JAKARTA. Pemerintah nampaknya tak rela harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi murah. Bayangkan saja, saat masyakarat menunggu harga BBM turun, eh, pemerintah malah berencana mengenakan pungutan baru.
Tak lagi dengan nama pungutan dana ketahanan energi yang buyar Januari lalu, pemerintah kini mengkaji pengenaan pajak karbon (carbon tax) untuk tiap liter BBM yang dibeli masyarakat.
Pajak karbon untuk menjaga penggunaan bahan bakar minyak agar tak terlalu berlebihan. Saat harga BBM terlalu rendah, pemerintah khawatir penggunaan BBM melonjak."Jika tidak dikontrol, masyarakat menjadi terlalu konsumtif," ujar Montty Giriana, Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup kepada KONTAN, Selasa (26/1).
Apalagi, dari sisi ketahanan energi, penggunaan bahan bakar fosil berlebihan akan berefek negatif. Selain menguras cadangan minyak, konsumsi energi fosil yang tidak terkendali akan berdampak buruk bagi lingkungan. Oleh sebab itu, kata Montty, carbon tax bisa menjadi salah satu alat kontrol pemerintah.
Montty menjelaskan, carbon tax akan diberlakukan laiknya cukai rokok. Yakni untuk mengurangi penggunaan BBM secara berlebihan demi menjaga lingkungan.
Adapun, penerimaan pajak karbon ini akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penggunaannya, "Belum tentu untuk pengembangan energi terbarukan," katanya.
Tapi, jika Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) perlu dana tambahan pengembangan energi terbarukan, prosesnya seperti pengajuan anggaran. "Praktik ini, utamanya di Eropa sudah berlaku," ujarnya.
Namun, kata Montty, rencana ini baru usulan, belum dibahas secara teknis. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga menyatakan belum mulai membahas rencana pengenaan pajak karbon ini.
Yang pasti, jika kebijakan ini diterapkan, akan banyak komponen pajak dan retribusi yang dikenakan kepada konsumen. Saat ini saja ada lima komponen pungutan yang diterapkan sehingga harga BBM lebih mahal dari harga keekonomiannya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, selama ini, pajak karbon sudah berlaku di negara-negara maju. Tak hanya ke BBM, tapi juga untuk sektor industri. "Jika dipungut seharusnya untuk pemeliharaan lingkungan," katanya.
Untuk itu, pemerintah harus membuat kajian menyeluruh seputar dampak kebijakan pajak karbon ini. Termasuk menentukan tarif paling tepat yang diterima masyarakat.
Ekonom Samuel Asset Mangement Lana Soelistianingsih meminta pemerintah berhati-hati mengenakan pajak karbon ini. Merosotnya harga minyak dunia menjadi saat tepat menerapkan kebijakan ini. Selain itu, jangan sampai kebijakan ini justru bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah sendiri yang ingin mendongkrak daya beli masyarakat.