Follow Us :

JAKARTA. Pemerintah akhirnya menyelesaikan  pembahasan  Rancangan  Undang-Undang (RUU) pengampunan pajak atau tax amnesty pada Senin  (18/1) malam.  Selain soal  tarif,  aturan  repatriasi, pemerintah juga sepakat memakai tahun 2014 sebagai basis perhitungan tax amnesty.
 
Kepala Staf Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi yang ikut rapat tersebut mengatakan, dengan ditetapkannya basis penghitungan tahun pajak itu, maka laporan kekayaan tahun 2014 akan dipakai sebagai pengurang total harta bersih yang ingin diampuni.
Contohnya, wajib pajak (WP) A melaporkan total harta bersih, yaitu total harta dikurangi utang yang ingin diampuni. Maka jumlah total harta bersih itu dikurangi dengan total harta bersih di tahun 2014. Setelah ditetapkan memperoleh tax amnesty, maka selisihnya akan dikenakan tarif tebusan seperti yang disepakati.
Basis penghitungan tahun pajak memang menjadi satu pengganjal pembahasan aturan tax amnesty. Pemerintah kebingungan memakai basis tahun 2014 atau 2015. Basis tahun 2014 dipilih karena kabarnya pemerintah khawatir jika yang digunakan  laporan keuangan  2015, wajib pajak yang bersangkutan akan melakukan  penggelembungan harta agar selisih yang harus dibayar lebih kecil.
 
Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro sebelumnya mengatakan, jika basis pajak 2015 yang digunakan, maka pemerintah baru bisa melakukan menerapkan  kebijakan ini pada semester II 2016. Sebab, WP orang pribadi baru akan  mengumpulkan SPT pada  akhir Maret  2016  dan WP badan di akhir April 2016.
 
Menarik WP pribadi
 
Dengan penggunaan basis pajak 2014, maka bagi mereka yang  mengajukan  pengampunan pajak, pemerintah  tidak lagi melakukan pemeriksaan  tahun  buku  2015  atau pinalti apapun. Namun mereka harus membayar sesuai tarif normal berdasarkan harta kekayaan yang dilaporkan.
 
Terkait tarif tebusan, Sofjan bilang, ada dua opsi  tarif  tebusan yang diberikan. Pertama sebesar 1%, 2%, dan 3%. Tarif ini diberikan jika penerima tax amnesty menarik dananya di luar negeri ke Indonesia.  Dana  tersebut  tidak boleh ditarik kembali selama satu tahun. "Mereka  boleh menyimpannya di surat berharga negara atau instrumen investasi lain, setelah itu bisa berinvestasi di sektor riil," ujarnya, Selasa (19/1).
 
Jika tidak melakukan repatriasi, tarif yang dikenakan 2%, 4%, atau 6% yang disesuaikan dengan termin pengajuan. Namun sumber KONTAN di Kementerian Koordinator Ekonomi bilang, pemerintah sebenarnya ingin agar ada kewajiban repatriasi.
 
Bambang menambahkan, dirinya akan segera melaporkan hasil pembahasan aturan tax amnesty ke presiden agar bisa diserahkan kepada DPR. "Secepatnya, kan butuh amanat presiden dulu," tuturnya.
 
Menurut Sofjan, kebijakan ini munkin akan lebih banyak diikuti WP pribadi. "Bukan hanya  taipan, pedagang  juga banyak," katanya. Sedang korporasi atau perusahaan terbuka tidak akan banyak tertarik karena laporan keuangan perusahaan sudah diaudit akuntan publik. Ditargetkan  tax amnesty bisa menarik Rp 60 triliun- Rp 80 triliun.    
error: Content is protected