Follow Us :

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia mengajukan keberatan kepada Pemerintah Perancis atas rencana pengenaan pajak regresif terhadap produk sawit yang masuk negara tersebut dengan nilai fantastis. Rencana itu berpotensi menjadi preseden buruk bagi ekspor sawit Indonesia ke Eropa.

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya Arif Havas Oegroseno, Senin (1/2) di Jakarta, mengungkapkan, keberatan Pemerintah Indonesia disampaikan langsung kepada Duta Besar Perancis untuk Indonesia.

Rencana kebijakan tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Keanekaragaman Hayati. Dalam RUU tersebut, dimuat klausul penting soal pengenaan pajak progresif produk sawit untuk pangan dan nonpangan (environment tax).

Besaran pajak yang selama ini dikenakan terhadap produk sawit impor yang masuk ke Perancis adalah 103 euro per ton.

Dengan adanya aturan baru nanti, pungutan pajak dinaikkan secara regresif menjadi 300 euro per ton mulai 2017, 500 euro per ton (2018), 700 euro per ton (2019), dan 900 euro per ton (2020).

Pungutan pajak impor setelah 2020 akan terus dinaikkan. Kementerian Keuangan Perancis ditugaskan untuk melakukan hal tersebut.

Khusus untuk minyak sawit konsumsi (pangan) ada tambahan bea masuk 3,8 persen dan khusus untuk minyak kernel dikenai tambahan 6,4 persen. Dana yang dihimpun dari pungutan pajak regresif akan digunakan untuk program jaminan sosial masyarakat Perancis.

"Dengan kata lain, petani sawit Indonesia, yang sebagian petani kecil dan miskin, menyubsidi dana jaminan sosial masyarakat Perancis," ujarnya.

Meski rencana pengenaan pajak regresif produk sawit di Perancis baru diputuskan di tingkat Senat Perancis pada 21 Januari 2016, Indonesia harus menyikapinya dengan serius.

Masih ada waktu satu setengah bulan bagi RUU Biodiversity tersebut untuk disetujui di sidang parlemen pada 15 Maret 2016.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Fadhil Hasan mengatakan, kenaikan pajak sawit yang besar di Perancis bersifat progresif, tetapi juga regresif karena naik terus meski nilai jualnya tetap, bahkan turun.

"Selama ini Perancis memang anti Indonesia," katanya.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia juga akan mengajukan keberatan ke Perancis.

Havas mengatakan, pada 2012 Senat Perancis mengajukan kenaikan pajak Nutella (merek produk olahan coklat) 300 persen. Kebijakan ini berdampak pada ekspor sawit ke Perancis. Namun, senat menolak. Adapun pajak progresif sawit sudah diterima tingkat Senat Perancis.

error: Content is protected