Follow Us :

JAKARTA. Kabar baik bagi para pengemplang pajak dan pengusaha yang memarkir dananya di luar negeri. Aksi mereka dan tunggakan pajaknya di masa lalu bisa diampuni pemerintah asalkan mau menarik dananya dan menyimpannya di dalam negeri.
Poin itu masuk dalam salah satu pasal Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Nasional yang sedang dibahas pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kini, RUU inisiatif DPR itu masih digodok oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Nah, pasal 1 draf RUU Pengampunan Nasional hasil pembahasan 1 Oktober 2015 yang diterima KONTAN, menyatakan, ruang lingkup pengampunan nasional meliputi penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana pajak, serta sanksi pidana tertentu. Syaratnya, si pengemplang pajak membayar tebusan berkisar 3% hingga 8% dari total harta yang dibawa ke luar negeri.
Pasal 10 RUU tersebut menjelaskan, selain memperoleh pengampunan pajak, wajib pajak bisa mendapat pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan tertentu. Adapun, tindak pidana yang dikecualikan adalah tindak pidana teroris, narkoba, dan perdagangan manusia (selengkapnya, lihat tabel).
 
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito menjelaskan, pemerintah dan DPR RI memang sedang membahas RUU tersebut. Namun sesuai kesepakatan terbaru pemerintah dan DPR, lingkup pengampunan ini hanya mencakup pelanggaran dan penyimpangan pajak.
Sigit menandaskan, pasal yang memuat pengampunan tindak pidana umum sudah dihapus. Alhasil, urusan tindak pidana umum tetap dituntaskan lewat jalur hukum.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Subagyo membenarkan pernyataan Sigit. "Pidana korupsi termasuk yang dikecualikan dari pengampunan nasional," kata Firman kepada KONTAN, kemarin.
 
Menurut Sigit, awalnya, RUU ini akan dibahas tahun 2017. Namun, DPR meminta RUU tersebut dipercepat agar pemerintah bisa segera menutup kekurangan penerimaan pajak tahun ini dan tahun depan. Targetnya penerapan tax amnesty bisa diberlakukan tahun depan.
 
Ihwal data wajib pajak yang menjadi basis pengampunan itu, Ditjen Pajak akan mengandalkan informasi yang dilaporkan si wajib pajak. Maklum, kata Sigit, tahun 2018, data bank yang tergolong rahasia bank bisa dibuka untuk kepentingan pajak. Ini adalah hasil kesepakatan Indonesia sebagai anggota G20 dan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) tahun 2013.
 
Firman menambahkan, Baleg DPR dan pemerintah masih membahas beberapa hal. Soal tarif tebusan, misalnya, pemerintah dan Baleg DPR masih membahas opsi tarif progresif dan tarif flat. "Akan ada pembahasan satu atau dua hari ini," tutur Firman.
Pengamat pajak Yustinus Prastowo berharap pemerintah dan DPR membatasi pengampunan ini hanya pada pelanggaran
pajak. Wewenang aparat hukum dan proses hukum bisa kabur jika pengampunan itu merambah area tindak pidana umum dan korupsi.
 
Pemerintah juga harus mengukur efektivitasnya. Jangan sampai beleid ini menimbulkan moral hazard: buat apa patuh membayar pajak, toh nanti akan diampuni.
pengemplang
error: Content is protected