Follow Us :

Bisnis.com, JAKARTA – Real Estate Indonesia (REI) berharap Bank Indonesia dapat menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate yang saat ini masih bertengger di level 7,5%.
 
Sekretaris Jenderal REI Hari Raharta Sudrajat mengatakan BI Rate yang saat ini berada di level 7,5% terbilang cukup tinggi sehingga menyebabkan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) dan apartemen berada di kisaran dua digit.
 
Dengan adanya penurunan BI Rate ini, pihaknya berkeyakinan dapat mendorong pasar properti yang masih melesu.
 
"Uang muka sudah turun, kami harapkan BI Rate juga turun menjadi 5% atau 6%,
Kondisi ini membebani masyarakat berpenghasilan rendah yang ingin memiliki rumah," ujarnya di Jakarta, Kamis (6/8/2015).
 
Suku bunga kredit pemilikan rumah yang double digit membuat masih sedikitnya permintaan kredit properti. Oleh sebab itu, apabila bunga kredit KPR ini bisa berada hanya satu digit saja maka dapat meningkatkan permintaan pasar properti.
 
"Kami harapkan KPR itu single digit. Sekarang buat apa double digit kalau sedikit yang mengajukan KPR, lebih baik single digit tapi ini dapat meningkatkan permintaan KPR," ucapnya.
 
TREN MELAMBAT
 
Perlambatan sektor properti juga diakibatkan dari kondisi perekonomian global maupun nasional yang masih melemah.
 
Nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS yang terus tertekan juga turut berdampak bagi para pengembang.
 
Pasalnya, hal tersebut ikut memicu lonjakan harga bahan bangunan yang berdampak pada naiknya harga properti yang dijual pengembang.
 
"Itu memicu lonjakan harga bahan bangunan yang berdampak pada naiknya harga properti yang dijual pengembang," katanya.
 
Wacana perubahan peraturan perpajakan di sektor properti, lanjut Hari, yakni Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) oleh pemerintah juga menjadi salah satu penyebab menurunnya minat pembeli di sektor properti.
 
Sebab, dalam aturan tersebut, batas pengenaan PPh 22 terhadap properti sangat mewah yang diturunkan menjadi Rp5 miliar dari batas sebelumnya senilai Rp10 miliar.
 
"Sentimen pasar akhirnya jadi takut. Jangan-jangan kalau beli rumah (di atas) Rp5 miliar nanti akan dikenakan pajak tinggi. Moment-nya tidak pas, bukan karena kita tidak suka pemerintah akan menaikan target penerimaan pajaknya," tuturnya.
 
Sejumlah faktor itulah yang membuat sektor properti belum bergairah walaupun Bank Indonesia telah melakukan pelonggaran loan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah.
 
"Momen LTV ini belum tepat kemarin karena diberlakukan mulai saat bulan puasa dan berdekatan dengantahun ajaran baru anak sekolah. Kami berharap setelah momen itu, sektor properti bisa bergairah lagi. Banyak faktor yang berpengaruh penurunan transaksi ini karena masyarakat lebih memilih mementingkan pemenuhan kebutuhan primer lainnya," terang Hari.
error: Content is protected