Jaksa mendakwa Diah, Effendy dan Teddy telah melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua pasal 13 UU No 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Berdasarkan dakwaan tersebut, mereka terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Ahmad Burhanudin menyebutkan total uang yang dijanjikan S$ 600.000. "Kepada Eko Darmayanto dan Mohammad Dian Irwan Nuquisra selaku penyidik perpajakan," kata Ahmad saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (30/7).
Awalnya, pada Januari 2011 Kanwil DJP Jakarta Timur menemukan bukti permulaan kesalahan pajak berupa pelaporan pajak transaksi sekitar Rp 1 triliun yang dicatatkan sebagai pinjaman dari warga negara Singapura Angel Sitoh. Padahal dana itu bukan merupakan pinjaman tetapi penerimaan pihak ketiga. Alhasil, Master Steel hanya membayar pajak lebih sedikit.
Meski telah membayar pajak dan denda terhutang Rp 165 miliar pada Juni-Juli 2011 tetapi tetap dilakukan pengujian atas transaksi tersebut. Pada Desember 2012, DJP menerbitkan surat perintah penyidikan dengan tersangka Diah Soembedi, Istando Burhan dan Ngadiman.
Selanjutnya, Diah meminta Eko Darmayanto dan Mohammad Dian Irwan Nuquisra agar penyidikan tindak pidana perpajakan dihentikan dengan imbalan Rp 40 miliar. Diah lantas menunjuk anak buahnya dari bagian akuntansi Effendy Komala dan Teddy Muliawan untuk menyelesaikan pembayaran tersebut.
Penyerahan pertama pada 7 Mei 2013 di area parkir terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, sebesar S$ 300.000 yang diletakan di mobil Honda City hitam milik Eko. Penyerahan kedua 15 Mei 2013 di area parkir terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta sebesar S$ 300.000 diletakan di mobil Avanza hitam. Sesaat kemudian, Effendy, Teddy, Eko dan Dian langsung ditangkap KPK.