“Saya kira bisa karena pemerintah akan punya cukup dana untuk belanja infrastruktur yang akan menggerakkan perekonomian dan punya efek multiplier,” kata Yustinus lewat pesan singkat kepada Tempo, Ahad, 3 Januari 2016.
Langkah awal, menurut Yustinus, pemerintah merevisi target penerimaan pajak 2016 yang sebesar Rp 1.360,14 triliun. Angka penerimaan pajak realistis adalah Rp 1.260 trilliun. “Dengan dasar realisasi 2015 dan kenaikan 15 persen jadi Rp 1.210 triliun ditambah tax amnesty Rp 50 triliun,” katanya. Adanya penyesuaian target pajak dari realisasi penerimaan 2015 supaya tidak menekan perekonomian di 2016.
Selanjutnya, menurut dia, adanya perubahan paradigma. Misalnya, katanya, pengeluaran diefisiensikan dan disesuaikan dengan kemampuan. Untuk saat ini, pemerintah harus membangun fundamental. “Pada 2018 ke sana baru akselerasi penerimaan. Kesinambungan fiskal butuh pondasi yang kokoh,” kata dia.
Adapun hambatan dalam penerimaan pajak, menurut dia, tergolong klasik. “Kita belum memiliki basis data yang bagus, koordinasi antar-institusi yang baik, dan basis identitas yang mampu mengaitkan identitas serta aktivitas wajib pajak,” ujarnya.
Jika tidak ada pembenahan, menurut dia, penerimaan pajak akan rendah. Dampaknya bakal mempengaruhi pengeluaran pemerintah sehingga tidak optimal. “Perlu optimalisasi penerimaan perpajakan,” kata dia. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi pencapaian penerimaan karena tumbuhnya potensi pajak alamiah.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sebelumnya mengatakan, pemerintah berencana merevisi target penerimaan pajak 2016. Perubahan harus menunggu realisasi penerimaan pajak 2015 dan penerapan Undang Undang Pengampunan Pajak. “Bisa naik, turun atau tetap,” kata Bambang.