Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan, dengan waktu yang tersisa tinggal satu setengah bulan lagi, pihaknya akan berupaya meminimalisasi kekurangan penerimaan atau shortfall. "Biasanya di Desember orang berbondong-bondong membayar pajak," ujarnya, Selasa (24/11).
Walau begitu, dengan kondisi ekonomi global dan nasional yang mengalami perlambatan, Sigit memasang target pesimistis pada realisasi penerimaan sampai akhir tahun ini, yaitu hanya 85% dari target APBN-P 2015 yang segede Rp 1.294,2 triliun.
Skenario terburuk
Dengan skenario terburuk penerimaan pajak sebesar 85% atau sekitar Rp 1.100 triliun, maka sampai akhir 2015 Ditjen Pajak masih harus merealisasikan Rp 271 triliun.
Direktur Penyuluhan Pelayanan Dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Mekar Satria Utama mengatakan, satu sumber penerimaan yang bisa diandalkan saat ini adalah kebijakan penghapusan sanksi administratif bagi wajib pajak. Kebijakan yang juga disebut reinventing policy itu mulai membuahkan hasil. Dia berharap ada penerimaan masuk dari pelaksanaan kebijakan ini sekitar Rp 60 triliun hingga akhir tahun.
Merujuk ke tren selama lima tahun terakhir, nilai penerimaan pajak di Desember bisa 10 kali lipat lebih besar daripada rata-rata per bulan hasil pelonggaran kebijakan yang sekitar Rp 6 triliun. "Paling tidak akan ada tambahan sekitar Rp 40 triliun-Rp 60 triliun lagi dari reinventing policy," ujarnya.
Kebijakan lain yang diharapkan memperlancar penerimaan adalah revaluasi aset. Dari kebijakan itu, ditargetkan penerimaan senilai Rp 10 triliun. Lalu, ada pula penerimaan dari penegakan hukum perpajakan, terutama atas penggunaan faktur pajak fiktif. Dengan potensi penerimaan Rp 6 triliun, diproyeksikan realisasi dari penindakan mencapai Rp 3,35 triliun.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pekan lalu mengatakan, hingga Kamis (19/11) total realisasi penerimaan negara Rp 1.180,3 triliun atau 67% dari target APBN-P 2015 sebesar Rp 1.761,6 triliun, lalu belanja negara Rp 1.468,2 triliun, atau 74% dari target Rp 1.984 triliun.