PEMERINTAH masih melihat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sampai akhir tahun ini sebelum memutuskan percepatan revisi APBN 2016. Realisasi APBNP 2015 itu untuk memastikan kapan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty akan diterapkan. "Itu dua kunci agar pemerintah bisa mengestimasikan penerimaan 2016," ujar Bambang Brojonegoro, Menteri Keuangan, Selasa (22/12).
Hingga Selasa (22/12), realisasi belanja negara baru mencapai Rp 1.666,6 triliun atau 84% dari pagu APBN-P 2015 yang sebesar Rp 1.984,1 triliun. Dalam tiga pekan Desember ini, realisasi belanja memang cukup tinggi meskipun akan meleset dari target 92%-93%. Bambang menyatakan, satu-satunya sumber belanja di akhir tahun adalah belanja kementerian dan lembaga (K/L), sebab transfer daerah dan dana desa sebagian besar sudah terealisasi.
Sementara realisasi penerimaan negara per Selasa (22/12) baru mencapai Rp 1.338,8 triliun atau 76% dari anggaran Rp 1.761,6 triliun. Meski naik dibanding dengan akhir November lalu sebesar 69,5%, angka itu masih jauh dari target realisasi penerimaan pajak akhir tahun ini sebesar 85%-87% dari pagu.
Dus, kini defisit anggaran mencapai Rp 327,8 triliun atau 2,79% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini masih di atas asumsi defisit APBNP 2015 sebesar 2,7% dari PDB. Menko Ekonomi Darmin Nasution pesimistis target penerimaan pajak tahun depan tercapai. Sebab untuk tahun ini realisasi penerimaan pajak diproyeksikan hanya mencapai 83% dari pagu.
Pemerintah masih kesulitan mencapai target pajak tahun depan meski UU Tax Amnesty selesai dibahas. Sebab masalah besar penerimaan pajak adalah rendahnya kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Oleh karena itu Darmin mendorong pemerintah segera mengajukan revisi APBN 2016.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI-P Maruarar Sirait juga mendesak pemerintah segera mengajukan Rancangan APBN-P 2016. "Kami mendukung kalau target penerimaan pajak diturunkan," ujarnya.