JAKARTA. Harga daging sapi masih liar dan makin sulit dikendalikan. Bahkan pekan ini harga daging sapi naik 16,6% menjadi Rp 140.000 per kilogram (kg), dibandingkan dengan harga pada akhir Desember 2015 yang berada di posisi Rp 120.000 per kg.
Salah satu biang keladi yang dituding sebagai pendorong kenaikan harga daging sapi adalah penerapan pajak terhadap sapi impor. Maklum, pada 31 Desember 2015, Menteri Keuangan merilis Peraturan Menteri Keuangan Nomor
267/PMK.010/2015 mengenai pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% atas hewan ternak impor. Ketentuan yang mulai berlaku pada 8 Januari 2016 juga menyasar sapi bakalan impor.
267/PMK.010/2015 mengenai pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% atas hewan ternak impor. Ketentuan yang mulai berlaku pada 8 Januari 2016 juga menyasar sapi bakalan impor.
Johny Liano, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) menyayangkan langkah pemerintah menerapkan PPN sebesar 10% untuk sapi bakalan impor ini. Pungutan tersebut menyebabkan harga daging sapi naik.
Dia menjelaskan, sebelum terkena pungutan PPN 10% pada dua pekan lalu, feedloter sudah harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) 2,5% dan bea masuk impor sebesar 5% untuk membawa sapi bakalan ke Tanah Air. "Apalagi saat ini harga pakan ternak tinggi karena nilai tukar rupiah yang kembali melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS)," ujarnya, Kamis (21/1).
Alhasil, harga sapi hidup dari feedloter saat ini berkisar Rp 47.000 per kg. Harga tersebut melambung jauh jauh di atas harga ideal yang dipatok pemerintah yang mencapai Rp 38.000 per kg.
Karena itu, Asnawi, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) mengatakan, pasca berlakunya beleid pengenaan PPN sebesar 10% ini, harga daging sapi hidup melonjak dari Rp 45.000 per kg menjadi Rp 50.000-Rp 51.000 per kg.
Maka berdasarkan hitungan Asnawi, harga daging sapi karkas setelah kena PPN mencapai Rp 98.000 per kg. Sementara di tingkat pedagang harga sapi berada di kisaran Rp 125.000-Rp 140.000 per kg. "Hal ini terjadi karena sekitar 30% dari karkas itu berupa tulang dan hanya 70% yang menjadi daging, sehingga pedagang harus jual dengan harga mahal," ujar Asnawi.
Pedagang mogok Harga daging sapi yang semakin mahal membuat daya beli konsumen makin rendah. Hal tersebut akan berdampak pada penjualan pedagang daging sapi.
Meski harga tinggi, Asnawi mengklaim pedagang daging sapi tak berencana mogok berjualan. Termasuk pedagang daging di Jakarta yang mayoritas pasokan dagangannya berasal dari sapi impor.
Namun, Sandiaga S. Uno, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menyebutkan bahwa kenaikan harga daging sapi membuat sejumlah pedagang daging di sejumlah pasar mulai mogok berjualan. "Harga daging saat ini tinggi sekali.
Mereka tidak bisa jualan karena tidak laku," tuturnya. Sandiaga mengusulkan ke- pada pemerintah untuk tang- gap dan menghindari regulasi yang mengekang. Seharusnya, kata Sandiaga, pemerintah memberikan kesempatan agar para pemain di bisnis ini bisa mengatur harga secara wajar dan sesuai mekanisme pasar.
Srie Agustina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) enggan berkomentar soal kenaikan harga daging sapi di pasaran. Pasalnya, Kemdag baru akan mulai membahas implementasi PMK No 267/2015 pada pekan ini.
Namun, sejauh pemantauan Kemdag, Srie mengklaim, harga daging sapi di pasar masih stabil, kalau pun ada kenaikannya, angkanya tidak terlalu signifikan. Sebab, rata-rata hanya naik 1,08%. Dia mengklaim, tidak terjadi kekurangan pasokan sapi di pasar menyusul penurunan angka kuota impor sapi tahun ini