BANJARNEGARA- Para pelaku usaha bidang pariwisata, seperti hotel, restoran, rumah makan, dan usaha wisata lain berharap pemerintah memberikan keringanan pajak kepada mereka. Hal itu mengemuka dalam audiensi dengan pimpinan DPRD dan Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), kemarin. Harapan tersebut terkait dengan temuan BPK tentang kekurangan bayar pajak bagi usaha hotel dan restoran pada 2015.
Berdasarkan data DPPKAD Banjarnegara, jumlahnya sekitar Rp 1 miliar lebih. ”Kami jelas keberatan dan mohon ada keringanan kepada pemerintah terkait dengan temuan BPK tentang kurang bayar pajak tersebut,” ujar Ketua Paguyuban Pelaku Usaha Pariwisata Banjarnegara Tigor Daneswara. Keberatan yang diajukan, lanjut dia, bukan untuk menghindari atau tidak mau membayar karena setiap bulan mereka sudah membayar pajak. Hanya dinilai oleh BPK kurang membayar dalam jumlah tertentu.
Selama ini mereka mengaku tidak memungut pajak tersebut dari konsumen hingga 10 persen sesuai dengan ketentuan. Tak pelak, ketika diberitahu oleh BPK ada temuan kurang bayar pajak sontak semua kaget. Sebab, jumlah satu usaha dengan usaha lain bervariasi. Ada yang kekurangan hanya beberapa juta. Namun, tidak sedikit yang mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah temuan kurang bayar pajak. ”Untuk membayar sejumlah itu, jelas kami keberatan karena ada tanggungan lain, tidak hanya untuk bayar pajak saja. Kami juga menyayangkan tidak ada atau minim sosialisasi soal hal tersebut kepada pelaku usaha,” paparnya.
Selain meminta keringanan atas temuan kurang bayar pajak, perwakilan yang beraudiensi juga memohon agar ke depan ada pengurangan tarif pajak hotel, restoran, dan usaha pariwisata lain. Pada hemat mereka, setidaktidaknya satu hingga tiga persen tidak mencapai angka maksimal, yakni 10 persen.
”Ketentuan dalam undang-undang itu kan menyatakan maksimal 10 persen. Menurut kami, berarti bisa di bawahnya. Karena itu, ke depan kami minta besarannya bisa disesuaikan dengan kondisi di Banjarnegara atau tidak menerapkan angka maksimal,” harapnya. Asas Keadilan Mereka juga meminta dalam pelaksanaan pungutan senyatanya. Yakni yang pendapatannya memang besar tentu ditarik pajak yang proporsional dan yang kecil juga sesuai dengan pendapatannya sehingga ada asas keadilan. Terkait dengan hal tersebut, Kepala DPPKAD Banjarnegara Indarto mengemukakan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Perda Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, pajak hotel dan restoran sebesar 10 persen.
Adanya temuan BPK mengenai kurang bayar pajak, karena para wajib pajak tidak menyetorkan pajak hotel dan restoran ke kas daerah sesuai dengan ketentuan. Harapannya dengan ditetapkannya 10 persen pajak itu merupakan kontribusi dari sektor hotel dan restoran. Dia menyebutkan, setelah dilakukan penelitian ternyata potensi-potensi itu tidak bisa tergali. Pada saat pemeriksaan oleh BPK dan tim pemeriksa pajak, dinilai sebagai temuan kurang bayar pajak. Penelitian di antaranya mengenai omzet dan juga besaran pajak yang sudah disetorkan ke kas daerah.
Dari hal tersebut dinilai ada ketidaksesuaian sehingga menjadi temuan kurang bayar pajak yang harus ditagih. ”Kami sudah melakukan sejumlah langkah terkait hal tersebut, namun BPK tetap pada temuannya. Karena itu kami melakukan pemeriksaan lanjutan barangkali ada perbedaan angka. Ini bisa dijadikan bahan untuk disampaikan ke BPK,” tandasnya. Mengenai proses keberatan oleh wajib pajak memang dimungkinkan, tetapi ada sejumlah persyaratan yang perlu dipenuhi. Di antaranya menyampaikan argumentasi dan dilampiri data perhitungan-perhitungannya.