Follow Us :

BOGOR—Mulai bulan depan, BUMN kembali memungut pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah dari penyedia jasa/barang kena pajak.
 
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengatakan 140 BUMN yang terdaftar pada Kementerian BUMN telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
Dia mengharapkan penunjukan BUMN sebagai pemungut pajak bisa mengamankan pendapatan pemerintah dari aktivitas bisnis BUMN
yang mencapai 15% dari total penerimaan pajak.
“Banyak PPN yang sudah dibayar BUMN malah tidak disetor oleh di tra bisnis padahal BUMN merupakan mitra terbesar Ditjen Pajak,” ujar Fuad dalam acara sosialisasi per pajakan dengan tema Penunjukan BUMN sebagai Pemungut PPN, Rabu (20/6).
Kewajiban tersebut diatur pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 85/2012 tentang penunjukan BUMN sebagai pemungut
PPN dan PPnBM dan berlaku wajib pada 1 Juli 2012.
Beleid di atas membatalkan Keputusan Menteri Keuangan No.563/2003 yang mencabut penunjukan BUMN sebagai pemungut PPN mulai 1 Januari 2004.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dedi Rudaedi menjelaskan pada 2004, tugas BUMN sebagai pemungut pajak tersebut sempat ditarik karena keluhan mitra-mitra bisnis BUMN.
Perusahaan rekanan BUMN, jelasnya, merasa sistem pemungutan pajak oleh BUMN mempersulit arus kas pada perusahaan-perusahaan tersebut.
Namun, dia memaparkan pemerintah memutuskan kembali penunjukan BUMN sebagai pemungut pajak karena semakin banyak rekanan bisnis BUMN tidak menyetorkan PPN/PPnBM yang telah dibayarkan.
“Cara seperti ini bisa memastikan PPN/PPnBM BUMN benar disetor, selama ini BUMN sering kerepotan saat pajak itu dikreditkan,” kata Dedi.
 
Bebani BUMN
 
Direktur Utama PT Sucofindo (Persero) Arief Safari mengatakan penunjukan sebagai pemungut pajak menghindari denda keterlambat an/kurang bayar pajak yang selama ini membebani BUMN karena mitra bisnis tidak/terlambat menyetor pajak.
Dia menjelaskan selama ini Sucofindo kesulitan mengawasi penyetoran pajak untuk transaksi bernilai kecil yang jumlahnya mencapai 5% dari total arus kas perusahaan itu.
“Pasti ada beban adminsitrasi tambahan buat kami, tapi dibandingkan dengan kesulitan karena denda atau yang lain, saya rasa tidak masalah,” kata Arief.
Kendati demikian, di sisi lain, penunjukan BUMN sebagai pemungut pajak pertambahan nilai kurang efektif karena tidak meliputi anak perusahan BUMN yang berbentuk investment holding.
Direktur Keuangan PT RNI (Persero) Dandossi Matram mengatakan Peraturan Menteri Keuangan No.85/2012 tidak bermanfaat bagi BUMN yang berbentuk investment holding seperti RNI.
Dia menjelaskan hampir seluruh transaksi keuangan dari omzet RNI yang mencapai Rp5 triliun terjadi di 15 anak perusahaan BUMN tersebut.
”Kami tidak mendapatkan manfaat karena walaupun RNI ditunjuk sebagai wajib pungut, anak perusahaannya tidak,” kata Dandossi.
error: Content is protected