Pengamat perpajakan Universitas Indonesia Gunadi mengatakan PTKP yang lebih tinggi dari Rp 2 juta per bulan adalah kondisi yang ideal karena berada di atas rata-rata upah minimum regional (UMR) berbagai daerah di Indonesia.
"Masyarakat akan terhibur (menghadapi) inflasi karena berita kenaikan BBM atau jika pemerintah ternyata jadi menaikkan BBM nanti,"katanya dalam pesan singkat kepada Bisnis, Kamis (31/5).
Gunadi memperkirakan penurunan penerimaan negara dari pajak penghasilan (PPh) setelah penaikan PTKP akan diimbangi oleh kenaikan pendapatan dari PPN (Pajak Pertambahan nilai).
Penerimaan PPN, menurut dia, akan tumbuh didorong kenaikan konsumsi masyarakat dan inflasi umum. "Turunnya PPh akan diringankan naiknya PPN dari kenaikan BBM dan inflasi umum,"kata Gunadi.
Sementara itu, terkait dengan desakan untuk melakukan penyesuaian PTKP setiap tahun, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengatakan pemerintah masih mengkaji kemungkinan itu.
"Masih belum tahu, memang ada yang diusulkan setiap tahun. Kalau tiap tahun kan itu ada secara administratif agak repot,"katanya.
Dia memaparkan selama ini pemerintah biasanya menyesuaikan PTKP setiap 3-4 tahun sekali.
Adapun terkait dengan renegosiasi tax treaty, pemerintah menyatakan proses renegosiasi tax treaty masih terus berlangsung dan membutuhkan waktu yang panjang.
Menurut Fuad, negara yang sudah memiliki perjanjian pajak dengan Indonesia tidak bisa begitu saja menerima perubahan isi perjanjian tersebut.
"Kita sudah lakukan (renegosiasi), tapi mengubah itu perlu kesepakatan, negosiasi, debat sampai berbulan-bulan,"kata Fuad.
BPK sebelumnya merekomendasikan pemerintah segera melakukan amandemen perjanjian bagi hasil dan/atau tax treaty untuk menekan jumlah kehilangan penerimaan negara dari PPh Migas.