Rujukan dalam UU Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, tidak memungkinkan memasukannya sebagai kendaraan bermotor. Guru besar hukum Tata Negara UI Natabaya mengatakan Oleh sebab itu, pengaturan pajak terhadap alatalat berat dan alat-alat besar yang dikategorikan sebagai kendaraan bermotor seperti diatur UU Nomor 28 Tahun 2009 telah melanggar asas kejelasan dan keadilan.
“UU ini telah melanggar, tidak memenuhi asas kejelasan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, menimbulkan ketidakadilan yang melanggar amanah UUD 1945, bertentangan dengan hak konstitusional dari para pemohon,”ujarnya. UU Nomor 22 Tahun 2009, menurutnya mendefenisikan kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.
Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel.Sementara,alat-alat berat dan alat-alat besar pada proyek- proyek besar digunakan untuk menggali, memecah, memindahkan tanah dan material lainnya. “Dari dua pengertian kendaraan bermotor dan alat-alat besar ini adalah tidak mungkin memasukkan pengertian alat-alat besar ke dalam kendaraan bermotor, suatu hal yang tidak ada kaitannya sama sekali,’ ujarnya.
Mantan hakim konstitusi, Laica Marzuki mengatakan alat-alat berat dan alat-alat besar adalah bagian dari mesin produksi serta bukan kendaraan bermotor seperti diatur dalam Pasal 1 angka 13 dan Pasal 5 Ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2009.Alat-alat berat dan alat-alat besar bukanlah kendaraan transportasi ataupun kendaraan bermotor. Dan, dalam aturan perpajakan, produksi yang diperoleh dari penggunaan alat-alat berat dan alat-alat besar itulah yang dikenakan pajak,bukan alat-alat berat itu sendiri.
“Pengenaan pajak bagi alat-alat berat dan alat-alat besar yang dikenakan bersamaan dengan pajak produksi, output,luaran yang diperoleh daripadanya menyebabkan pajak ganda, double tax.Pajak ganda menyebabkan ketidakadilan,” ujarnya. Laica mengatakan mempersamakan dua hal yang berbeda (kendaraan bermotor dan alat-alat berat) dalam pemberlakuan pemungutan pajak akan menimbulkan ketidakadilan serta ketidakpastian hukum.
Padahal, diskiriminasi, ketidakadilan,ketidakpastian hukum jelas melanggar Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945. “Ketidakadilan itu bukan hanya membedakan dua hal yang sama, tapi juga menyamakan dua hal yang berbeda. Pemungutan pajak tidak boleh menyebabkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan,” katanya.
Sementara, saksi ahli lainnya, Irwandi Arif mengatakan alat-alat berat yang digunakan di proyek-proyek memiliki fungsi yang berbeda dengan kendaran bermotor.Bila pajak kendaraan bermotor dikenakan terhadap alat-alat berat, maka akan terjadi pungutan pajak ganda.
Sebab, pengusaha alat-alat berat dan alat-alat besar selama ini telah pula dikenakan pajak PPh badan sebesar 25% dari laba bersih, pajak pertambahan nilai (PPN), with holding tax, pajak bumi dan bangunan (PBB), dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB). “Termasuk pajak restoran atau pemakaian jasa katering dalam perusahaan sebesar 10 persen,”kata ujarnya.