Follow Us :

JAKARTA. Realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) pasal 26 sepanjang kuartal I-2012 mengalami penurunan cukup signifikan. Pasal 26 adalah pemotongan PPh atas penghasilan yang diterima wajib pajak asing.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi penerimaan PPh pasal 26 hanya Rp 4,95 triliun. Jumlah tersebut lebih rendah sekitar 14,17% dibandingkan periode sama tahun lalau yang mencapai Rp 5,76 triliun.
 
Meski demikian, pemerintah menilai penurunan tersebut masih dalam taraf wajar. Dadang Surwarna, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak mengatakan, realisasi penerimaan PPh pasal 26 sangat bergantung kepada transaksi atau pembayaran yang dilakukan wajib pajak dalam negeri terhadap wajib pajak asing.
Transaksi itu bisa berupa pembayaran bunga dan deviden. Sementara sejauh ini, ada kecenderungan terjadinya penurunan transaksi, seperti pembayaran bunga dan dividen. Lantaran belum banyak transaksi, PPh pasal 26 yang masuk ke kas negara cenderung menurun. "Jadi memang karena belum ada pembebanan, maka belum dipotong. Misalnya, ada utang yang memang tidak dibayarkan di triwulan satu ini, jadi realisasinya terlihat turun, tetapi itu wajar karena PPh pasal 26 bergantung waktu," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (22/4).
Seperti diketahui, berdasarkan pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dinyatakan bahwa atas penghasilan yang dibayarkan atau yang terutang oleh subjek pajak dalam negeri kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak 20% dan jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
 
Dadang menyebutkan, selama ini Ditjen Pajak sudah melakukan pengawasan maksimal terhadap subjek pajak dalam negeri yang memberikan penghasilan kepada wajib pajak asing tersebut. Pengawasan dan pemeriksaan selama ini sudah terpantau baik dan tidak ada masalah krusial," tandasnya.
 
Darussalam, pengamat perpajakan Tax Center Universitas Indonesia (UI) mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat penerimaan PPh pasal 26 mengalami penurunan. Diantaranya faktor eksternal, seperti penurunan pertumbuhan ekonomi yang membuat investasi menjadi terhambat.
Darussalam bilang, karena pemungutan pajak ini berdasarkan penghasilan, maka ketika investasi menurun, penerimaan dari wjaib pajak luar negeri juga akan merosot.
 
Sementara pengamat perpajakan UI Gunadi menjelaskan, karena PPh pasal 26 dibayar dalam bentuk valas, maka penguatan rupiah juga bisa menjadi faktor yang membuat turunnya penerimaan PPh luar negeri.
Tarif PPh pasal 26 ini juga dipengaruhi tarif perjanjian pajak dengan negara lain alias tax treaty yang umumnya lebih rendah dari tarif dalam UU PPh pasal 26.
 
Di sektor minyak dan gas (migas), sebagai contoh, bisa saja terjadi praktik treaty shopping dalam kontrak kerja dan bagi hasil migas dan tambang lainnya. Praktik itu dilakukan dengan memindahkan kantor pusatnya ke negara yang tarif PPh-nya paling rendah, sehingga bisa mengurangi pajak.
"Kalau laba setelah pajak dari badan usaha tetap ditanam kembali di Indonesia dalam bentuk pembelian saham perusahaan, tidak akan kena pajak sehingga bisa menurunkan pajak," ujarnya.
Namun, Dadang meragukan maraknya praktik treaty shopping yang membuat penurunan penerimaan PPh pasal 26 itu. "Kalau tarif PPh pasal 26 untuk tax treaty yang berlaku, kan masing-masing sudah ditentukan berdasarkan tiap negara, dan kita sudah memiliki aturan anti treaty shopping," pungkasnya.
Faktor lain bisa saja karena adanya bunga, royalti, atau dividen ke wajib pajak asing yang memang belum disetorkan. Namun, Dadang membantah adanya penunggakan pajak yang menurunkan penerimaan PPh pasal 26.
 
Meski demikian, baik Darussalam maupun Gunadi sepakat, pemerintah harus lebih melakukan pengawasan terhadap subjek pajak dalam negeri yang memberi penghasilan kepada wajib pajak asing. Pengawasan ini harus lebih ketat dari sebelumnya dibarengi dengan implementasi auran pajak yang tegas.
"Pengawasan terhadap wajib pajak dan pemeriksaan harus lebih dimaksimalkan lagi," kata Darussalam.
 
Seperti diberitakan sebelumnya, realisasi penerimaan pajak selama kuartal I-2012 tercatat mencapai Rp 165,051 triliun. Perolehan tersebut sekitar 17,04% dari target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012, sebanyak Rp 968,29 triliun.
Meski masih jauh dari target, penerimaan pajak sepanjang tiga bulan pertama tahun ini mengalami pertumbuhan hingga 18% dibandingkan dengan realisasi periode yang sama 2011 lalu. Persentase ini lebih tinggi dari pertumbuhan alami penerimaan pajak yang sekitar 11%.
error: Content is protected