Follow Us :

RUU Pengampunan Pajak Tak Akan Ganggu RAPBN-P 2016
 
JAKARTA, KOMPAS — Sebelum pemerintah dan DPR memulai pembahasan Rancangan APBN Perubahan 2016, Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak akan disahkan. Ketua DPR Ade Komarudin menjamin pembahasan RUU Pengampunan Pajak tetap berjalan lancar.

Jaminan tersebut ditegaskan di tengah usulan penundaan pembahasan dari fraksi-fraksi.

Dengan demikian, pemerintah akan memiliki instrumen hukum baru untuk menambah pendapatan negara tahun ini dari sektor perpajakan.

"RUU Pengampunan Pajak pasti akan kami bahas dan itu tidak akan mengganggu jadwal pembahasan RAPBN-P 2016. Saya memberikan jaminan dan akan menjaga untuk seperti itu (disahkan sebelum pembahasan RAPBN-P 2016)," kata Ade Komarudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/3).

Rapat Badan Musyawarah pada Kamis (25/2) memutuskan pembahasan RUU Pengampunan Pajak ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan. Fraksi-fraksi di DPR ingin mempelajari RUU tersebut dan menyosialisasikan materi RUU lebih dulu.

Secara informal, fraksi-fraksi menginginkan RUU Pengampunan Pajak baru dibahas setelah masa reses DPR berakhir, yakni 4 April mendatang.

Ade mengatakan, pembahasan RAPBN-P 2016 direncanakan pada April mendatang. Namun, diundur hingga Juni. Dengan demikian, masih ada waktu bagi DPR dan pemerintah untuk membahas dan mengesahkan RUU Pengampunan Pajak sebelum RAPBN-P 2016 dibahas.

Ade menjamin kelancaran pembahasan RUU Pengampunan Pajak meskipun saat ini di internal DPR masih ada sejumlah fraksi yang ingin menolak atau menunda pembahasan RUU tersebut.

Semula, dengan rencana menunda pembahasan RUU Pengampunan Pajak, pemerintah sudah menyiapkan sejumlah skenario. Jika tidak bisa mencari sumber pendapatan baru, pemerintah akan memotong dan menghemat anggaran sejumlah kementerian dan lembaga. Langkah ini terutama untuk belanja program nonprioritas.

Salah satu dampaknya adalah kebijakan moratorium pembangunan gedung baru. Sikap pemerintah itu merupakan konsekuensi menutupi defisit anggaran berjalan.

Sikap fraksi

DPR sebenarnya masih terbelah dalam menyikapi RUU Pengampunan Pajak. Sejauh ini, dari sepuluh fraksi, baru Fraksi Gerindra yang menyatakan menolak RUU tersebut. Tiga fraksi setuju pembahasan RUU Pengampunan Pajak ditunda sampai waktu yang belum ditentukan, yakni PDI-P, Hanura, dan PKS. Adapun enam fraksi lain siap segera membahas RUU usul inisiatif pemerintah tersebut.

Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana mengatakan, pembahasan RAPBN-P harus tetap berjalan. Namun, pemerintah harus mencari solusi lain. Misalnya, melalui rasionalisasi belanja kementerian dan lembaga. "Sampai saat ini, fraksi kami masih menilai, RUU ini perlu pembicaraan mendalam dengan pemerintah untuk menyamakan lebih dulu asumsi berapa pendapatan yang akan kita terima kalau RUU ini diberlakukan. Signifikan atau tidak?" tuturnya.

Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan, RUU Pengampunan Pajak masih perlu dikaji mendalam. Oleh karena itu, pembahasan RUU Pengampunan Pajak perlu ditunda.

Penundaan untuk memberi waktu bagi pemerintah memberikan penjelasan mengenai tingkat urgensi RUU Pengampunan Pajak ke fraksi-fraksi di DPR. "Pemerintah harus memberi penjelasan secara detail. Setelah itu baru kami bisa memutuskan kelanjutannya," ujar Jazuli.

Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto berpandangan, RUU Pengampunan Pajak harus segera dibahas. Itu karena RUU Pengampunan Pajak perlu untuk menyehatkan APBN Perubahan.

Kesehatan fiskal

Secara terpisah, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengatakan, pihaknya menyambut baik saat mendengar pemerintah sekarang sedang bersiap merevisi APBN 2016. Hal ini terkait kesehatan fiskal yang perlu menjadi perhatian.

"Jadi, kalau melihat revisi APBN itu dilaksanakan, kami dari Bank Indonesia merekomendasikan," kata Agus setelah bertemu Menteri Perindustrian di Jakarta, kemarin.

Menurut Agus, hal utama yang menjadi alasan adalah pertumbuhan ekonomi dunia, yang dikoreksi dari 3,6 persen menjadi 3,4 persen. Selain itu, penurunan harga komoditas dan harga minyak mentah juga menjadi pertimbangan.

Harga minyak dalam asumsi makro APBN 2016 sebesar 50 dollar AS per barrel. Padahal, harga saat ini berkisar 30 dollar AS per barrel, bahkan pernah 26 dollar AS per barel.

Agus mengatakan, hal-hal tersebut berdampak pada volume atau potensi bisnis di Indonesia.

"Jadi, mungkin dilakukan penyesuaian penerimaan negara, pengeluaran negara, atau rencana penarikan dana dari masyarakat dalam bentuk surat utang," kata Agus.

error: Content is protected