Target pendapatan merupakan salah satu poin yang dibahas Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta. Sejumlah anggota menilai target Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak realistis. Anggota Badan Anggaran dari Fraksi Gerindra, Syarif, Kamis (3/9), menyebutkan, target pendapatan APBD DKI Jakarta selalu tak tercapai tiga tahun terakhir. "Targetnya terlalu tinggi," ujarnya.
Pada rancangan APBD 2016, kata Syarif, Pemprov DKI menargetkan pendapatan daerah Rp 37 triliun. Namun, angka itu dinilai kurang pas jika dikaitkan dengan situasi ekonomi dan realisasi tahun ini. Selain pajak daerah, Pemprov DKI juga diminta mengevaluasi target pendapatan dari dana perimbangan pusat sebesar Rp 15 triliun sebab realisasinya selalu meleset.
Kondisi ekonomi Jakarta dianggap berdampak langsung terhadap penerimaan pajak daerah. Beberapa di antaranya pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan, serta pajak bumi dan bangunan yang menjadi sumber utama pendapatan sebagaimana terjadi tahun lalu.
Pada tahun 2014, pendapatan Pemprov DKI dari pajak daerah hanya Rp 27 triliun. Angka itu 83,24 persen dari target Rp 32,5 triliun. Target yang tidak tercapai antara lain penerapan sistem daring (online) yang belum optimal, data obyek pajak yang belum valid, serta melesetnya prediksi seperti pada pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, dan pajak restoran.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati menambahkan, tim anggaran merevisi pagu belanja terkait penurunan itu. Sebelumnya total anggaran belanja Rp 63,65 triliun, turun jadi Rp 59,6 triliun. Dengan begitu, ada pagu untuk sejumlah kegiatan yang dihilangkan atau dikurangi besarannya.
"Semua kepala SKPD (satuan kerja perangkat daerah) diimbau oleh Gubernur (DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama) untuk lebih teliti menghitung poin kerja stafnya. Ada dana yang bisa dihemat dengan memperketat penilaian kinerja," ujarnya.
Anggaran beberapa kegiatan juga dikurangi, seperti proyek pembangunan tanggul di pesisir utara yang sebelumnya mendapat pagu lebih dari Rp 1 triliun. Anggaran proyek fisik lain, seperti perbaikan gelanggang olahraga di Jakarta Timur, pun direvisi nominalnya karena dianggap terlalu besar.
Basuki berpendapat, masih ada pegawai negeri sipil yang sengaja menaikkan pagu kegiatan dalam APBD 2015 demi keuntungan pribadi.