Follow Us :

JAKARTA– Pemerintah menegaskan bahwa berhenti membayar pajak bukanlah solusi untuk memperbaiki pengelolaan keuangan negara. Berhenti membayar pajak justru tak mendukung upaya perbaikan pengelolaan keuangan negara.

Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo menegaskan, pemerintah terus melakukan perbaikan pengelolaan keuangan negara, terutama pajak, agar lebih transparan dan akuntabel.Perbaikan tersebut juga diikuti dengan penindakan hukum.

Melalui perbaikan tersebut, banyak kasus kesalahan pengelolaan keuangan negara ataupun penggelapan pajak yang sebelumnya tertutup kini dimunculkan ke publik. Agus menegaskan,munculnya kasus-kasus tersebut ke permukaan justru harus dilihat sebagai bukti bahwa perbaikan pengelolaan keuangan mulai berhasil dan menuju ke arah yang lebih baik.Agus mengakui bahwa proses perbaikan belum sempurna karena itu masyarakat diminta ikut mendukung perbaikan tersebut dengan cara yang kondusif seperti ikut mengawasi pengelolaan keuangan negara dan bukan dengan cara yang kontradiktif seperti berhenti membayar pajak.

“Kalau pemerintah meminta untuk transparan dan akuntabel, tolong direspons dengan mendukung, membantu penegakan hukum, membantu meyakinkan masyarakat bahwa kita menuju ke arah yang lebih baik,” tutur Menkeu seusai menghadiri acara “Indonesia Investment Forum (IIF) 2012” di Jakarta,kemarin. Agus mengingatkan bahwa membayar pajak merupakan kewajiban setiap warga negara yang sudah diatur dalam UUD 1945 sehingga tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak meninggalkan kewajiban tersebut.

Dia pun meminta masyarakat melihat hasil transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara melalui banyaknya pejabat, baik dari pemerintah pusat ataupun daerah hingga pengusaha yang dibawa ke ranah hukum.Transparansi pengelolaan keuangan, lanjut dia, juga bisa dilihat melalui terpublikasinya laporan keuangan ke publik. “Kita menjalankan kegiatan pemerintahan dengan transparan, semua laporan keuangan disajikan di media, bisa diakses, pembahasan keuangan terbuka, perjalanan dinasnya seperti apa,”ujarnya.

Sementara, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz menegaskan bahwa moratorium pajak tidak bisa dilakukan. Bila moratorium tersebut benar-benar dilakukan maka langkah tersebut sama saja dengan membubarkan pemerintahan. Sebagai catatan, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj melontarkan pernyataan bahwa moratorium pajak perlu dilakukan menyusul adanya penyelewengan dalam penggunaannya. Persoalan pajak bahkan menjadi salah satu isu utama pada agenda Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) yang tengah berlangsung di Pesantren Kempek, Palimanan Cirebon, Jawa Barat.

“Dia minta moratorium seluruh atau sebagian. Kalau seluruhnya sama saja dengan membubarkan pemerintah, karena 90% negara itu dibiayai penerimaan pajak,” tutur Harry kemarin. Harry menambahkan, pernyataan Said Aqil masih harus ditelusuri, apakah itu sebagai bentuk imbauan atau hasutan. Namun, menurut Harry, apa yang disampaikan Said Aqil hanyalah bentuk kekecewaan semata.

“Menurut saya, pernyataan dia sangat normatif. Kalau dia mau memprovokasi pembayar pajak, itu kan sudah ada sanksinya (dalam UU). Negara kita kandemokrasi jadi pro-kontra itu semakin menyehatkan. Biarlah Pak Agil omong seperti itu, sepanjang tidak menghasut dan memprovokasi,” imbuhnya. Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia (UI) Darussalam mengatakan, pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Darussalam menjelaskan, pajak adalah kewajiban warga negara yang sudah diatur dalam UUD 1945.

Kalaupun ada penyimpangan pajak, langkah terbaik yang dilakukan adalah dengan mengawasi penggunaannya, bukan dengan menghentikan pembayaran pajak. “Apabila terjadi penyimpangan terkait uang pajak, itu tidak lantas menjadi pembenaran untuk melakukan moratorium pembayaran pajak. Kalau ada moratorium, negara ambruk karena pajak itu urat nadi negara,”paparnya.

error: Content is protected