiapkan langkah lanjutan agar aturan itu tidak diterapkan terhadap Indonesia.
Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan langkah antisipasi. "Kita akan bertemu kembali dengan Pemerintah Prancis," katanya, Senin (29/2).
Darmin khawatir jika ketentuan itu berlaku, ekspor non migas Indonesia akan terancam turun. Parlemen Prancis sendiri rencananya akan mengesahkan aturan itu pada 15 Maret ini. Dengan aturan itu maka ekspor CPO Indonesia ke Prancis akan dinaikkan mulai € 300 per ton hingga € 900 per ton. Darmin tidak ingin hal itu terjadi.
Sebab itu Pemerintah RI akan mengadakan pertemuan kembali dengan Pemerintah Prancis. Pertemuan lanjutan ini untuk melobi kembali agar kebijakan itu dibatalkan. Agar lobi berhasil, pemerintah berjanji untuk terus memperbaiki kualitas produk CPO dalam negeri agar bisa diterima di pasar Eropa.
Pemerintah masih berusaha sekuat tenaga melindungi produk CPO. Sebab CPO merupakan produk unggulan ekspor Indonesia dan penting bagi perekonomian. Jika ekspor CPO terhambat, maka ekspor akan merosot.
Thomas Lembong sebelumnya bilang sektor sawit menyumbang 1,6% pertumbuhan ekonomi RI. Produk sawit juga mempengaruhi kehidupan 16 juta pekerja langsung dan tidak langsung di industri sawit, serta kehidupan 61 kota di Indonesia. "Kelapa sawit adalah salah satu komoditas ekspor Indonesia terpenting dengan kontribusi US$ 19 mi-liar setahun," kata Thomas.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi meminta, Indonesia harus segera menyelesaikan hambatan tarif yang akan berlaku di Prancis. Sebab ini akan mempengaruhi daya saing produk CPO dan turunannya asal Indonesia.
Untuk itu pihaknya mendorong pemberian sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi produsen CPO di Indonesia. Saat ini sudah ada 159 perusahaan yang mendapatkan sertifikasi ini, atau sekitar 1,16 juta hektare. Itu setara dengan 5,6 juta ton CPO tersertifikasi. Bahkan saat ini pihaknya sedang proses audit untuk pemberian sertifikasi kepada 540 perusahaan lain. "Sertifikat ini penting sebagai bahan promosi produk sawit," katanya.
Inti sertifikasi ISPO adalah menunjukkan pemerintah menegakan aturan dan melakukan audit ketat atas produk CPO. Demi sertifikasi ini, pembiayaannya akan menggunakan dana dari CPO fund yang dipungut oleh BPDP.