Follow Us :

Harga minyak yang terus-menerus turun ternyata berdampak juga pada Indonesia. Penurunan harga minyak itu juga membuat pendapatan negara menurun. Pada pertengahan Januari ini, Kompas berbincang mengenai pendapatan negara dengan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro di sela-sela acara peresmian Bank Investasi Infrastruktur Asia di Beijing, Tiongkok. Berikut petikan wawancara dengan Bambang;

Bagaimana dengan penyerapan 2016 nanti?

Tahun 2015, penyerapan cukup bagus. Kementerian Pekerjaan Umum bisa menyerap di atas 90 persen. Perhubungan yang sejarahnya rendah bisa menyerap di atas 70 persen. Kementerian Pertanian juga hampir 90 persen. Ini artinya koordinasi antara kementerian dan lembaga sudah mulai jalan. Mereka bisa menyerap anggaran tepat waktu. Padahal, waktunya lebih pendek. Jadi, ada perubahan di kementerian, yang artinya ada semangat melakukan sesuatu yang lebih baik. Yang paling dikhawatirkan, penyerapan yang tidak tepat sasaran atau sekadar mempertinggi penyerapan tanpa memperhatikan kualitas penyerapannya. Namun, ternyata setelah dilihat, kecil sekali persentasenya. Kebanyakan belanja dilakukan seperti sebagaimana harusnya. Bahkan, kalau dilihat, jumlah belanja modal 2015 hampir Rp 80 triliun-Rp 90 triliun. Jadi, untuk 2016 ini, saya pikir akan lebih besar penyerapannya. Apalagi, tidak ada lagi soal nomenklatur dan penyerapan sudah bisa dimulai sejak Januari. Kami berharap belanja 2016 bisa ditingkatkan dari 90,4 persen menjadi 95 persen. Kontribusi belanja pemerintah besar terhadap efek bergandanya. Misalnya, belanja membangun jalan tentu perlu semen, perlu peralatan, perlu tenaga kerja. Kebutuhan semen tentu menghidupkan industri semen. Kita lihat, pembangunan di 2016 akan lebih baik.

Mengenai penerimaan?

Tahun ini, kita menghadapi tantangan yang paling berat. Tren penurunan harga minyak terus terjadi dan memberikan dampak signifikan bagi penerimaan negara kita. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 2015 gagal mencapai target, yakni hanya Rp 252,4 triliun dari target Rp 269,1 triliun. Penerimaan dari sektor migas di 2015 hanya Rp 78,4 triliun dari target Rp 81,4 triliun. Harga minyak turun juga membuat PPh migas hanya tercapai Rp 49,72 triliun atau turun 43,14 persen dari penerimaan PPh migas tahun 2014 yang sebesar Rp 87,45 triliun. Dengan penurunan penerimaan negara dari PNBP dan PPh migas, otomatis pendapatan negara hanya bergantung pada pajak dan bea cukai. Tahun lalu, penerimaan pajak dan bea cukai mencapai 85 persen dari pendapatan negara.

Lalu, bagaimana cara meningkatkan penerimaan pajak?

Tantangan terbesar, memperbanyak penerimaan untuk membiayai kebutuhan kementerian dan lembaga. Saat ini, pemerintah sedang menggodok soal pengampunan pajak. Jika sudah selesai, akan segera kami masukkan ke DPR. Basis data yang dipakai memang belum sempurna. Namun, kami akan memakai data 2015. Bagi yang ingin meminta pengampunan pajak, harus membayar dulu tunggakan baru dapat pengampunan. Tahun ini merupakan tahun terakhir melaporkan harta yang dimiliki dan tidak dikenai denda. Jika tidak melaporkan, baru ikut tahun 2017. Jika ada kekurangan bayar, akan digunakan tarif normal.

Berapa besar target dari pengampunan pajak?

Kami belum menghitung secara pasti. Mungkin bisa Rp 100 triliun. Yang terpenting, basis data menjadi benar. Jadi, ke depan akan lebih tepat lagi perhitungannya dan tentu akan lebih besar pajak yang didapat.

error: Content is protected