Follow Us :

JAKARTA, KOMPAS – Penghasilan tidak kena pajak layak dinaikkan tahun ini mengingat inflasi dan perkembangan moneter sudah jauh berubah sejak penyesuaian terakhir tahun 2009. Di satu sisi, langkah ini menurunkan basis penerimaan pajak. Namun, di sisi lain, hal itu meningkatkan kesejahteraan sekaligus meningkatkan belanja masyarakat.

Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center, Darussalam, di Jakarta, Rabu (25/4), menyatakan, penghasilan tidak kena pajak (PTKP) terakhir kali disesuaikan tahun 2009. Saat itu, PTKP dinaikkan dari Rp 1,1 juta per bulan menjadi Rp 1,32 juta per bulan.

"Terlepas mau dinaikkan atau tidak dinaikkan, semestinya PTKP dievaluasi pemerintah tiap tahun. Dan tahun ini, menurut saya, PTKP layak dinaikkan karena penyesuaian terakhir dilakukan pada 2009. Soal besarnya berapa, itu harus dilakukan kajian oleh pemerintah yang kemudian mendapatkan persetujuan legislatif," kata Darussalam.

Ia menegaskan, penjelasan Pasal 7 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan disebutkan, menteri keuangan diberikan kewenangan untuk mengubah PTKP setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok.

"Pertanyaan pentingnya adalah seberapa besar idealnya PTKP untuk tahun ini. Ini harus dilihat dari pertimbangan-pertimbangan sebagaimana diamanatkan undang-undang termasuk inflasi," kata Darussalam.

Hal itu perlu dicermati karena kenaikan PTKP akan menurunkan basis penerimaan pajak. Di sisi lain, hal itu menimbulkan efek berantai berupa peningkatan belanja masyarakat dan kenaikan Pajak Penjualan (PPn).

Bisa dipahami

Secara terpisah, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dedi Rudaedi menyatakan, kenaikan PTKP akan menghilangkan sebagian potensi Pajak Penghasilan. Akan tetapi, hal itu bisa dipahami sebagai upaya mendorong peningkatan kesejahteraan dan belanja masyarakat.

Untuk meningkatkan penerimaan pajak, potensi-potensi yang masih besar, seperti sektor pertambangan, migas, dan perkebunan, perlu digali sehingga bisa menyubstitusi turunnya penerimaan basis pajak akibat kenaikan PTKP.

Soal berapa besarnya PTKP, Dedi mengatakan, hal itu masih dikaji Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Demikian juga perkiraan besarnya penurunan basis penerimaan pajak masih dikaji. "Kalaupun, misalnya, kenaikan PTKP disetujui dan ada potensial lost, yang harus dipikirkan bagaimana menutup hal itu dengan strategi lain."

Misalnya, dengan terus menggelar sensus pajak nasional sehingga ekstensifikasi terus berjalan.

error: Content is protected