Follow Us :

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berharap rencana pemberian izin bagi warga negara asing untuk memiliki properti segera terealisasi.
Dalam pandangan DJP, kebijakan  tersebut  bisa mendorong penerimaan pajak. Pemerintah memang berniat memberikan hak kepemilikan  atas  properti  kepada WNA. Namun  jenis properti yang bisa dimiliki oleh WNA dibatasi pada properti sejenis apartemen dengan harga minimal Rp 5 miliar per unit.
Direktur Jenderal Perpajakan Sigit Priadi Pramudito memprediksi,  pelonggaran kepemilikan akan meningkatkan investasi asing di sektor properti. Nah, jika nilai investasi meningkat,  ada  potensi pajak yang harus dibayarkan juga naik.
Dengan waktu tinggalnya di Indonesia yang pendek, biasanya WNA hanya menjadikan properti sebagai alat investasi. "Kami mendorong ke arah sana," ujar Sigit, Jumat (21/8) lalu di Jakarta.
Pungutan pajak yang berlaku di sektor properti selama ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%. Ada pula Pajak Penghasilan (PPh) dari  pengalihan  atas  tanah dan  bangunan  dengan  tarif 5%. Di  luar  itu,  pemerintah berniat memberlakukan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Namun kebijakan mengizinkan warga asing memiliki properti masih menimbulkan silang pendapat di antara pejabat pemerintah. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Ferry Musyidan Baldan pernah menegaskan, warga negara asing hanya mendapatkan hak pakai untuk  setiap properti yang dimilikinya.
Aturan pembelian properti oleh WNA akan  tertuang dalam  Peraturan  Pemerintah (PP). Nah, dalam Rancangan PP tersebut, WNA boleh membeli properti hingga  seumur hidup, asalkan memiliki  izin tinggal dan membeli properti secara tunai. WNA juga diberi hak untuk memindahtangankan properti tersebut ke ahli warisnya,  selama  sang  ahli waris memiliki izin tinggal.
Selama ini, WNA hanya diberikan  hak  pakai  properti yang dibelinya maksimal selama 25 tahun. Hak pakai tersebut juga hanya bisa diperpanjang hingga 20 tahun.
Namun Sigit pasrah jika pemerintah  memutuskan lain terkait  aturan  kepemilikan asing atas aset properti.  "Kami ikut  saja  aturannya.  Kalau buat kami, setiap ada transaksi, ya bagus karena ada pajaknya," katanya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, dampak kebijakan ini tidak akan mendorong penerimaan pajak secara signifikan.
Berdasarkan proyeksi Yustinus, potensi penerimaan pajak  dari  seluruh  penjualan properti ke WNA tidak  lebih dari Rp 5 miliar per tahun.
Dalam  hitungan Yustinus, potensi penerimaan pajak jika memberlakukan  hak  pakai properti  untuk warga  asing juga  tidak  besar,  berkisar Rp 2,5 miliar per tahun. "Kebijakan  ini  tidak  cukup membantu pemerintah mencapai target pajak," ujar dia.
error: Content is protected