JAKARTA. Industri minyak sawit mendapat tekanan yang cukup kencang dari luar negeri awal tahun ini. Ganjalan terbaru datang dari negara Prancis. Negeri itu akan mengenakan pajak tinggi hingga € 300 per ton atas impor minyak sawit dan turunannya.
Pajak tersebut melonjak 300% bila dibandingkan saat ini yang masih di kisaran € 98 per ton-€ 100 per ton. Pemerintah Prancis beralasan, kenaikan pajak itu diberlakukan lantaran selama ini lahan perkebunan sawit menjadi penyumbang deforestasi dan penyebab penyakit pada mereka yang menkonsumsinya.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit BayunKrisnamurthi mengatakan, langkah yang dilakukan
oleh pemerintah Prancis tersebut sangat diskriminatif.
oleh pemerintah Prancis tersebut sangat diskriminatif.
"Bagi Indonesia ini sebagai bentuk diskriminasi," kata Bayu, Selasa (2/2). Meski ekspor produk minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dan turunnya relatif kecil dibandingkan negara di kawasan Eropa yang lain, namun hal ini membuat citra sawit kian menurun.
Kebutuhan minyak sawit dan turunannya di Prancis sekitar 50.000 ton-150.000 ton per tahun. Pemasoknya, mayoritas adalah Indonesia, Malaysia, dan Afrika.
Guna menyelesaikan persoalan ini, ada beberapa langkah yang dilakukan pemerintah. Dalam jangka pendek, pemerintah akan melobi negara produsen minyak sawit dan pemerintah Prancis untuk membatalkan kenaikan ini.
Namun, bila mekanisme tersebut tetap tidak dapat menyelesaikan persoalan itu, maka akan didorong dengan melakukan Counter Measure atau tindakan balasan. "Proses ke World Trade Organization (WTO) akan dilakukan bila kebijakan pajak tetap dilakukan," kata Bayu.
Diantara komoditas lain, minyak sawit dinilai lebih ramah lingkungan. Pasalnya, bila dibandingkan dengan produksi minyak nabati lain hasilnya lebih efisien.
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun menambahkan, dengan pajak yang tinggi, harga minyak sawit Indonesia tidak kompetitif lagi.
Selama ini, harga minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti minyak bunga matahari, minyak kedelai dan repseed lebih tinggi. Harga minyak nabati tersebut harganya di kisaran € 150 per ton.
Bila pajak tersebut diterapkan, maka harga sawit, akan melambung dan tidak kompetitif lagi. "Harga minyak sawit nantinya dapat lebih mahal dari minyak nabati lain," kata Derom.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, dengan penerapan pajak yang tinggi dari Prancis, produsen industri hilir sawit akan ikut terpengaruh sebab daya saingnya turun.