JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) pengampunan pajak atau tax amnesty mendekati garis akhir. Berbagai poin penting seperti kewajiban repatriasi serta tarif tax amnesty telah tuntas dibahas. Agenda pembahasan yang tersisa terkait basis tahun pajak.
Sofjan Wanandi, Kepala Staf Ahli Wakil Presiden yang juga pengusaha senior, menyatakan, pemerintah sudah menyepakati tarif tax amnesty 2%, 4%, dan 6%. Tarif lebih murah jika pengajuan dilakukan lebih cepat dan akan berbeda setiap kuartal.
Untuk repatriasi, pemerintah sepakat tidak mewajibkan peminat tax amnesty untuk membawa masuk dananya ke dalam negeri. Alasan dia, pemerintah belum memiliki instrumen keuangan untuk menampung dana itu.
Namun bagi yang melakukan repatriasi, pemerintah akan memberikan insentif. “Insentif berupa tarif pajak atas bunga simpanan yang lebih rendah, bisa dalam rupiah atau dollar” kata Sofjan kepada KONTAN, kemarin (18/1). Selain itu, menurut dia, kewajiban repatriasi tidak akan efektif jika diberlakukan.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui penyusunan draft RUU Tax Amnesty sudah sampai pada penentuan basis perhitungan tahun pajak, apakah hingga SPT tahun 2014 atau 2015. Jika perhitungan dilakukan hingga tahun pajak 2014, pemerintah khawatir WP akan dikenakan pajak ganda. Sebab jika pemerintah telah mengampuni kesalahan WP hingga tahun 2014 dikhawatirkan masih ada kesalahan pada tahun 2015 hingga WP harus membayar uang tebusan kembali.
Namun jika perhitungan dilakukan hingga tahun pajak 2015, pemerintah baru bisa melakukan perhitungan setelah Maret atau April 2016. Sebab WP baru akan mengumpulkan SPT orang pribadi pada akhir Maret dan SPT WP badan pada akhir April. Sehingga penerapan tax amnesty baru bisa diterapkan pada semester kedua 2016.
Tekad politik tak kuat
Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hendrawan Supratikno bilang masih banyak ganjalan dalam RUU tax amnesty. Menurut dia, sampai kini RUU itu belum dibahas DPR karena belum adanya keputusan politik dari fraksi di DPR. "Komitmen dan tekad politiknya belum kuat," ujar dia, Senin (18/1).
Hingga kini Fraksi Gerindra juga bersikukuh menolak pemberlakukan kebijakan itu karena dinilai menimbulkan ketidakadilan bagi WP patuh.
Fraksi-fraksi yang lain juga meminta pembahasan RUU tax amnesty dilakukan bersamaan dengan RUU KPK. Kesepakatan pada sidang paripurna 15 Desember 2015, RUU KPK jadi inisiatif DPR dan RUU Tax Amnesty inisiatif pemerintah. "Saya dengar presiden ingin RUU Tax Amnesty duluan," ujar dia.
Selain itu, Hendrawan mengaku belum menerima Amanat Presiden (Ampres) RUU tax amnesty ini hingga kini. "Saya ditelepon temanteman yang minta bocoran. Mereka pengusaha swasta manufaktur," ujar dia.
Bambang enggan memastikan kapan Ampres diserahkan ke DPR. "Tergantung presiden. Saya mau secepat mungkin," ujar dia, Senin (18/1).