Follow Us :

JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah untuk menggelar program pengampunan pajak pada 2016 diapresiasi. Kalangan pengusaha muda yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia meminta pemerintah agar membuat kebijakan yang adil dan melindungi pelaku usaha.

"Kami berharap pemerintah lebih adil membuat peraturan bagi perusahaan," kata Ketua Umum Hipmi Bahlil Lahadalia dalam diskusi bertajuk "Tax Amnesty dan Keadilan Publik" yang diselenggarakan Hipmi Tax Center, Selasa (15/12), di Jakarta.

Ketua Hipmi Tax Center Ajib Hamdani mengatakan, pengalaman selama ini menunjukkan, pemerintah kerap kali tidak konsisten dengan kebijakan yang telah dibuat.

"Hipmi sepakat mendukung pengampunan pajak, tetapi dengan catatan harus berkeadilan dan memberi kepastian," kata Ajib.

Managing Partner Danny Darussalam Tax Center Darussalam mengatakan, pengampunan pajak dilakukan karena tingkat kepatuhan wajib pajak yang rendah. Dia menyebutkan, tingkat kepatuhan wajib pajak terus menurun. Pada 2010, wajib pajak yang menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak sebanyak 58 persen. Pada 2011, turun menjadi 53 persen, kemudian turun menjadi 41 persen pada tahun berikutnya, hingga hanya mencapai 37 persen pada 2013. Adapun rasio pajak di Indonesia berkisar 11-12 persen.

"Artinya, pada 2013, 63 persen wajib pajak tidak patuh karena tidak memasukkan SPT pajak tahunan. Hal inilah yang mendorong program pengampunan pajak yang bertujuan membuat yang tidak patuh menjadi patuh membayar pajak untuk jangka panjang," kata Darussalam.

Menurut Darussalam, pengampunan pajak memiliki beberapa tujuan, yakni meningkatkan penerimaan untuk jangka pendek dan meningkatkan kepatuhan pajak pada masa yang akan datang. Selain itu, pengampunan pajak akan mendorong repatriasi modal atau aset dan sebagai alat transisi menuju sistem perpajakan yang baru. Agar pengampunan pajak tetap berkelanjutan, basis data tentang wajib pajak harus kuat.

Namun, lanjut Darussalam, pengampunan pajak bukan tanpa pendapat pro dan kontra. Pengampunan pajak sering disebut tak adil, seperti pernah terjadi di Jerman yang kemudian dibawa ke Mahkamah Konstitusi Jerman. Terkait hal ini, ujar Darussalam, pengampunan pajak tidak dapat dipertentangkan dengan persoalan keadilan. "Kalau tidak ada pengampunan pajak, ketidakadilan justru akan terus terjadi," kata Darussalam.

Apalagi, momen pengampunan pajak sesuai dengan komitmen dunia untuk membuka informasi perbankan.

error: Content is protected