Follow Us :

JAKARTA, KOMPAS — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan potensi pajak yang belum tertagih sebesar Rp 25,9 triliun sepanjang 2015. Lembaga anti pencucian uang itu juga tengah menelusuri jutaan wajib pajak lain dengan potensi pajak terutang mencapai ribuan triliun rupiah.

"Jika tidak dapat dipidana, pihak-pihak yang melakukan transaksi mencurigakan atau transaksi ilegal sekurangnya dapat dikenai pajak. Jika konsep ini bisa dioptimalkan, penerimaan pajak pemerintah bisa meningkat signifikan," kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf saat acara refleksi akhir tahun 2015, Senin (28/12), di Jakarta. Acara tersebut juga dihadiri Wakil Kepala PPATK Agus Santoso, para deputi, dan beberapa direktur.

Yusuf menjelaskan, hingga kini PPATK telah mengirimkan 220 laporan hasil analisis (LHA) kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan. LHA itu berisi transaksi mencurigakan dan aset wajib pajak, baik korporasi maupun perorangan, yang diduga disembunyikan dari kewajiban pajak.

Dari 220 LHA tersebut, 76 LHA telah ditindaklanjuti dengan surat ketetapan pajak kurang bayar sejumlah Rp 2,1 triliun. Selain itu, PPATK juga menerima permintaan informasi dari Ditjen Pajak tentang data kepemilikan rekening 3.100 wajib pajak penunggak pajak dan telah ditindaklanjuti oleh PPATK dengan menyampaikan data 2.961 wajib pajak kepada Ditjen Pajak. Dari data tersebut, Ditjen Pajak telah menindaklanjuti 2.393 data wajib pajak dengan total perkiraan utang pajak Rp 25,9 triliun.

Menurut Yusuf, selama ini LHA PPATK yang dikirimkan kepada penegak hukum amat minim ditindaklanjuti dari sisi pidana. "Kami memahami kesulitan penegak hukum dalam mencari alat bukti. Daripada LHA tersebut sia-sia, lebih baik dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak," katanya.

Namun, lanjutnya, pemanfaatan LHA PPATK untuk menelusuri pengemplang pajak belum dioptimalkan. Hingga kini belum ada aturan baku yang memayungi kerja sama antara PPATK, penegak hukum, dan Ditjen Pajak terkait hal tersebut.

Karena itu, Yusuf berharap Presiden Joko Widodo dapat mengeluarkan instruksi presiden guna mendorong pemanfaatan LHA untuk peningkatan penerimaan pajak.

Pengamat anggaran dari Centre for Budget Analysis, Uchok Sky Khadafi, mengatakan, Presiden Jokowi sebaiknya turun tangan dan mengeluarkan kebijakan terkait sinergi antara PPATK, penegak hukum, dan Ditjen Pajak.

error: Content is protected