Follow Us :

JAKARTA, KOMPAS — Penerimaan pajak dari sektor nonminyak dan gas atau nonmigas menjadi tumpuan pembiayaan APBN 2016. Hal ini terutama terkait dengan kebutuhan pendanaan bagi proyek pembangunan infrastruktur dengan alokasi Rp 313,5 triliun serta program pembangunan lain.

"Saat penerimaan negara dari migas serta komoditas sumber daya alam turun, harapannya tinggal pada penerimaan pajak nonmigas. Persoalannya, strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak nonmigas belum jelas," kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo di Jakarta, Kamis (18/2).

Mengacu pada data Kementerian Keuangan, kombinasi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) migas dan penerimaan negara bukan pajak sumber daya alam turun dari Rp 328,3 triliun pada 2014 menjadi Rp 153,35 triliun pada 2015. Artinya, penerimaan berbasis sumber daya alam tahun lalu anjlok Rp 174,95 triliun atau 46,71 persen.

Pada tahun ini, sebagaimana diproyeksikan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, target penerimaan dari sektor migas dan komoditas tidak akan mencapai target. Nilai kekurangannya diperkirakan Rp 90 triliun dari target.

Prastowo menambahkan, pajak nonmigas yang menjadi harapan mengungkit pendapatan negara tahun ini memiliki sejumlah potensi. Potensi itu misalnya Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri, dan perluasan badan pemungut pajak, khususnya di sektor keuangan.

Kementerian Keuangan sebenarnya sudah menetapkan, fokus kerja pajak tahun ini adalah ekstensifikasi untuk menggali PPh orang pribadi karena memiliki potensi besar.

Menurut Bambang, jumlah pembayar pajak baru sekitar 900.000 orang dari 27 juta wajib pajak yang terdaftar. Sumbangan PPh orang pribadi nonkaryawan hanya Rp 9 triliun pada 2015.

Integrasi administrasi

Prastowo mengingatkan, ekstensifikasi pajak menuntut sistem integrasi administrasi penduduk dan administrasi pajak. Namun, sejauh ini, usaha mengintegrasikan nomor tunggal penduduk dan nomor pajak wajib pajak (NPWP) belum juga terealisasi.

Solusi jangka pendek berupa penggalian data potensi pajak melalui data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga belum maksimal. Penyebabnya, data PPATK yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Pajak masih belum fokus pada data potensi pajak.

"Tanpa program pengampunan pajak, realisasi penerimaan pajak tahun ini maksimal Rp 1.200 triliun. Semakin lama eksekusi pengampunan pajak ditunda, semakin lama penerimaan pajak masuk karena wajib pajak akan menunda membayar pajak," katanya.

Target pendapatan pada tahun ini Rp 1.822,5 triliun. Kementerian Keuangan memperkirakan, realisasinya akan meleset Rp 290 triliun di bawah target, yang terdiri dari Rp 90 triliun dari sektor berbasis sumber daya alam dan Rp 200 triliun dari pajak.

error: Content is protected