Wajib pajak korporasi bersedia membayar Rp 11,47 triliun setelah ditagih langsung oleh Menteri Keuangan dan Plt Dirjen Pajak
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) meyakini target minimal realisasi penerimaan pajak sebesar 85%-87% sampai akhir tahun ini bisa tercapai. Optimisme ini menguat setelah Ditjen Pajak mengantongi setoran pajak jumbo dari satu wajib pajak senilai Rp 11,47 triliun.
Kabar yang diterima KONTAN, wajib pajak badan ini memiliki tunggakan pajak dan berniat mengikuti kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty yang akan berlaku tahun depan. Namun Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Mekar Satria Utama membantah wajib pajak badan yang membayar Rp 11,47 triliun itu adalah penghindar pajak dan ingin mengikuti tax amnesty pada tahun depan.
Mekar bilang, WP tersebut merupakan wajib pajak badan atau korporasi besar. Tanpa menyebut identitasnya secara jelas, Mekar memastikan bahwa perusahan tersebut bukan penghindar pajak. "Bukan pula perusahaan yang ingin ikut tax amnesty," tandas Mekar, kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Mekar menjelaskan, Ditjen Pajak telah melakukan proses penghitungan pajak perusahaan tersebut sejak awal tahun ini. Ternyata, hasil perhitungan Ditjen Pajak menunjukkan, ada perbedaan penghitungan kewajiban pembayaran pajak antara perusahaan dan Ditjen Pajak. Perusahaan pun mengakui kesalahan tersebut dan menyetujui hasil penghitungan Ditjen Pajak.
Dengan begitu, Mekar menilai, perusahaan tersebut tidak ada maksud menghindar pajak. Nilai pembayaran pajak sebesar Rp 11,47 triliun merupakan akumulasi kewajiban pajak selama tiga tahun terakhir dan dibayar pada akhir tahun ini. "Kami memberi tahu mereka, tahun depan jangan sampai ada kesalahan seperti ini lagi," terang Mekar.
Perusahaan ini tidak bisa berkutik setelah Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Pajak Ken Dwijugisteadi bersama Menteri Keuangan melakukan penagihan langsung ke WP badan ini. Perusahaan ini diakui memiliki aset yang besar dan ini merupakan perusahaan ternama berskala nasional.
Lalu adakah wajib pajak perusahaan besar lain yang segera ditagih senilai triliunan rupiah? Mekar bilang, belum ada lagi wajib pajak perusahaan lain yang memiliki potensi serupa. Sebab itu, Ditjen Pajak mengandalkan kebijakan lain seperti penindakan faktur pajak fiktif, revaluasi aset, serta reinventing policy.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo yakin, kekurangan atau shortfall pajak tahun ini tidak akan lebih dari Rp 150 triliun. Belajar dari pengalaman sebelumnya, realisasi pajak meningkat menjelang tutup buku, karena banyak transaksi terjadi di akhir tahun.
Reinventing policy dan kebijakan revaluasi aset juga akan menambah penerimaan minimal Rp 125 triliun. "Kita targetkan lebih dari itu," ujar Mardiasmo, Jumat (4/12). Untuk memastikan target tidak meleset terlalu jauh, Mardias-mo akan berkantor di Ditjen Pajak. Realisasi pajak 2015 akan menjadi gambaran target rasional 2016 dan menjadi dasar APBN Perubahan 2016 Dengan tambahan itu, Dirjen Anggaran Kemkeu Askolani berharap, defisit APBN-P 2015 tidak lebih dari 2,7% PDB. Pemerintah sendiri, belum bisa memastikan berapa besar defisit yang terjadi. Yang pasti, Askolani mengakui, defisit tahun ini akan ditambal dari saldo akhir lebih (SAL) akibat bujet belanja pemerintah tak semua terpakai.