JAKARTA. Pemberesan aset PT Anugerah Tapin Persada, perusahaan konstruksi jalan dan pelabuhan yang berstatus pailit tinggal selangkah lagi. Meski begitu, masih ada masalah yang menghambat pembayaran utang.
Salah satu kurator pailit Anugerah Tapin William E. Daniel mengatakan, pembayaran terhambat oleh masalah pajak. "Tagihan pembayaran pajak datang saat akan penutupan pendaftaran utang," kata William, di Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat, Kamis (4/9).
Awalnya, kantor pajak tak terdaftar sebagai salah satu kreditur. Tagihan baru ada setelah para kurator melakukan eksekusi. Hingga kini, kurator hanya mengeksekusi proyek yang dikerjakan Anugerah Tapin. "Setelah didalami memang debitur tak memiliki aset," tambah William.
Proyek yang dieksekusi adalah pembangunan jalan batubara sepanjang 28,6 kilometer serta proyek pelabuhan dengan luas 5,5 hektare. Kedua aset tersebut terjual dengan total Rp 90 miliar. "Jika dari penjualan proyek mendapat untung maka bayar pajak, kalau rugi ya tak bayar pajak," ungkap William.
Pembayaran ke pajak memakai perhitungan pajak penghasilan (PPh) yakni pajak progresif 28% dari hasil penjualan. Kini, saldo hasil penjualan aset Anugerah tinggal Rp 11,5 miliar saja. Lantaran belum tahu pasti berapa besaran tagihan dari pajak, tim kurator berniat mengadakan pertemuan dengan kantor pajak. Jika dalam hitungan, tagihan pajak kurang dari Rp 11,5 miliar, sisa dananya untuk kreditur.
Berdasarkan putusan pailit, para kreditur Anugrah Tapin antara lain, Thaha Engineering Group Rp 327 juta, Horizon Asia Resources Ltd US$ 8,75 juta, PT Bara Andalan Resources Rp 6,6 miliar, Puskopad Tanjungpura Rp 48 juta dan Hutama Karya Rp 975 juta.
Anugerah Tapin pernah dimiliki oleh Lehman Brothers, perusahaan yang masuk lima besar bank investasi di Amerika Serikat yang bangkrut 2008 lalu.