Follow Us :

MEDAN– Pemerintah Kota (Pemko) Medan bisa memaksimalkan potensi wajib pajak (WP) baru dari sektor perumahan yang terus bertambah di kota ini,sehingga target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditetapkan tahun ini tetap bisa tercapai.

Langkah ini perlu dilakukan menyusul revisi Peraturan Daerah (Perda) No 3/2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan. Pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Medan (Unimed) M Ishak menilai, banyak potensi pajak baru di kota ini yang bisa ditarik guna meningkatkan PAD. Salah satunya yang cukup tinggi adalah dari sektor properti. “Di sini banyak perumahan- perumahan yang baru berdiri.

Jumlahnya tidak hanya dari perumahan itu sendiri, tetapi unit rumahnya cukup banyak.Jadi penambahan itu bisa menjadi potensi WP baru bagi Pemko,” katanya kepada SINDO,Selasa (26/6). Menurut dia, Pemko tidak perlu fokus pada WP dari golongan masyarakat menengah ke bawah,meskipun jumlahnya banyak. Pemko harus kreatif mencari WP baru yang nilai retribusinya tinggi meski jumlahnya sedikit.

“Seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau perusahaan- perusahaan lainnya yang ada di kota ini.Walaupun mungkin dari segi jumlah tidak banyak, tetapi nilai retribusinya tinggi, ”ucapnya. Dia juga menyarankan agar Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Medan melakukan pemetaan terhadap lahan yang selama ini dilaporkan kosong atau tanpa bangunan. Sebab bisa saja saat ini sudah ada bangunan yang berdiri di lahan tersebut.

REI Kecewa

Sementara itu, Wakil Dewan Pertimbangan Real Estate Indonesia (REI) Timbul Raya Manurung menilai, keputusan perubahan retribusi PBB yang ditetapkan DPRD dan Pemko Medan, Senin (25/6) bisa menimbulkan pengemplang pajak baru.Pasalnya persentase pengalian yang ditetapkan masih dinilai memberatkan pengusaha.

Pengusaha bisa saja tidak melakukan pembayaran atau justru tercipta lobi-lobi. “Kami menginginkan agar dikembalikan ke aturan sebelumnya saja, karena lebih mudah penghitungannya.Dengan keputusan baru ini, kami nilai masih mengecewakan, karena memberatkan pengusaha. Kalau sudah begini, bisa saja penyelesaiannya dengan cara adat,dalam artian enggan membayarataulobi- lobiuntukmengurangi pembayaran, ”katanya.

Perubahan PBB tersebut juga berpotensi mengakibatkan dunia usaha semakin sulit berkembang. Dia mencontohkan kewajiban yang harus dibayar Hotel Danau Toba.Apabila luas tanah lima hektare dan sepuluh lantai dikalikan dengan harga nilai jual objek pajak (NJOP) sebesar Rp10 juta dan Rp10.000 meter persegi untuk bangunannya, paling sedikit harus membayar PBB sebesar Rp3 miliar. “Jadi lebih kurang hotel itu harus dapat Rp300 juta per bulan dengan keputusan baru tersebut. Tentu hal itu memberatkan, mengingat geliat ekonomi sekarang lagi lesu,”tandasnya.

error: Content is protected